Apa yang ada di pikiran anda jika anda mendengar kata ‘pejabat’?
Koruptor perut buncit pengumbar senyum palsu yang seringkali terlambat dalam
acara-acara formal? Atau seorang pekerja keras yang menyenangkan yang selalu terobsesi
untuk membawa institusi yang dipimpinnya menjadi yang terbaik? Apapun yang ada
dalam pikiran anda adalah benar adanya karena gambaran yang ada di kepala anda itu
merupakan cerminan dari realita yang ada.
Disadari atau tidak memang kata pejabat memiliki arti
konotasi negatif di telinga sebagian orang Indonesia mengingat hampir setiap
hari kita disuguhkan berita miring tentang pejabat. Kabar tentang pejabat korupsi,
selingkuh , mesum, tidak becus, dan lain-lain seolah menjadi santapan empuk
awak media baik media cetak maupun elektronik.
Di dunia maya pun nasib kata pejabat tidak lebih baik. Jika kita
ketik kata pejabat di mesin pencari Google, sebagian besar hasilnya adalah
tentang pejabat yang korup. Mengenaskan bukan? Tapi begitulah kenyataannya. Negara
kita tercinta ini memang dipenuhi oleh tikus-tikus comberan yang rakus. Mereka berkeliaran
di setiap selokan aktif mencari makanan-makanan sisa yang bisa dibawa pulang.
Berbicara tentang pejabat, hari ini saya dikejutkan oleh
seseorang yang tidak dikenal. Itu terjadi ketika saya sedang konsentrasi
membaca slide power point untuk presentasi bos saya. Tengah asyiknya membaca
orang tak dikenal tersebut menepuk pundak saya dari belakang dan langsung
mengulurkan tangan. Spontan saja saya sambut uluran tangannya. Dengan senyuman
yang tulus dia memperkenalkan diri dalam Bahasa Indonesia. Semakin kaget saya
jadinya.
Di dalam kekagetan saya coba untuk mengingat nama pria
tersebut. Tapi tidak berhasil. Akhirnya saya pusatkan mata ke kartu nama yang
tergantung di lehernya. Di kartu tersebut tertulis Cameron Kerr Director and
Chief Executive, CEO of Taronga. Hah, dia ‘pejabat’ tertinggi dari kebun binatang
paling terkenal di Australia ini? teriak saya dalam hati.
Benar-benar tidak terlintas sama kali di benak saya kalau
dia adalah orang yang paling dihormati di Taronga Zoo. Cara dia berinteraksi
dengan saya dan pegawai-pegawai lainnya sama sekali tidak mengesankan bahwa dia
adalah bos besar kami. Para pegawai pun terlihat tanpa beban berbincang
dengannya. Setelah percakapan singkat kami seputar Jambi dan Indoensia akhirnya
Cameron memohon diri. Salah satu dari pegawai berujar kepada saya bahwa dia
memiliki jadwal yang super padat. Tak lupa pegawai tersebut menyelipkan
opininya bahwa dia dan pegawai lainnya di Taronga Zoo sangat menyukai Cameron.
Pemimpin seperti Cameron mungkin cukup langka di Indonesia. Kalaupun
ada pasti sangat dimusuhi oleh para pejabat lainnya sebagaimana yang terjadi
pada Jokowi-Ahok. Kedua orang pemimpin muda ini benar-benar menjadi mimpi buruk
bagi kaum elit di negeri yang katanya ramah ini. Mereka tidak gila mobil dinas
yang super mewah. Mereka tidak perlu kawalan sekompi jika bepergian. Mereka bukan
tipe pejabat yang hanya berkata ‘saya prihatin’ di atas mimbar pidato terhadapap
nasib buruk yang menimpa rakyatnya. Dan banyak lagi perbedaan mereka dengan
pemakan-pemakan uang rakyat di negeri ini.
Meskipun kata pejabat secara
denotasi bermakna positif, tetapi makna konotasi negatifnyalah yang jauh
meresap kedalam hati masyarakat tanah air. Oleh karena itu saya rasa tidak
pantas pemimpin-pemimpin seperti Cameron dan Jokowi dipanggil pejabat mengingat
integritas mereka tidak seperti para pejabat.
Comments
Post a Comment