Akhirnya Penasaran itu Terjawab




Negara ‘barat’ memang seolah menjadi pusat dari berbagai perabadan modern di pernjuru bumi ini. Walaupun secara perlahan mereka tersalipi oleh negara-negara asia timur seperti Cina dan Korea, namun harus di akui mereka masih memiliki hegemoni dalam bidang ekonomi, budaya, politik, dan ilmu pengetahuan. Amerika Serikat contohnya. Negara super power yang tempo hari mengalami ‘shutdown’ ini masih perkasa untuk menggoyah kestabilan ekonomi dunia melalui penetrasi dolarnya. Tak hanya itu saja, negeri Paman Sam juga masih menjadi kiblat teknologi informasi dunia melalui Silicon Valley mereka. 

Tak berbeda dengan Amerika, Australia juga tergolong kedalam negara ‘barat’ yang memiliki pengaruh besar terhadap peradaban modern dunia. Salah satunya dalam bidang pendidikan. Negara tetangga dekat Indonesia ini perlahan tapi pasti menjadi tujuan favorit para pejalar dari seluruh penjuru bumi. Tentu ada yang spesial dengan Asutralia sehingga masyarakat dunia mau berbondong-bondong belajar kesana. 

Jika diamati terdapat banyak aspek yang berkontribusi terhadap kemajuan negara-negara ‘barat’ seperti Amerika dan Australia. Selain tata kelola negara yang baik, boleh jadi kualitas sumber daya manusia juga memegang peranan penting. Sebagai orang Indonesia yang pernah berkunjung ke dua negara berbahasa Inggris diatas, saya memiliki impresi lebih kurang sama ketika berada dibawah langit mereka. Orang-orang Amerika dan Australia secara umum sama-sama aktif, percaya diri, dan menghargai waktu. 

Karakter orang ‘barat’ yang sedikit berbeda dengan karakter orang Indonesia ini meninggalkan rasa penasaran yang amat dalam di benak saya. Saya betul-betul dihantui pertanyaan mengapa orang-orang di negeri Pak Obama mampu membuat perubahan besar terhadap dunia. Sayangnya hasil penelusuran saya selama dua bulan di Amerika tahun 2011 silam ternyata belum cukup untuk memberikan jalan terang dari rasa penasaran tersebut. Namun saya yakin betul bahwa terdapat suatu proses kehidupan yang dilalui oleh setiap individu disana sehingga mereka memiliki mental ‘pemenang’ dalam menjawab tantangan global. 

Setelah dua tahun berlalu, hari ini saya bisa menyimpulkan bahwa saya telah menemukan benang merah dari rasa penasaran yang saya alami. Semuanya bermula ketika saya mendapat tempat magang kerja di bagian pendidikan pada sebuah kebun binatang di Sydney, Australia. Taronga Zoo nama kebun binatang tempat saya bekerja itu. Karena saya di tempatkan di bagian ‘education center’ dari kebun binatang tersebut, saya berkesempatan untuk mengikuti proses belajar mengajar di kelas. 

Siswa yang belajar di Taronga Zoo Education Center cukup bervariasi, dari sekolah dasar sampai mahasiswa perguruan tinggi. Mereka diberikan berbagai macam materi yang berkaitan dengan konservasi alam dan kehidupan binatang. 

Hari pertama bekerja saya terkejut sekali dengan gaya mengajar guru-guru disini. Mereka tidak henti-hentinya memuji para siswa ketika di dalam kelas. Kalimat ‘you are really well-behaved’ sangat sering keluar dari mulut para guru jika para siswa telah duduk dengan rapi. Kata-kata bernada pujian lainnya seperti ‘excellent, fantastic, great, dan well-done’ seolah telah menjadi kata-kata yang harus diucapkan dalam berinteraksi dengan siswa. 

Para siswa yang mengikuti kelas binatang disini pun tidak begitu sulit diatur. Mereka akan berbaris dengan rapi tanpa bersuara jika sang guru meminta demikian. Saat masuk kedalam kelas para siswa tidak berdesak-desakan. Mereka berbaris rapi tanpa saling dorong. Apabila kelas telah dimulai, para siswa akan memperhatikan dengan serius. Jika sang guru melemparkan pertanyaan atau meminta tanggapan, para siswa akan berlomba untuk menjawab dengan mengangkat tangan masing-masing. 

Jika beberapa hari ke belakang saya hanya mengikuti kelas dari SD sampai perguruan tinggi, hari ini saya berkesempatan untuk berkunjung ke salah satu Taman Kanak-kanak di daerah Mosman, Sydney. Saya pergi bersama Ryan dan Cal. Ryan adalah salah satu staff di Education Center kebun binatang Taronga dan Cal merupakan tokoh suku Aborigin yang sangat disegani di Sydney. 

Pada kunjungan tersebut, kami membawa beberapa binatang untuk diperkenalkan kepada para siswa. Selain itu kami juga membawa beberapa peralatan music tradisional suku Aborigin. Ryan bercerita tentang binatang yang dibawa sedangkan Cal bertugas menghibur anak-anak dengan nyayian-nyayian tentang bianatang. 

Saat kami memulai kelas anak-anak sudah dalam keadaan duduk dengan rapi. Bahkan saya bisa melihat seorang anak yang berupaya keras menyuruh teman di depannya untuk duduk lebih ke belakang agar barisan mereka lurus. Tak begitu berbeda dengan anak-anak SD yang saya amati di Education Center, anak-anak TK ini juga sangat aktif dan percaya diri. Mereka saling mengangkat tangan untuk bertanya, berbicara dengan kepercayaan diri yang tinggi, dan saling berebut maju ke depan saat Ryan meminta lima orang saja yang maju. 

Pengamatan saya terhadap anak-anak TK hari ini ditambah dengan beberapa pengamatan lainnya tempo hari benar-benar memberikan titik terang dari rasa penasaran saya. Saya menjadi mengerti sekarang mengapa banyak orang-orang ‘barat’ menjadi individu-individu yang mampu merubah dunia. Seperti yang telah saya ceritakan diatas, ternyata pola mengajar guru dan orang tua sangat berperan penting terhadap perkembangan mereka. Mereka sepertinya memang dididik untuk mandiri dan tidak malu untuk menunjukkan siapa mereka. Lihat saja anak-anak TK yang notabene masih berumur 3 atau 4 tahun begitu PD saat diminta oleh Ryan untuk maju ke depan. 

Peradaban modern yang dipimpin oleh negara-negara barat seperti Amerika dan Australia tidak terbentuk begitu saja. Terdapat suatu proses yang panjang yang melibatkan semua elemen negara termasuk membangun karakter bangsanya sejak usia dini. Tentu ini merupakan contoh yang pas untuk Indonesia jika benar-benar ingin menjadi negara yang maju dan mandiri.

Comments