‘Are you gonna miss me?’ Tanyaku pada Arsa
yang tengah mengambil beberapa buku di raknya untuk dibawa ke sekolah.
'No, I'm not!' Jawabnya ketus.
Arsa memang pandai meniympan perasaan
dalam-dalam dilubuk hatinya. Itulah yang membuatku kasihan untuk meninggalkan
adikku selama tinggal satu tahun di Manchester itu. Ayah ibunya, Pak Zen dan Mbak
Mira, sedang berhaji. Sekarang Aku pula yang harus meninggalkan dia. Untuk
sementara waktu Arsa diurus oleh Uni Media dan Uda Munas. Mereka berdua adalah
sepasang suami istri yang sedang S3 di Manchester, sama seperti Pak Zen.
Keputusan Pak Zen menitipkan Arsa dan kakaknya, Andrea, kepada Uda Munas dan Uni
Media adalah agar mereka berdua memliiki teman main. Arsa bisa bermain dengan
anak laki-laki Uda Munas, Sean sedangkan Andrea bisa bermain dengan Sachio, anak
perempuan tertua pasangan asal Sumatera Barat itu.
Kupeluk Arsa dari belakang. Namun Arsa tetap tidak bergeming seolah tidak merasa sedih sama sekali akan perpisahan kami. Seketika air mataku jatuh berderai mengenai sweater yang dikenakan oleh
Arsa. Terkenang olehku momen-momen seru yang kami lewati bersama. Belanja jajanan di Asda sambil makan coklat pas pulangnya. Bercerita seru saat berangkat ke sekolah di pagi hari. Selfie bersama di kamar sambil memasang wajah monster. Bertarung ala Spiderman. Ah, banyak sekali kenagan yang telah terukir. Tak mampu rasanya berpisah dengan adik sekaligus sahabatku itu.
Diluar sana tampak jelas kalau musim gugur telah mengintip, pertanda Summer di Manchester akan segera berakhir. Dedaunan yang semula berwarna hijau segar kini sudah mulai menua. Tak lama lagi daun-daun itu akan berubah menjadi kuning, merah, kemudian, jatuh berguguran..menyajikan pemandangan indah nan menyejuk mata. Tumpahan dedaunannya menjadikan taman-taman berwarna warni bak negeri dongeng yang berubah menjadi nyata.
Diluar sana tampak jelas kalau musim gugur telah mengintip, pertanda Summer di Manchester akan segera berakhir. Dedaunan yang semula berwarna hijau segar kini sudah mulai menua. Tak lama lagi daun-daun itu akan berubah menjadi kuning, merah, kemudian, jatuh berguguran..menyajikan pemandangan indah nan menyejuk mata. Tumpahan dedaunannya menjadikan taman-taman berwarna warni bak negeri dongeng yang berubah menjadi nyata.
Ujung musim panas ini menandakan akhir dari
petualangan intelektualku di negeri Ratu Elizabeth, Inggris. Aku tidak akan
mendaptakan belaian angin segar musim gugur yang sejuknya dapat memulihkan
pikiran yang kalut. Pun Aku tidak perlu lagi dibalut jaket tebal setiap kali
keluar rumah sebab di pagi yang sedikit mendung ini Aku akan terbang jauh ke
tenggara kembali ke pelukan ibu pertiwi. Ah..waktu seperti punya kaki untuk
berlari. Rasanya baru kemarin Aku tergopoh-gopoh menenteng kopor di bandara Manchester.
Hari ini Aku sudah melakukan hal yang sama lagi. Tapi bukan sebagai tamu melainkan
sebagai orang yang akan pergi.
Sembari menyusuri jalanan kota Manchester
yang tak begitu padat, kukenang kembali lika-liku perjalanan hidupku yang
terdiri dari lembaran-lembaran cerita. Setiap lembarnya kuisi dengan semangat
yang tak kenal patah, demi mencapai impian terbesar hidupku. Mimpi yang besar
itu kemudian menghadiahkan beragam cerita hebat, mengantarkan kakiku hingga ke
lima benua; Amerika, Australia, Asia, Eropa, dan Afrika. Di setiap benua Aku
disuguhkan pengalaman-pengalaman yang tak terlupakan. Berdiri khidmat
menyaksikan bentangan luar biasa The Grand Canyon di Arizona, menaiki ferry
dimuka The Opera House di kota Sydney, duduk bersimpuh didepan menara kembar Petronas
di Kuala Lumpur, menonton sepak bola di Old Trafford di Manchester, dan menaiki
onta menyusuri gurun Sahara di Maroko. Plus Aku juga menjelajahi daratan Eropa,
dari Oslo trus ke timur sampai Budapest bersama dengan sahabat karib yang juga
seorang pejuang mimpi, Zulfikar. Fikar
adalah seorang difabel yang berkali-kali dipatahkan semangatnya dalam
mewujudkan impian ke Inggris. Dunia menjadi saksi betapa celaan mereka yang
ragu dulu adalah sesuatu yang salah sebab Fikar saat ini sudah hampir
menyelesaikan studi S3nya di Manchester.
Lembaran cerita hidupku tidak semuanya
ditulis bertintakan emas. Ada juga yang menggunakan tinta biasa yang kabur
karena tetesan air mata. Air mata itu berguguran karena mimpi menuntut
perjuangan. Mimpiku adalah mimpi yang dirajut dengan benang-benang kegagalan. Mimpiku
adalah mimpi yang dihidupkan melalui medan jalan berkerikil tajam yang beberapa
kali membuatku jatuh, terluka, dan merintih. Mimpiku adalah mimpi yang
diragukan hingga memaksaku selalu menutup telinga dari nada-nada sumbang
penggugur semangat.
Aku ditakdirkan Tuhan untuk terlahir
sebagai anak desa dengan segala keindahan masa kecil yang tercipta dan semangat
yang menggelora di dada. Aku ingin membuktikan bahwa anak kampung tidak
semuanya kampungan. Anak desa tidak boleh selamanya dipandang sebelah mata. Api
semangat ini terus kupelihara agar tidak padam. Panasnya selalu terasa di dalam
aliran darahku dimanapun Aku berada, menjadi penggerak jiwa dan ragaku dalam
menapaki lika-liku perjalanan hidup.
Jalan hidup yang telah Aku pilih adalah
jalan mimpi yang kuisi dengan semangat perjuangan yang tak pernah mati. Jalan
ini tidak hanya menuntut perjuangan tetapi juga pengorbanan. Begitulah hidup.
Begitulah mimpi. Selalu menuntut harga untuk setiap keberhasilan yang
diperoleh.
Busku telah sampai di bandara. Itu artinya
Sebentar lagi Aku akan kembali ke tanah air. Cerita hidupku yang sampai ke lima
benua ini mestilah Aku bagi dengan saudaraku di tanah air. Agar apa yang Aku
dapat bisa bermanfaat bagi orang banyak. Syukur-syukur jika banyak generasi
bangsa yang mengikuti jejak langkahku, berpetualang ke berbagai penjuru dunia,
menimba ilmu dan pengalaman demi kebaikan tanah air tercinta di masa yang akan
datang. Sebagai negara yang besar, Indonesia harus diisi dengan insan-insan muda
yang punya semangat tinggi, cukup ilmu, dan kenyang pengalaman agar Indonesia dapat
berdiri sama tinggi dengan bangsa lain. Bila perlu Indonesia berdirinya harus
lebih tinggi lagi hingga ke atas awan.
Inilah cerita hidupku, seorang anak desa
biasa yang memilih untuk hidup sebagai seorang pemimpi. Kupersembahkan cerita
hidupku ini buat negeriku, Indonesia.
Muhammad Beni Saputra
Manchester, 6 September 2016
Comments
Post a Comment