Arsa,
adikku yang super cute itu tiba-tiba menerobos kamar. Dengan muka
polos penuh semangat dan tentu saja lidah yang belum begitu lentur dia berujar:
‘Om Denny, are you going outside with us?’ Arsa memang begitu. Sudah hampir
setahun kami tinggal seatap tapi tetap saja dia keliru setiap kali menyebut
namaku. Aku tak keberatan. Namanya juga anak kecil.
Aku
bersiap. Baju kemeja kotak merah putih yang tempo hari diwariskan oleh Bang Rangga kukenakan ke badanku yang tak
begitu berisi itu. Agar lebih berkesan harum semerbak, aku semprotkan beberapa
kali parfum Pierre Cardin ke sekujur tubuh. Sebagai informasi, parfum merek ini
telah kugunakan sejak aku tau kalau bau harum itu disukai orang. Tepatnya sejak
kelas 5 SD kalau tidak salah. Dengan memakai jeans cream dan tentu saja
sepasang sepatu aku melangkah keluar rumah. Berlari-lari kecil dengan Arsa.
Maksud
tujuan keluar ceria kami sore ini adalah untuk makan bersama. Selama ini kami
hanya makan di rumah belum pernah secara utuh berlima makan di tempat kesukaannya Mbak Mira. Belum kujelaskan diawal tulisan kalau aku di tanah Ratu
Elizabeth ini tinggal bersama mahasiswa S3 bernama Pak Zein. Beliau mengangkut
keluarganya untuk menetap salama studinya disini. Ada Mbak Mira (istri) dan dua
anaknya yaitu Andrea (8 tahun) dan Arsa (empat tahun).
Bus
111 yang kami naiki berhenti di depan rumah makan tujuan. Di atas gerbang
restaurant itu terpampang tulisan TOPS. Taulah sekarang aku nama tempat yang
sering diceritakan Mbak Mira juga beberapa teman lainnya. Pendek cerita kami
masuk, memesan makanan, lalu memilih tempat duduk.
TOPS
bukan tempat makan biasa. Setidaknya bagi aku yang dari golongan orang biasa
ini. Di dalamnya tersedia segala macam jenis pengisi perut dari berbagai
penjuru bumi semisal makanan khas Thailand, Italia, China, dan Jepang. Urutan menunya
pun bukan main lengkapnya. Ada menu starter yang disesaki oleh jejeran makanan
ringan mulai dari goreng udang sampai ke onion ring. Main Course-nya juga beraneka ragam. Mau makan apa tinggal pilih. Nasi goreng? Ada. Pizza? Banyak.
Gulai bebek, goreng ayam dan segala macam yang digoreng? Tersedia. Bahkan daging
babi dengan bumbu ‘sedap’ pun telah menunggu untuk disantap. Makanan yang tersaji di TOPS bersumber dari laut, dasar laut, daratan, sampai tengah hutan.Urutan terakhir
tentu saja makanan penutup. Nah, untuk golongan ini juga tersedia banyak
sekali. Es krim, kue mengue, buah-buahan, pokoknya lengkap. Satu lagi yang perlu diketahui. TOPS ini
sistemnya Buffet. Bisa makan sepuasnya dan memilih makanan sesukanya. Mantranya
bukan lagi ‘tambuah ciek’ tapi ‘tambuah bakali-kali’.
Selama
lebih dari dua jam duduk di TOPS pikiranku berkecamuk. Ada beberapa hal yang
tidak bisa Aku lepaskan dari dalam kepala.
Pertama,
aku selalu teringat ke Makku di kampung. Tidak bisa aku bohongi hati nuraniku
kalau aku ingin membawa mak makan ke tempat-tempat seperti ini. Beliau yang
seluruh umurnya dihabiskan di kampung tidak pernah sekali pun mencicipi makanan
yang serba berbeda seperti di TOPS. Lobster yang tengah aku lahap tak tega
rasanya kuhabiskan. Mak belum pernah makan lobster. Ribs (iga) yang dimasak
dengan bumbu istimewa tak dapat kunikmati sepenuhnya. Mak belum pernah
mencicipi ribs. Begitu juga dengan makanan-makanan lainnya. Kelezatannya seolah-olah
berkurang dilidahku. Ah Mak, kapan masanya anakmu ini bisa membawamu ke tempat
semacam ini…
Kedua
adalah aku melihat betapa sejahteranya masyarakat Inggris. Mereka dengan
uang yang mereka miliki bisa dengan leluasa melahap makanan apapun yang mereka
suka. Keadaan ini sangat berbeda dengan masyarakat kampungku yang telah lama
disandera oleh harga karet yang tak naik-naik. Mereka yang tidak memiliki
kekuatan lagi untuk membawa lauk pauk yang berdaging ke meja makanan. Mereka yang
suaranya tidak pernah sampai ke hati para penguasa. Suara itu hanya membentur
gendang telinga saja kemudian memantul keluar dan hilang terbawa angin. Aku mengutuk
diri sendiri yang sampai detik ini belum mampu berbuat banyak. Hanya doa saja
yang baru bisa kupanjatkan kepada Allah SWT.
Ketiga
yaitu besarnya rahmat Allah. Soal menyayangi hambanya Allah pasti selalu adil. Bayangkan,
masyarakat Inggris yang tidak beriman kepadanya saja diberikan nikmat dunia
yang begitu banyaknya oleh Allah. Disitulah letak rahmat Allah yang tidak
memihak siapapun. Siapa saja Dia limpahkan kasih sayangnya di dunia ini
untuk menguji hamba tersebut mau tidak dia beriman dan kemudian bersyukur
kepadaNya. Bila terus-terusan ingkar, rahmat yang sedemikian melimpah ruah akan terputus
seiring hilangnya nyawa dari badan. Artinya di akhirat nanti hanya yang
betul-betul beriman kepada Allah lah yang masuk hitungan untuk diberikan rahmat
syurga. Yang kafir? Kemana lagi kalau bukan dicampakkan ke neraka.
Ke
empat adalah kelezatan makan itu sama saja. Aku selalu teringat pesan Mak
ketika kecil dulu. ‘Makan itu, apapun yang dimakan, enaknya hanya sampai
kerongkongan’ kata beliau. Tidak salah. Aku merasakan lobster yang Aku makan,
atau Sushi yang Aku kunyah, ketika sampai tenggorokan sensasinya sama saja dengan rebus ubi Mak yang hanya dibubuhi
garam. Sedikitpun tak ada beda. Aku pikir, disitulah letak maha adilnya Allah
yang menjadikan kelezatan makanan itu hanya di lidah dan itu hanya sebentar
sebelum masuk ke kerongkongan saja. Setelah sampai ke kerongkongan kemudian
turun ke perut, semuanya akan menjadi kotoran. Tidak ada beda lagi yang mana
makanan mahal dan yang mana makanan murah.
Kelima,
nafsu itu menipu. Mengapa menipu? Karena pada awalnya aku ingin mencicipi semua
makanan yang ada. Hendak kumasukkan semuanya ke perutku. Tapi apa hendak dikata. Kemampuan manusia tidaklah semenggebu nafsunya. Baru saja memakan Sushi
dan goreng udang beberapa butir, aku sudah kenyang. Niatku untuk melahap nasi
goreng saja terpaksa aku urungkan. Tak kuat lagi perutku menerima makanan
ekstra. Aku menjadi sadar kalau sesungguhnya tubuh manusia ini terbatas dalam
mengakomodir yang diinginkan oleh nafsu. Menurutku, begitu juga dengan batin
manusia. Aku yakin batin kita tidak akan mampu bila ingin menampung segala
macam pernak pernik dunia yang dimaui oleh nafsu. Batin kita akan memberontak
karena dia akan tersiksa oleh nafsu yang tidak mengenal kata puas, yang selalu
meminta lagi dan lagi.
Terakhir,
aku rasa aku belum cukup bersyukur. Ketika mengantri makanan aku lihat sekujur
tubuhku dari sepatu yang aku pakai sampai kemeja yang melekat di badan. Semuanya
dalam kondisi bagus. Makanan yang aku santap juga seluruhnya mewah. Aku berpikir,
banyak orang diluar sana yang tidak memiliki apa yang aku miliki ini. Ramai mereka
yang tidak mencicipi kesempatan seperti yang aku nikmati ini. Tiba-tiba aku
merasa tidak enak hati. Nikmat yang berlimpah ini jangan-jangan belum
sepenuhnya aku syukuri. Takut bila di akhirat nanti apa yang ada padaku
sekarang dan yang aku lalui hari ini menjadi sumber siksa sebab aku gagal
bersyukur. Na’udzubillahi min dzalik.
Jam
sudah menunjukkan pukul Sembilan lewat. Kami sepakat untuk menyudahi santap
malam dan pulang ke rumah. Di perjalanan ke halte bus aku memegang perut
Arsa yang menggelembung. Kukatakan kepadanya kalau dalam perut besarnya ada
bayi Spiderman. Dia mendebatku. Dengan penuh keyakinan dia bilang kalau dalam
perutnya itu bukan bayi tetapi nasi. Aku hanya tersenyum…
Comments
Post a Comment