Hari ke dua saya di Kota Sydney bertepatan dengan
hari raya qurban. Suasana hari raya sama sekali tidak terasa disini.
Orang-orang menjalani hari mereka dengan aktifitas yang super sibuk seperti
hari-hari lainnya. Jalanan dipenuhi oleh kendaraan yang lalu lalang.
Langkah-langkah tergesa-gesa pun mudah
ditemui disepanjang trotoar kota Sydney.
Mungkin sebagian dari mereka tidak mengetahui bahwa hari ini adalah hari
besar bagi umat Islam.
Pagi-pagi sekali kami sudah siap di lobi hotel
sebelum menuju stasiun kereta terdekat. Nantinya, kami akan berkumpul dengan
masyarakat Indonesia yang berada diseputaran kota Sydney untuk sholat Ied
secara berjamaah. Udara pagi ini cukup dingin, 10 derajat celcius. Dengan badan
yang menggigil saya dan teman-teman
bergegas pergi agar tidak ketinggalan kereta.
|
Jamaah berkumpul sebelum sholat |
|
Khatib sedang berkhutbah |
|
Stasiun Kereta di Sydney |
Sesampai di stasiun kereta, kami terlebih dahulu
membeli tiket (Ya iyalah, mustahil nyelonong aja, hehe). Cara membeli tiket
disini sedikit berbeda dengan yang kita temui di Indonesia. Kalo di Indonesia
kita tinggal pergi ke loket penjualan tiket dan petugas stasiun akan memberikan
kita tiket keberangkatan sesuai dengan yang kita minta. Kalo disini kita harus
menuju ke sebuah mesin penjualan tiket yang mana tidak ada penjaganya. Mesin
penjualan tiket ini dilengkapi dengan layar sentuh yang memudahkan kita memilih
rute perjalanan yang kita inginkan. Kita tinggal menekan tombol rute perjalanan
kemudian memasukkan uang ke lobang yang telah disediakan. Mesin tersebut akan
memproses transaksi kita dan memberikan uang kembalian secara otomatis.
Pokoknya jebret deh mesinnya.
|
Mesin Tiket |
|
Permisi dulu dengan mesinnya sebelum masuk. Untuk mendapatkan izin kita harus memasukkan tiket yang barusan dibeli. |
Transportasi menggunakan kereta disini memang nyaman
dan bersih rutenya pun lengkap. Hanya saja sedikit tidak bersahabat dengan
kantong. Untuk rute yang kami lalui saja kami harus menguras kocek AUD 7.20 atau
sekitar Rp. 80.000. Lama-lama bisa jatuh miskin tinggal disini. Apalagi kalo
kita mengandalkan uang kiriman dari kampung. `
|
Sesaat sebelum masuk kereta |
|
Suasana di dalam kereta |
Setelah tiket ditangan, kami langsung menuju kereta.
Keretanya dua tingkat. Sangat nyaman dan bersih. Sekitar 10 menit perjalanan,
akhirnya kami sampai juga ke suatu daerah bernama Tempe. (Cara bacanya Tempi
bukan Tempe apalagi tempe goreng). Selanjutnya kami jalan kaki lagi sekitar 10
menit menuju sebuah lapangan. Disana telah berkumpul puluhan orang Indonesia
lengkap dengan atribut sholat mereka.
Ada cerita menarik sewaktu kami berjalan kaki menuju
lapangan. Saat itu kami dilewati oleh sebuah truk sampah yang sedang
mengumpulkan sampah-sempah yang terparkir di depan rumah-rumah warga. Sampah
mereka pun bukan sampah biasa bagi kita warga Indonesia. Ada TV 24 inci, kursi
yang masih bagus, dan beberapa peralatan rumah lainnya. Mirisnya, semua barang
yang dimasukkan kedalam truk itu langsung otomatis dihancurkan oleh mesin
penggiling yang melekat di bagian belakang truk. Tidak tega rasanya melihat TV
yang kelihatan masih bagus diluluhlantahkan didepan mata. Coba di Indonesia
tentu lain ceritanya. Bersambung…
Comments
Post a Comment