Hari ini merupakan kali kedua kami ‘manggung’ di
negeri kangguru. Bertempat di Macarthur Anglican School, sebuah sekolah yang
berada lebih kurang satu jam perjalanan darat dari kota Sydney, kami sukses membuat
audien terpana. Kami bisa melihat jeklas decak kagum mereka akan kelihaian kami
dalam menari.
Macarthur Anglican School boleh dikatakan sekolah yang
cukup terpencil karena tidak banyak rumah penduduk disekitar sekolah ini. Meskipun
demikian pemandangan dari sekolah yang bermoto ‘enter to learn get out to serve’
ini patut diacungi jempol. Terdapat lapangan luas disamping sekolah untuk
berlatih berkuda. Perbukitan yang jauh disana pun bisa terlihat. Hembusan angin
dari alam di sekitar sekolah ini benar-benar menyegarkan.
Kami tiba di Macarthur Anglican School lebih kurang
jam 10.30 pagi setelah sebelumnya kami berangkat dari stasiun Central. Sesampai
di sekolah, kami disambut dengan hangat oleh salah satu guru yang pandai sekali
berbahasa Indonesia. Dengan senyum yang ramah ibu guru ini menyilakan kami
masuk ke suatu ruangan. Dalam ruangan yang tak begitu besar itu sudah tersedia
beberapa kue dan makanan ringan untuk sekedar penahan lapar. Sepertinya pihak
sekolah tahu benar kalau kami suka makan.
Tak berapa lama menikmati hidangan, kami langsung
berjalan menuju ke sebuah kelas. ruang kelasnya tak begitu besar. Cukup lah
untuk menampung sekitar 25 orang siswa. Dinding kelas tersebut dipenuhi oleh
poster-poster yang berhubungan dengan Indonesia. Poster-posternya pun beragam. Ada
gambar orang berpakaian adat minang. Lompat batu di Nias. Bahkan poster iklan
Honda Karisma pun ada. Di halaman kelas terdapat pondokan khas Bali yang bisa
digunakan untuk rapat lesehan atau sekedar bersantai. Singkatnya suasana
kelasnya Indonesia sekali.
Di kelas tersebut telah duduk beberapa murid SMP dan
SMA yang sepertinya memang menunggu kedatangan kami. Dengan senyum yang
sumringah kami memasuki ruangan dan memperkenalkan diri masing-masing. Tak lupa
kami menyapa para siswa dalam Bahasa Indonesia yang mana kami mendapatkan
respon yang sangat antusias. Sebagai ice breaker sebelum diskusi singkat tentang
Indonesia, kami mengajak para siswa untuk bermain permainan tradisional
Indonesia, Ular Naga. Permainan yang hanya berlangsung sekitar lima menit ini
telah berhasil merebut hati mereka. Hal ini terlihat jelas dari wajah ceria
mereka sewaktu bernain.
Sebagaimana agenda kunjungan ke sekolah sebelumnya,
di perhelatan kali ini kami juga melakukan ‘dressing up’ kepada para siswa. Dressing
up adalah pengenakan baju adat yang kami bawa masing-masing kepada para siswa. Hal
ini bertujuan untuk lebih mendekatkan budaya Indonesia kepada anak-anak tesebut
sehingga nantinya mereka bisa lebih mengenal pakaian-pakaian adat yang berasal
dari daerah yang berbeda di Indonesia.
Setelah dressing up selesai kami besiap-siap untuk
melakukan inti acara dari kunjungan kami, yaitu culture performance. Pada culture
performance kali ini kami membawakan beberapa tarian yang popular dari
Indonesia seperti Tari Saman dan Tari Bali.
Tepat pukul tiga sore kami bersiap-siap memasuki bus
untuk kembali ke kota Sydney dengan wajah yang berseri-seri. Perjalanan pulang berlangsung
menyenangkan. Euforia manggung di Macarthur Anglican School masih terasa begitu
dahsyat di setiap sanubari kami. Mood ceria kami seketika berubah tatkala sampai
ke stasiun Central. Tanpa kami sadari kami telah menumpahkan dua kaleng minuman
soda ke dalam bus yang kami naiki. Walaupun sudah agak kering tapi tetap saja
berbekas. Mengetahui hal ini si supir bus langsung meminta ‘uang denda’ sebesar
AUD 70 per kaleng. Karena ada dua kaleng yang tertumpah berarti kami harus
membayar AUD 140! Bukan jumlah uang yang sedikit memang. Apalagi jika dihitung
dalam rupiah. Untung saja coordinator kami, Ibu Sylvia, bersama kami. Jika
tidak dengan sangat terpaksa kami ‘patungan’ untuk membayar sejumlah uang yang
diminta oleh pak supir tersebut.
terimakasih banyak informasinya mas admin, semoga sukses selalu. Salam.
ReplyDelete