“Take it off! This is America!” teriak Gill Parker Payne, seorang pria asal Gastonia, North Carolina kepada seorang wanita yang duduk di kursi barisan depan pesawat. Kapal terbang yang ditumpangi oleh laki-laki dan perempuan tersebut sedang bersiap-siap untuk terbang dari Albuquerque, New Mexico ke Chicago menggunakan maskapai penerbangan Southwest Airlines.[1]
“My sister in law got spat on and punched
in the face at a grocery store while carrying my nephew in London Ontario” cuit
seorang pria asal Kanada di akun Twitternya.[2]
“Now my niece is too frightened to even go
back into town” keluh Tayyib Nawaz. Tayyib merasa terpukul atas tragedy yang
menimpa keponakan perempuannya yang masih berusia empat tahun di pusat kota
Worcester, UK. Seorang pria tak dikenal mendekati anak tak bersalah itu dan
mengusapkan benda mirip kotoran manusia ke wajahnya.[3]
Perlakuan tidak manusiawi terhadap dua
perempuan dan satu anak kecil diatas dilatarbelakangi oleh sesuatu yang melekat
di badan mereka: hijab. Berita buruknya adalah, kasus tersebut hanya sebagian kecil
yang muncul ke publik dari sekian banyak pelecehan yang terjadi yang luput dari
perhatian awak media. Dunia ini terlalu besar dan jumlah jurnalis tidak sepadan
dengan penghuninya sehingga tidak semua perbuatan nista terhadap wanita muslim
gara-gara berhijab bisa di dokumentasikan.
Sepintas, terlihat aneh selembar kain yang
melekat di badan seseorang menyebabkan si pemakainya menjadi target kebencian
bahkan kekerasan. Dasar kainnya dasar biasa, terbuat dari benang, sama dengan
dasar baju yang dipakai oleh semua orang. Penggunaan kain itu pun tidak
mengganggu orang yang ada di sekitar. Lantas, mengapa banyak yang tidak suka?
Harus diakui, bukan selembar kain bernama hijab
itu yang dipermasalahkan, tetapi nilai yang menganjurkan penggunaannya yaitu
Islam. Kebencian terhadap hijab lahir karena kebencian terhadap islam. Dan
kebencian terhadap islam menyebabkan banyak wanita islam yang berhijab menjadi
target pelampiasan kebencian dalam bentuk hinaan juga kekerasan.
Sebenarnya hijab tidak hanya dipakai oleh wanita islam saja. Wanita-wanita
dari agama dan kepercayaan lain juga banyak yang memakai pakaian yang menutup
kepala itu. Biarawati kristen, wanita sekte Kristen Coptic, wanita hindu,
wanita Sikh, dan wanita Yahudi ortodoks[4]
adalah sebagian kecil contohnya. Semua dari wanita tersebut berpakaian demikian
karena mereka ingin menjalankan perintah agama mereka, sama halnya dengan
wanita muslim yang memakai hijab semata-mata ingin mempraktekkan apa yang
tertulis di dalam Al Quran.
Anehnya, wanita-wanita ‘berhijab’ dari
agama dan kepercayaan lain diluar islam tidak mengalami pelecehan sebagaimana
yang menimpa wanita-wanita islam. Tidak ada yang merasa terganggu dengan
kehadiran mereka padahal pakaian yang melekat pada mereka juga menutupi kepala.
Semakin jelaslah bahwa yang dianggap ‘biang kerok’ itu bukanlah hijab tetapi
islam.
Api permusuhan terhadap islam semakin
menyala setelah beberapa tokoh politik di dunia barat ‘menyiramnya’ dengan
minyak. Masih segar dalam ingatan retorika politik calon presiden USA dari
partai democrat, Donald Trump, yang hendak melarang muslim masuk ke amerika.[5]
Di britania raya, berdasarkan hasil survey yang diadakan oleh Islamic Human Rights
Commission (IHRC), lebih dari dua pertiga dari total 1.780 responden
mengungkapkan bahwa mereka pernah mendengar komentar anti islam dari para
politikus. Bukan itu saja, separoh dari mereka mengaku bahwa para politikus
sengaja membiarkan tindakan-tindakan berbau islamophobia terjadi.[6]
Perlakuan tidak adil terhadap muslim ini merupakan sebuah gambaran betapa islam
masih dipandang sebagai lawan bukan kawan. Masih dinilai sebagai sumber masalah
bukan bagian dari solusi.
Di seantero benua eropa Islam masih dilihat
sebagai ideology yang tidak menyenangkan. Di jerman misalnya, 47% rakyat jerman
di haluan politik kanan masih melihat muslim dengan kacamata negative.
Pandangan yang sama juga berlaku di banyak negara eropa yang lain dari Hungaria
sampai Britania. Dari Swedia sampai Italia. Bahkan di negara-negara eropa timur
pandangan negative terhadap muslim sudah mencapai lebih dari 60 per sen.[7]
Lagi-lagi, ketidaksukaan terhadap muslim ini bukan didasari oleh muslim itu
sendiri sebagai manusia tetapi lebih kepada agama islam yang dianut oleh muslim
tersebut. Sebagaimana yang pernah diutarakan oleh seorang politisi negara
Belanda, Geert Wilders, beberapa tahun yang lalu: 'I have a problem with Islamic tradition,
culture, ideology. Not with Muslim people.'[8]
Permasalahannya adalah muslim dan islam
tidak bisa dipisahkan sebab seseorang dikatakan muslim karena dia menganut
agama islam. Artinya, ketidaksukaan terhadap islam sama saja tidak menyukai
pemeluknya yaitu muslim. Maka tak heran bila muslim menjadi target segala macam
bentuk diskriminasi dan kekerasan yang lahir dari islamophobia ini. Dan korban yang
paling beresiko terkena dampak islamophobia tentu saja wanita muslim sebab
identitas keislaman mereka, yaitu hijab, tidak bisa disembunyikan dari
pandangan mata. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Tell Mama, sebuah organisasi
yang memonitor kekerasan berbentuk Islamophobia, wanita muslim adalah yang
paling sering mengalami kekerasan dan pelecehan di jalanan.[9]
Hijab yang dikenakan oleh wanita muslim
masih dianggap sebagai symbol ideology yang bermasalah bagi banyak kalangan
sehingga banyak wanita muslim yang menjadi target utama diskriminasi,
pelecehan, dan kekerasan. Islamophobia yang menyebar di amerika dan eropa mesti
dikikis dari kehidupan sebab sebagai agama, islam sama saja dengan agama
dominan lainnya di eropa dan amerika, yaitu agama yang menghargai perbedaan.
Bukankah dunia ini terlalu membosankan bila semuanya seragam?
Comments
Post a Comment