tag:blogger.com,1999:blog-29110520848105692752024-03-14T17:56:57.351+07:00PutellakingBe extraordinary!Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.comBlogger116125tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-87985079797867066332022-07-09T15:44:00.007+07:002022-07-13T11:31:43.450+07:00Kedatangan Schouw Santvoort ke Padang [1]<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><b><span style="font-family: courier; font-size: medium;">PERJALANAN ITU SENDIRI </span></b></div><p style="text-align: center;"><b><span style="font-family: courier; font-size: medium;">BAGIAN PERTAMA </span></b></p><p style="text-align: center;"><b><span style="font-family: courier; font-size: medium;">KEDATANGAN DAN TINGGAL DI PADANG</span></b></p><p style="text-align: center;"><b><span style="font-family: courier; font-size: medium;"><br /></span></b></p><p style="text-align: center;"><span style="font-family: courier; font-size: medium;"><b>[Terjemahan Google Translate buku </b><b style="text-align: left;">Veth, P. J. (1881). <i>Middle Sumatra: Travels and Explorations of the Sumatra Expedition Equipped by the Geographical Society, 1877-1879 </i>(Vol. 1, No. 1)<i>.</i> Brill Archive. pp. 23-25]</b></span></p><p style="text-align: center;"><b style="text-align: left;"></b></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbFRUhxJGgNFci8LWw9QVZd0S6ef5ooQ3SJVtQvwEO8Dy5FPQxDI9VFfOwuGcEgv6ktxJG8BJML4r6fnvt4Ll_Av4a0xROHPBokb7n-tsVosBR1M7N8004vnqLCAA_1jj7WnQoXX9qiwBvUrQnEm8FSTWNoY1hFDzUI00rnmjAfaBw4dnI_G1EMzWOQQ/s1600/peta-blog.jpeg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1125" data-original-width="1600" height="450" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbFRUhxJGgNFci8LWw9QVZd0S6ef5ooQ3SJVtQvwEO8Dy5FPQxDI9VFfOwuGcEgv6ktxJG8BJML4r6fnvt4Ll_Av4a0xROHPBokb7n-tsVosBR1M7N8004vnqLCAA_1jj7WnQoXX9qiwBvUrQnEm8FSTWNoY1hFDzUI00rnmjAfaBw4dnI_G1EMzWOQQ/w640-h450/peta-blog.jpeg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber foto: Indonesia Zaman Doeloe</td></tr></tbody></table><p></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Ketika, pada akhir perjalanan yang panjang dan monoton, seseorang semakin mendekati tujuan perjalanan, ketika akhirnya daratan yang begitu sering menjadi bahan pemikiran dan percakapan membayang di cakrawala, pikiran si pengelana menerima kesan-kesan yang luar biasa yang, betapapun sering terkubur di bawah banyaknya peristiwa yang lebih baru, muncul di benaknya lagi dan lagi dengan kejelasan yang tidak berkurang. </span></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Ketika pada tanggal 23 Februari 1877 "Conrad" dari "Nederland Maatschappij" tergeletak di pinggir jalan Padang, para anggota ekspedisi Sumatera, yang telah mengucapkan selamat tinggal kepada Tanah Air untuk perjalanan ini, melihat sebagian dari pulau Sumatera di depan mereka. Pemandangan itu agung dan pedih. Pulau itu terbentang di sana seperti sekumpulan gunung, ditutupi dari atas ke bawah dengan hutan lebat dan diselimuti oleh kabut tipis. Jauh ke dalam laut kaki pegunungan itu tampak menuruni curam, sedangkan lerengnya, yang dibajak dengan alur-alur yang dalam, memperlihatkan alur-alur gelap di mana cahaya matahari tropis tidak tembus. Di atas gradasi warna terang dan gelap itu, orang-orang mengangkat puncak abu-abu polos mereka, dan karena tidak adanya banyak tanda yang menunjukkan kedekatan wilayah berpenghuni, seolah-olah baru hari ini para penjelajah pertama akan menjelajahi negara itu; mereka melihatnya, berkali-kali setelah itu, di semak-semak, garang dan sombong. </span></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Mereka tidak lama diizinkan untuk melihat medan pengembaraan masa depan mereka seperti yang digambarkan; pendaratan mengakhiri semua pemikiran, dari semua pemikiran interogatif yang bersatu di dunia baru ini ke pertanyaan komprehensif yang tak terucapkan: Bagaimana itu akan ada di sana? Sebuah kapal uap kecil mengguncang mereka dari kapal uap, di sekitar Gunung Monyet, ke muara sungai di Padang. Hampir tidak ada rota yang menjorok ke laut, berputar-putar, ketika mata melihat beberapa rumah dan gudang di sampingnya, prahu kecil dan besar terletak di muara sungai, pohon kelapa di sekitar rumah, penduduk di tepi sungai; dan ketika sampan itu segera membawa kami dari kapal uap ke pantai, kesan pertama adalah takjub akan semua hal aneh, di mana orang tanpa sadar menuduh diri mereka salah membaca dan salah memahami semua yang mereka baca atau dengar tentang Hindia. </span></p><p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWXbZEY9558wxvW2_vy9t6Gkf7RUb0WEP9O20nFnjQ8re9uH4RabxO7wtnZKHzK8xpd5N4MD1hiDdHVIC22rJFDBCEf_vxwoRN8Netn6xi3Vk3vd2HSGctz0_pMeRgCs74rcPchDXaoe59KVMfn2hn0w28YtFd6pdQ0U0B6AdGnCmpgqo0biN-zXwxyg/s2008/1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1634" data-original-width="2008" height="520" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWXbZEY9558wxvW2_vy9t6Gkf7RUb0WEP9O20nFnjQ8re9uH4RabxO7wtnZKHzK8xpd5N4MD1hiDdHVIC22rJFDBCEf_vxwoRN8Netn6xi3Vk3vd2HSGctz0_pMeRgCs74rcPchDXaoe59KVMfn2hn0w28YtFd6pdQ0U0B6AdGnCmpgqo0biN-zXwxyg/w640-h520/1.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Padang, 1888-1905. Sumber foto: Tropen Museum</td></tr></tbody></table><p></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Tuan Schouw Santvoort telah meninggalkan kapal lebih awal, dan ketika Lords Veth dan Snelleman menginjakkan kaki di negara asing, tanpa kesediaannya di kapal begitu sering menunjukkan kesediaan mereka untuk membantu mereka di sini juga, itu adalah pengalaman yang menyenangkan bagi mereka mengejutkan bahwa pendamping masa depan mereka, Lord of Hasselt, yang sampai sekarang hanya mengenal anggota lain hanya dengan nama, sedang menunggu mereka di dermaga. Saat masih menjabat sebagai Kontrolir Afdeling Soupajang di Pantai Barat Sumatera, ia telah diberikan izin oleh Gubernur provinsi ini untuk hadir pada kedatangan rekan-rekan anggotanya, untuk melakukan diskusi pertama tentang pelayaran di satu kali. Pengaturan yang baik hati ini sangat dihargai oleh kita semua dan segera terbukti sangat bermanfaat. </span></p><p></p><p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmiabRYwq4glAXtFMIOKxKCrh7tSw3Zeigtt3UWEmShr0xB6RWBxBm3giQcKVO3ZuNL4J-1duuGTHf7nNSdOXxTEuAczAApVJkwQZTv3YfpLWdOkM7bfV2nFEvZdnY36Tq8b7c6NoMTf2uLJPo2Vw0O65WHd2Mxygm7W6dr8fgUwfVKwB2oiw013vJqg/s1614/2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1614" data-original-width="1324" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmiabRYwq4glAXtFMIOKxKCrh7tSw3Zeigtt3UWEmShr0xB6RWBxBm3giQcKVO3ZuNL4J-1duuGTHf7nNSdOXxTEuAczAApVJkwQZTv3YfpLWdOkM7bfV2nFEvZdnY36Tq8b7c6NoMTf2uLJPo2Vw0O65WHd2Mxygm7W6dr8fgUwfVKwB2oiw013vJqg/w526-h640/2.jpg" width="526" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">M. Schouw Santvoort dalam ilustrasi buku dengan judul: Décédé Djambi 1877. Sumber foto: Tropen Museum</td></tr></tbody></table></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Kami kemudian melanjutkan ke hotel Sumatra dengan dua gerbong. Sebagaimana diketahui bahwa Padang bukanlah kota dengan jalan-jalan dan gang-gang, dengan kedai-kedai kopi dan toko-toko, dengan rumah-rumah yang dibangun saling berhadapan, di atas dan di atas satu sama lain, seperti kota-kota Belanda; namun orang akan berpikir bahwa pada setiap langkah seseorang maju di jalan besar yang membentang di sepanjang pantai, orang akan menemukan sesuatu yang lebih menyerupai tempat tinggal ribuan orang yang suka bergaul. Rumah-rumah pedesaan, seluruhnya atau sebagian tersembunyi di antara pepohonan di halaman, memberi kesan taman daripada kota. </span></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Banyak tamu berkumpul di hotel Sumatera. Beberapa penumpang "Conrad", termasuk mereka yang akan melanjutkan perjalanan mereka ke Batavia dengan kapal itu, mencoba di sini untuk mengimbangi kesulitan yang mereka yakini telah mereka derita di atas kapal; mereka menciptakan keaktifan yang kurang menyenangkan. ingin mencerna begitu banyak hal baru dan aneh dalam ketenangan ketika, di tengah kebingungan ini, meja nasi selesai, kami dikejutkan oleh kabar tidak menyenangkan bahwa hotel itu penuh sesak dengan tamu dan tidak memiliki ruang lagi untuk pendatang baru; Oleh karena itu, orang-orang buangan memanfaatkan tawaran salah satu tamu untuk mengganti pakaian perjalanan di kamarnya dengan yang lebih cocok.</span></p><p></p><p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhhGTGaZ2gl6ckbJmmRuLstNy9OT0SqTYlmbjLEm6l3DSrekKLocQzcBIDAdYd3a01dgoqGPQ00tzN32DwpoPal2gF7ocVdysvZT18SF8iQ1z5iAakjBCIndjq3LqMf2UH0mF34DpOkjZaC5IVbtxyVmQhUpcHjyEEpoNtM3xsIAYHozf8jSTaRgLWLQ/s1972/3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1614" data-original-width="1972" height="524" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhhGTGaZ2gl6ckbJmmRuLstNy9OT0SqTYlmbjLEm6l3DSrekKLocQzcBIDAdYd3a01dgoqGPQ00tzN32DwpoPal2gF7ocVdysvZT18SF8iQ1z5iAakjBCIndjq3LqMf2UH0mF34DpOkjZaC5IVbtxyVmQhUpcHjyEEpoNtM3xsIAYHozf8jSTaRgLWLQ/w640-h524/3.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Hotel Sumatera di Padang, 1875. Sumber foto: Tropen Museum</td></tr></tbody></table></p><p><span style="font-family: courier; font-size: large;">Bersama-sama kami tampil di sore hari dengan Tuan E. Netscher, Gubernur Pantai Barat, yang dengan hormat mengundang kami ke mejanya; dan setelah hari yang melelahkan ini, sangat menyenangkan untuk duduk di meja rekan itu dan mendiskusikan berbagai rencana kami. </span></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Sebelum melangkah lebih jauh, perlu dikaji keadaan-keadaan yang menyebabkan Tuan Schouw Santvoort tetap tinggal di Padang, meskipun rencana semula adalah bahwa ia akan segera berlayar dengan "Conrad" melalui Batavia ke Djambi untuk pergi. </span></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Sesaat sebelum keberangkatannya dari Belanda, Santvoort telah mengajukan rencana kepada Panitia Ekspedisi untuk melakukan perjalanan langsung melalui Sumatera, mulai dari Padang dan berakhir di Padang, sebelum mulai berlayar di sungai timur dengan barcas uap berakhir di Jambi. Dengan demikian menuruni Batang Hari, ia akan memperoleh gambaran tentang kondisi dan kemampuan berlayar dari sungai-sungai tersebut, yang nantinya akan digunakan pengetahuannya dalam penggunaan bara api. Komite, betapapun senangnya dengan rencana ini, berpikir bahwa mereka seharusnya tidak memberikan perintah khusus kepada Santvoort dalam hal ini, tetapi ingin membuat pelaksanaan rencana ini bergantung pada hasil diskusi antara Santvoort dan otoritas lokal itu sendiri. </span></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Atas saran van Hasselt, Santvoort, yang pada awalnya bermaksud untuk segera pergi oleh "Conrad" atas saran Gubernur yang tidak menyenangkan, memutuskan untuk tetap tinggal di Padang selama beberapa hari untuk membahas masalah ini dengan ketenangan yang diperlukan untuk menenangkan diri ketika berbicara tentang eksplorasi ini. Santvoort, perancang rencana, energik dan berani seperti biasa, mengoceh tentang hal itu, meramalkan banyak hasil baik lainnya selain hasil ilmiah, dan menghitung keberatan dan bahaya dengan sangat ringan; setelah hasil yang menguntungkan, awal yang mulia untuk ekspedisi ini akan menghormatinya, akan mengurangi jumlah musuh dan ketidakpedulian terhadap nasibnya, dan banyak yang akan, melalui dukungan keuangan mereka, memungkinkan Komite untuk memastikan kelanjutan tanpa hambatan. </span></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Van Hasselt berpendapat lain. Mengetahui lebih baik daripada Santvoort tentang keadaan daerah yang terletak di antara pantai timur dan barat, yang diinformasikan oleh kontak yang sering dengan rekan-rekannya, para pengawas distrik perbatasan, melihat dalam perjalanan yang dirancang oleh Santvoort dari Padang ke Djambi banyak keberatan, serta bahaya bagi si musafir secara pribadi, sebagaimana ketidaknyamanan yang mungkin dialami oleh sesama musafir, mulai dari Padangsche Bovenlanden, di kemudian hari di negara-negara merdeka.</span></p><p></p><p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjB1xi3MVLzKXjxCJMSdkJCkYLKp8HQ_iemHzTX7Ap6BxJytB6MhEAvRphY3sVJ-37t7cB9m6iEvLeJ7Qy8nguKKm9EbaqEN7M2dTS08PSlxUsqd0Gbm0yZkJ6I52abgs2iFK8MK3Wj2K0yUnD2zCfeuT8rE3Gr05jC3VpNzILq2RVZJ68hwObykfdRww/s700/4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="450" data-original-width="700" height="412" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjB1xi3MVLzKXjxCJMSdkJCkYLKp8HQ_iemHzTX7Ap6BxJytB6MhEAvRphY3sVJ-37t7cB9m6iEvLeJ7Qy8nguKKm9EbaqEN7M2dTS08PSlxUsqd0Gbm0yZkJ6I52abgs2iFK8MK3Wj2K0yUnD2zCfeuT8rE3Gr05jC3VpNzILq2RVZJ68hwObykfdRww/w640-h412/4.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Yohanes. F. Snelleman dan A.L. van Hasselt, anggota ekspedisi Sumatera, dengan mantri perkebunan kopi, 1877-1879. Sumber foto: Tropen Museum</td></tr></tbody></table></p><p><span style="font-family: courier; font-size: medium;">Ide-ide yang dijunjung oleh van Hasselt tentang bepergian ke bagian Central Sumatra ini paling baik ditunjukkan dalam suratnya yang tertanggal 7 Desember 1876 di Soepajang kepada Gubernur Pantai Barat Sumatera. Kami meninggalkan...[<i><b>Bersambung</b></i>] </span></p><div><br /></div>Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-10606190757312444062022-05-18T18:59:00.000+07:002022-05-18T18:59:04.982+07:00Destination ANU, Against All Odds<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSBIZe1K_Cwq0jM9w-siWCEg4AguPS8ACIa89srUSIHkqleKNcTwn9KKBS4MMP3g1UTyeCHvPWyZIJn2JhxnC1tGCbaaPwikGJvL-DvODQSvh9gHxHGl4Is8sw60Bi7W9FTUiZhjyT6tvQPw1nSrwOVBSt948_KPwnqoVFNT9KukaX_mTqlnit0vmOhw/s4032/IMG_0114.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="4032" data-original-width="3024" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSBIZe1K_Cwq0jM9w-siWCEg4AguPS8ACIa89srUSIHkqleKNcTwn9KKBS4MMP3g1UTyeCHvPWyZIJn2JhxnC1tGCbaaPwikGJvL-DvODQSvh9gHxHGl4Is8sw60Bi7W9FTUiZhjyT6tvQPw1nSrwOVBSt948_KPwnqoVFNT9KukaX_mTqlnit0vmOhw/w480-h640/IMG_0114.jpg" width="480" /></a></div><br /><p></p><p><span style="background-color: white; font-family: Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 12.24px; letter-spacing: 0.144px;">17th March 2022</span></p><p><span style="background-color: white; font-family: Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 12.24px; letter-spacing: 0.144px;">Original source: </span><span style="font-family: Roboto, Arial, sans-serif;"><span style="font-size: 12.24px; letter-spacing: 0.144px;">https://chl.anu.edu.au/news-events/news/2062/destination-anu-against-all-odds</span></span></p><div class="w-narrow right padleft hide-rsp" id="news-details" style="background: rgb(255, 255, 255); border: 0px; display: inline; float: right; font-family: Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 14.4px; letter-spacing: 0.144px; margin: 0px; outline: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 20px !important; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline; visibility: visible; width: 199.984px;"><div id="related-news" style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><div class="box nopadtop" style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin-bottom: 10px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px !important; outline: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 10px; padding-right: 10px; padding-top: 0px !important; vertical-align: baseline;"><div class="view view-news view-id-news view-display-id-block_related_news_top_five view-dom-id-b598d4308eca3c568abf4ac256894346" style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></div></div></div></div><div class="w-doublenarrow left" id="news-description" style="background: rgb(255, 255, 255); border: 0px; float: left; font-family: Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 14.4px; letter-spacing: 0.144px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline; width: 439.984px;"><div class="field field-name-body field-type-text-with-summary field-label-hidden" style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><div class="field-items" style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><div class="field-item even" property="content:encoded" style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><em style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">PhD Student Profile: Muhammad Beni Saputra</em></strong></p><h4 style="background: transparent; border: 0px; color: #55707d; font-size: 1.1em; font-weight: normal; letter-spacing: 0.01em; line-height: 1.1em; margin: 0px 0px 10px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Every once in a while, you meet an individual who appears to be unassuming nothing out of the ordinary. But then you listen to their story, and you realise how inaccurate first impressions can be. Meeting and talking to Muhammad Beni Saputra for the first time, I was taken by surprise to hear the remarkable journey he’s had to get to the Australian National University.</h4><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Dreaming the Dream</strong></p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Hailing from Jambi, a province in Sumatra, Indonesia, Beni has always been a dreamer. He is the only one in his family who can speak English. His parents are farmers, but Beni wanted to study, so his parents sent him to the city of Jambi. Beni left home at the age of 12, after completing elementary school, attending a dormitory school and living by himself. Beni had, for long, harboured a secret ambition—to fulfil his dream to study abroad.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><em style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">“It was a wild dream even when I was at university in the city of Jambi. Most people did not believe in my dream, because nobody in my village or even district had got a scholarship to study in the West or an English speaking country. When I was in the third year of my Bachelor’s degree in English Literature, I got a scholarship to study in the US for two months. This was something historic for my community.”</em></p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">The scholarship opportunity was a major confidence booster, making Beni realise he had the potential—his dreams were not so farfetched or wild after all. This milestone opened up the floodgates of opportunity for Beni, and he was consistently selected for many programs thereafter, both in Indonesia and overseas.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">In 2013, a year after he graduated, he was selected as one of the Indonesian delegates for the Australia-Indonesia Youth Exchange Program (AIYEP), where Dr Ross Tapsell from ANU was a senior delegate.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">In the same year, Beni was selected as a blogger from Malaysia and Indonesia in My Selangor Story and went to Malaysia, an initiative funded by Selangor Tourism.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Another year later, he received an LPDP scholarship from the Indonesian Ministry of Finance to study a Masters in American Studies at the University of Manchester, UK.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">The Beginnings of the ANU Chapter</strong></p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">In 2019, Beni applied for a PhD scholarship at the same LPDP institution and was once again selected. That’s how his long journey to ANU began.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Beni really wanted to study at ANU because he knew it was one of the best in the world for Indonesian Studies. Yet, he wasn’t really sure of his chances, given that he’d studied English Literature and American Masters previously.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Would the subject of Indonesian local media and politics and how digitalisation affects local media and politics in Indonesia be convincing enough? Beni had written his Master’s thesis in media studies, but he still wasn’t sure that was enough to get him into ANU.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">In 2020, Beni contacted many academic and scholars, including <a class="acton-tabs-link-processed" href="https://researchprofiles.anu.edu.au/en/persons/ross-tapsell" style="color: #00549e; overflow-wrap: break-word;">Dr Ross Tapsell</a> and <a class="acton-tabs-link-processed" href="https://researchprofiles.anu.edu.au/en/persons/marcus-mietzner" style="color: #00549e; overflow-wrap: break-word;">Associate Professor Marcus Mietzner</a>, with his initial thesis proposal. Beni recalls that his initial thesis was missing something, but he wasn’t sure what.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Subsequently, he had several fruitful discussions with Marcus on how to write a new thesis proposal. After a month of intensive reading and writing, Beni sent a completely new proposal to Ross. The proposal was accepted. For Beni, it was a dream come true.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><em style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">“I had never imagined that I could study under the supervision of someone like Ross; or even having in-depth discussions with Marcus—I had read his books while doing my Masters!. I was accepted at ANU!”</em></p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Plans, Interrupted</strong></p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">You would think ‘all’s well that ends well’, but of course there’s a twist in the tale. In fact, several twists…</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Beni had to wait six months before initiating any plans to move to Australia, because he had to finish his IELTS classes in Jogjakarta. But two weeks into being in Jogjakarta, COVID-19 broke out.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Beni and his family were there in the middle of it all, not knowing anyone. Every single street and small alley was deserted suddenly due to a lockdown. Ultimately, Beni had to spend one and a half months in Jogjakarta before returning to Jambi and taking his IELTS classes online.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Following this first debacle, Beni went to Jakarta for the medical check-up for his visa. This time, it was in the midst of Delta, the second wave of COVID. Beni was terrified, because he didn’t want to be a carrier of the virus back home. Most people in his community believed that COVID 19 was only prevalent in Jakarta or Java, not in Jambi.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Beni completed his medical check-up and returned to Jambi. A day later, the hospital called him and informed him that he had to return to Jakarta once more because there was a white spot in his chest x-ray.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">They wanted to make sure it wasn’t active TB. If it was, Beni would have to be treated at the hospital in Jakarta for six months and had to take medicines in front of the hospital officials during the Delta wave every day.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">It was frightening and frustrating, because Beni would have to go back and also drag his family back with him. Nevertheless, Beni did go and take a sputum test for three days, and then returned to Jambi.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Beni obliged, went to Jakarta, and took a sputum test for three days before returning to Jambi. However, because of the suspected TB and everything that came with it, Beni had to defer his studies for about a year. He had been informed he would have to wait three months for the results. After the three months were up, Beni was asked to return to Jakarta to get the results of the test.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">So Beni booked his flight. But as is customary these days, one hour before his flight, Beni had to take a COVID 19 test. In Indonesia at the time, it was a mouth-based test where one had to blow into a bag and the oxygen is analysed using a computer. The results? It was positive. Luckily, Beni insisted on a second test, and thankfully, that showed up as negative—so he finally boarded the flight to Jakarta!</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Once Beni got to Jakarta, he went to the hospital to get his TB results. Fortunately, it was negative. A relieved Beni returned to Jambi, and a few days later, his visa was granted.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">ANU, Finally</strong></p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">In February 2022, Beni was ready to travel from Jambi to Canberra for ANU. He organised his tickets to arrive in Canberra, and three days prior to his departure, he took the customary swab test for COVID.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Yes, he tested positive for the Omicron strain. Once more, Beni had to reschedule his flights, insurances, and several other logistical arrangements.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">After isolating for 14 days with his family, he got another test, which was negative. He was ready to get on to the next flight to Australia. It was destination ANU—finally!</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">The Road Ahead</strong></p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Beni has just arrived, but he’s excited. After he completes his PhD, he envisions becoming a professor of media studies and teach at his university back in Jambi. When’s he not studying, Beni loves reading and writing (not surprisingly!), and has written for New Mandala and East Asia Forum.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">But it wasn’t always all work and no play for Beni. Ironically, he used to be an avid player of PlayStation when he was in high school. In fact, he used to sometimes skip classes to play PlayStation!</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">He finally didn’t even pass the national exam at his high school as a result of this addiction, so he had to take an alternative test (PAKET C) to make it to University! People like Beni continue to be an inspiration to so many, including young, aspiring students who forget to believe in themselves and their dreams. Despite all the odds, Beni is that much closer to living his dream.</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">We wish Beni all the best with his PhD and a wonderful student experience at ANU!</p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><em style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Are you a dreamer like Beni? Is it your dream to study something you're passionate about? Chase your dream, come to ANU!</strong></em></p><p style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 5px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="background: transparent; border: 0px; font-size: 14.4px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">For program administration and Academic advice please contact the CHL Education Support team on <a class="acton-tabs-link-processed" href="mailto:education.chl@anu.edu.au" style="color: #00549e; overflow-wrap: break-word;">education.chl@anu.edu.au</a></strong></p></div></div></div></div>Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-58657223819724067832021-10-27T19:28:00.025+07:002021-10-28T19:45:02.425+07:00Harapan saat Merdeka dari Pandemi: Kemerdekaan Hakiki<p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://asset.kompas.com/crops/Ld8VkbKRtoF7_Wxgcg2HWsf8QXY=/0x0:1000x667/750x500/data/photo/2020/10/18/5f8c39f94cf39.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="color: black; font-family: georgia;"><img border="0" data-original-height="500" data-original-width="750" height="427" src="https://asset.kompas.com/crops/Ld8VkbKRtoF7_Wxgcg2HWsf8QXY=/0x0:1000x667/750x500/data/photo/2020/10/18/5f8c39f94cf39.jpg" width="640" /></span></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: georgia;">Sang Raja Hutan Sumatera. Sumber gambar: Kompas.com</span></td></tr></tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-align: left; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><span id="docs-internal-guid-a52453c4-7fff-5c07-195b-76df6a01d1b7"><span style="font-family: georgia;"><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><br /></span></span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Hari itu suasana </span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Baru Air Batu, sebuah desa kecil di Kabupaten Merangin, Jambi berjalan seperti biasa. Pagi-pagi buta warga desa sudah berangkat ke kebun untuk mencari sesuap nasi. Sementara itu, </span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Abu Bakar dan teman-temannya kembali mendaki Bukit Semenit yang berlokasi tidak begitu jauh dari rumah mereka</span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">. Aktivitas ini rutin mereka lakukan. Maklum, sinyal ponsel, apalagi koneksi internet berkecepatan tinggi, belum menjamah Desa Baru Air Batu. Hanya di Bukit Semenitlah mereka dapat menikmati merdeka belajar dan berkarya secara digital. </span></span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Tengah asyik </span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">online </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Abu Bakar</span><a href="https://news.detik.com/berita/d-5766157/pria-di-jambi-tewas-diterkam-harimau-saat-cari-sinyal-ponsel" style="background-color: transparent; text-decoration-line: none; white-space: normal;"><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"> </span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">diterkam harimau</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">. Teman-temannya lari pontang-panting mencari pertolongan, namun ketika warga datang Abu Bakar sudah tidak lagi bernyawa. </span><span style="background-color: transparent;"> </span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><br /></span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Tewasnya Abu Bakar merupakan imbas dari kesenjangan digital </span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> (</span><span style="font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">digital divide</span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">)</span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">. Secara sederhana</span><a href="https://www.closethegapfoundation.org/glossary/digital-divide" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;"> kesenjangan digital</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> dapat diartikan sebagai akses terhadap internet dan perangkat digital yang tidak merata di kalangan masyarakat.</span><a href="https://www.un.org/press/en/2021/dsgsm1579.doc.htm" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">PBB</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> mencatat saat ini hampir setengah populasi dunia, atau sekitar 3.7 miliar jiwa, masih belum memiliki akses internet. Sebagian besar dari jumlah ini tinggal di negara berkembang (</span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">the Global South</span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">), termasuk Indonesia.</span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><br /></span></p></span><span style="font-family: georgia;"><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><span id="docs-internal-guid-6239accb-7fff-cac7-12ae-15b2899b1131"></span></span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Pandemi Covid-19 telah membuat kesenjangan digital di Indonesia </span><a href="https://blamakassar.e-journal.id/mimikri/article/view/434" style="text-decoration: none;"><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration-skip-ink: none; text-decoration: underline; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">kian kentara</span></a><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">. Berdasarkan rangking</span><a href="https://theinclusiveinternet.eiu.com/explore/countries/ID/" style="text-decoration: none;"><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration-skip-ink: none; text-decoration: underline; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"> The Inclusive Internet Index</span></a><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">, secara global Indonesia menduduki posisi 66 dari 120 negara dalam hal ketersediaan internet bagi semua. Di kawasan Asia Tenggara Indonesia menempati posisi lima, di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)</span><a href="https://apjii.or.id/survei" style="text-decoration: none;"><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration-skip-ink: none; text-decoration: underline; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"> melaporkan</span></a><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"> lebih dari setengah pengguna internet di Indonesia merupakan penduduk Pulau Jawa. Angka ini sangat kontras bila dibandingkan dengan Indonesia Timur yang rata-rata hanya menyumbang di bawah tujuh persen. Sementara itu, kesenjangan digital antara masyarakat perkotaan dan perdesaan masih</span><a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/29/bank-dunia-akses-internet-desa-dan-kota-indonesia-masih-timpang" style="text-decoration: none;"><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration-skip-ink: none; text-decoration: underline; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"> terbentang</span></a><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"> lebar. Di desa hanya 36% masyarakat dewasa yang terkoneksi ke internet, sementara di kota angkanya 62%. </span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><br /></span></p><div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://www.researchgate.net/profile/Fahrizal-Budiono/publication/326476524/figure/fig2/AS:649928737042432@1531966494072/Indonesia-Digital-Divide-per-Province-Ariyanti-2016.png" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="494" data-original-width="800" height="395" src="https://www.researchgate.net/profile/Fahrizal-Budiono/publication/326476524/figure/fig2/AS:649928737042432@1531966494072/Indonesia-Digital-Divide-per-Province-Ariyanti-2016.png" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Perbedaan kesenjangan digital di Jakarta dan daerah lain di Indonesia. Sumber gambar: Budiono, Fahrizal & Lau, Sim & Tibben, William. (2018). Cloud Computing Adoption for E-commerce in Developing Countries: Contributing Factors and Its Implication for Indonesia. <br /></td></tr></tbody></table><span id="docs-internal-guid-16f642c2-7fff-b77b-d561-a89e05a809ba"><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: left;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><br /></span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: left;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Kesenjangan digital bukan satu-satunya permasalahan kemerdekaan di era pandemi corona ini. Persoalan lainnya adalah kegagapan sektor kesehatan. Sektor kesehatan Indonesia belum sepenuhnya mampu menghadapi dan memberikan solusi cepat untuk keluar dari pandemi. Dalam hal penanganan, mulai dari alat tes </span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">polymerase chain reaction</span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> (</span><a href="https://insight.kontan.co.id/news/industri-farmasi-lokal-tak-berdaya-produk-pcr-impor-berjaya" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">PCR</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">),</span><a href="https://finance.detik.com/industri/d-5065203/kenapa-ri-doyan-impor-ventilator" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">ventilator</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">, hingga vaksin, semuanya mesti diimpor dari luar negeri. Sementara itu, solusi yang dihadirkan ilmuwan dalam negeri seperti GeNose C-19 masih</span><a href="https://tirto.id/yang-mengganjal-dari-genose-ugm-alat-pendeteksi-corona-80-detik-f8Dp" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">pincang prosedur</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> dan dianggap</span><a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20210625104333-4-255888/dinilai-tak-akurat-penggunaan-genose-didesak-untuk-disetop" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">tidak akurat</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> sehingga </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;"><a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20210713/98/1417029/genose-tak-dipakai-buat-syarat-transportasi-tim-peneliti-buka-suara#:~:text=Bisnis.com%2C%20JAKARTA%20%2D%20Alat,dari%20tim%20peneliti%20dan%20pengembang.&text=GeNose%20C19%20dipasarkan%20pada%20Februari,uji%20konsep%20dan%20uji%20klinis." target="_blank">tidak dipakai lagi</a></span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> di sektor transportasi. Vaksin juga mengalami cerita serupa. Inisiasi vaksin Merah-Putih buatan Indonesia berjalan</span><a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58471713" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">sangat lamban</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">, sedangkan Vaksin Nusantara bentukan dr. Terawan</span><a href="https://www.kompas.com/sains/read/2021/04/28/073000423/4-alasan-mengapa-vaksin-nusantara-tidak-lulus-uji-klinik-fase-1?page=all" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">tidak lolos uji klinis</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">. ‘Obat Covid-19’ yang dikembangkan </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">TNI Angkatan Darat, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Universitas Airlangga (Unair) pun begitu,</span><a href="https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/ybDlxvPb-7-alasan-kenapa-bpom-tolak-obat-racikan-tni-bin-unair" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">ditolak BPOM</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> karena tidak memenuhi syarat ilmiah.</span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: left;"><br /></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: left;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Kegagapan ini merupakan efek dari pengembangan sektor riset, terutama sektor kesehatan, yang tidak serius. APBN untuk membiayai penelitian di Indonesia masih sangat minim, bahkan</span><a href="https://nasional.kontan.co.id/news/bpk-anggaran-penelitian-dan-pengembangan-di-indonesia-paling-rendah-di-asean" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">terendah</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> di antara negara-negara ASEAN. Walhasil, sampai hari ini Indonesia belum berhasil menelurkan lembaga riset kesehatan yang siap dan sigap dalam menangani wabah. Ketiadaan ini membuat putra-putri terbaik tanah air di sektor kesehatan tidak bisa berbuat banyak. Mereka harus berkarya di luar negeri - seperti yang dilakukan oleh</span><a href="https://www.detik.com/edu/edutainment/d-5657792/2-ilmuwan-muda-asal-indonesia-di-balik-pembuatan-vaksin-astrazeneca" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">Carina Citra Dewi Joe dan Indra Rudiansyah</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> yang terlibat dalam pembuatan vaksin AstraZeneca di Oxford, Inggris - karena di sana lembaga riset sudah memungkinkan untuk mereka berkecimpung. Belum lagi dengan insentif yang diperoleh yang tentu saja sepadan dengan keahlian mereka. </span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: left;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><br /></span></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/OPjZwzmoTHN9qkn5F4PuFISP714=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3188228/original/047909000_1595488780-unioxford.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="360" data-original-width="640" height="360" src="https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/OPjZwzmoTHN9qkn5F4PuFISP714=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3188228/original/047909000_1595488780-unioxford.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Indra Rudiansyah dalam video sosialisasi vaksin AstraZeneca Universitas Oxford, Inggris. Sumber gambar: Instagram PPI United Kingdom</td></tr></tbody></table><div><span id="docs-internal-guid-ae81c3ec-7fff-3257-19c6-49a644768caa"><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: left;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 700; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 400; vertical-align: baseline;"><br /></span></span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: left;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 700; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 400; vertical-align: baseline;">Ketergantungan akan produk luar negeri, </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 400; vertical-align: baseline;">selain membebani keuangan negara, membuat penanganan Covid-19 di Indonesia </span><a href="https://nasional.kontan.co.id/news/daftar-komponen-yang-bikin-harga-tes-pcr-indonesia-mahal?page=all" style="font-weight: 400; text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">mahal</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 400; vertical-align: baseline;"> dan tidak maksimal. Tes PCR misalnya, hanya dapat dijangkau oleh mereka yang berada di golongan menengah ke atas. Bagi yang ekonominya Senin-Kamis hanya punya dua pilihan: berharap pada uluran tangan pemerintah atau tidak tes sama sekali. Tidak itu saja, ketidakmampuan membuat vaksin dengan efikasi tinggi di tanah air memperlambat pemulihan penanganan wabah. Indonesia harus rajin-rajin berdiplomasi agar mendapatkan vaksin karena negara si pembuat lebih mengutamakan penggunaan di dalam negeri, ketimbang bagi-bagi dengan negara lain. Maka tidak heran jika Indonesia saat ini belum bisa menikmati kehidupan normal pra-pandemi Covid-19 seperti Amerika dan Inggris yang punya vaksin Covid-19 berefikasi tinggi.</span></span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 700; vertical-align: baseline;"><br /></span></p><h3 style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;"><span style="background-color: transparent; font-size: medium; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 700; vertical-align: baseline;">Kemerdekaan Hakiki</span></h3><div><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><span id="docs-internal-guid-89953f2d-7fff-5f3c-b0b8-a42bbf22c0ba"><p dir="ltr" style="font-weight: normal; line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: left;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Pandemi Covid-19 memang saat ini tengah mereda, namun bukan berarti Indonesia sepenuhnya aman dari wabah selanjutnya. </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> Yuval Noah Harari dalam bukunya</span><a href="https://www.ynharari.com/book/homo-deus/" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">Homo Deus: A Brief History of Tomorrow</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> mencatat bahwa perang, bencana kelaparan, dan wabah tidak bisa dihapus dari muka bumi. Aneka penyakit menular akan terus datang dan hanya bisa diminimalisir. Ini bukan isapan jempol belaka. Dalam</span><a href="https://www.nationalgeographic.co.uk/history-and-civilisation/2020/07/plague-was-one-of-historys-deadliest-diseases-then-we-found-a-cure" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">sejarah</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> umat manusia modern telah terjadi berbagai wabah, dari flu mematikan sampai kolera. Terlebih,</span><a href="https://kumparan.com/kumparansains/riset-90-persen-hewan-akan-kehilangan-habitat-pada-2050-1usgiJ4dnnq" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">hilangnya habitat hewan</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> akibat eksploitasi oleh manusia akan semakin meningkatkan risiko munculnya wabah baru. </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Ini artinya apa yang dialami Indonesia hari ini akan terulang kembali jika ibu pertiwi tidak berbenah. Untuk itu, tidak dapat tidak Indonesia harus menanggulangi kesenjangan digital dan membenahi sektor riset kesehatan.</span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 12pt; margin-top: 12pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">Pemangkasan kesenjangan digital bisa dilakukan dengan mengoptimalkan peran Telkom beserta seluruh anak perusahaannya. Telkom harus memberikan lebih banyak</span><a href="https://amp.suara.com/bisnis/2021/06/13/083101/dukung-anak-bangsa-telkom-dorong-digitalisasi-proses-belajar-mengajar" style="font-weight: normal; text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">bantuan</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;"> laboratorium optik ke Daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T) agar digitalisasi proses belajar mengajar semakin merata.</span><a href="https://m.kumparan.com/kumparantech/mengenal-mangoesky-fasilitas-internet-satelit-dari-telkom-untuk-daerah-pelosok-1w3WjHxU7KN/full" style="font-weight: normal; text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">Mangoesky</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">, layanan internet </span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">broadband </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">menggunakan satelit (VSAT IP) untuk Daerah 3T besutan Telkomsel, juga harus diperbanyak. Pemerataan akses internet tidak saja akan memangkas kesenjangan, tetapi juga meningkatkan taraf hidup masyarakat lintas geografi. </span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">Usaha Mikro Kecil dan Menengah </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">(</span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">UMKM</span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 700; vertical-align: baseline;">)</span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">daerah terpencil bisa meraih pasar lebih luas dengan memasarkan produk mereka di </span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">marketplace</span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">. Pemuda-pemudi desa yang gamang mencari penghasilan tetap bisa memanfaatkan YouTube sebagai lumbung uang. Sudah banyak yang sukses besar di sektor ini dengan penghasilan yang jauh di atas rata-rata Upah Minimum Regional </span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">(</span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;">UMR) daerah, seperti yang dialami warga</span><a href="https://www.youtube.com/watch?v=3ITSjtxm0pk" style="font-weight: normal; text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">Kampung YouTuber</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: normal; vertical-align: baseline;"> di Jawa Timur.</span></p><p dir="ltr" style="font-weight: normal; line-height: 1.8; margin-bottom: 12pt; margin-top: 12pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Tidak berhenti di situ, pemerataan akses digital akan memberikan kesempatan membangun diri kepada anak-anak daerah untuk nantinya berkecimpung di dalam peradaban</span><a href="https://www.kemenperin.go.id/download/19347" style="background-color: transparent; text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">Industry 4.0</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> dan</span><a href="https://www8.cao.go.jp/cstp/english/society5_0/index.html" style="background-color: transparent; text-decoration-line: none;"><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">Society 5.0</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">.</span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> Dengan tersedianya infrastruktur digital mereka bisa mengikuti kelas bahasa Inggris gratis yang ditawarkan oleh banyak </span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">website </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">di internet. Mereka juga bisa menjalin pertemanan dengan sesama anak bangsa serta membangun jejaring dengan warga negara dunia. Ini akan memungkinan pertukaran ide yang tentu saja berguna bagi perkembangan diri dan karir mereka di masa depan. Mengingat banyaknya konten pendidikan dan kebijakan negara yang kini berbentuk produk digital, ketersediaan akses digital untuk semua juga akan memastikan tidak seorang pun yang tertinggal di belakang (</span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">no one is left behind</span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">). Dengan pemerataan digital, dalam jangka panjang, tidak ada lagi anak bangsa yang menjadi penonton. Semuanya pemain utama. Setiap orang bisa bersaing tanpa perduli latar belakang ekonomi dan residensi. </span></p><div style="font-weight: normal;"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://www8.cao.go.jp/cstp/english/society5_0/society5_0e-3.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="375" data-original-width="640" height="375" src="https://www8.cao.go.jp/cstp/english/society5_0/society5_0e-3.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Gambaran Society 5.0 yang diprakarsai Jepang. Sumber gambar: Cabinet Office.<span style="white-space: pre;"> </span></td></tr></tbody></table><span id="docs-internal-guid-5458a85f-7fff-39c9-adea-e28102afb7ce"><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><br /></span></p><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Dalam hal membangun negara pun sama, kehadiran peradaban digital akan menciptakan kekuatan yang setara (</span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">a level playing field</span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">) antara anak Jakarta dan mereka yang tinggal di daerah terpencil Nusantara. Hari ini anak-anak milenial yang mengisi pos-pos strategis negara mayoritas dari mereka yang memiliki privilise. Jika tidak dari keluarga kaya, kebanyakan dari mereka berasal dari kota besar. Privilise ini kemudian memberikan akses pendidikan bermutu tinggi kepada mereka hingga ke luar negeri. Staf milenial presiden jokowi yang hampir semuanya, kecuali </span><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Billy Membrasar, </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">berasal dari</span><a href="https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/22/133115365/menilik-latar-belakang-pendidikan-7-staf-khusus-milenial-jokowi?page=all" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">kalangan penuh privilise</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> merupakan bukti sahih dari ketimpangan kesempatan ini. </span></p><br /><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Adapun untuk kemerdekaan dalam menangani wabah selanjutnya, sektor riset kesehatan wajib diperkuat. APBN harus dikucurkan lebih banyak lagi kepada lembaga riset kesehatan agar lebih leluasa dalam berinovasi. Lembaga ini harus dilengkapi dengan teknologi dan infrastruktur riset mutakhir. Anak-anak bangsa yang terlibat dalam riset vaksin di dunia harus dipanggil pulang. Namun memberdayakan mereka harus dengan fasilitas riset dan kemerdekaan ekonomi yang jelas. Para ilmuwan ini mendapatkan segudang </span><span style="background-color: transparent; font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">benefit </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">di luar negeri. Inilah yang dilakukan Tiongkok dengan program 1000 talentanya yang berhasil</span><a href="https://www.thejakartapost.com/life/2018/03/09/will-global-changemakers-ever-come-from-indonesia.html" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">memanggil pulang</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> jutaan diaspora etnis Tionghoa dari berbagai penjuru dunia. Hasilnya luar biasa. Saat ini Tiongkok menikmati kemajuan signifikan di berbagai bidang riset dan ilmu pengetahuan.</span></p><br /><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Yang tidak kalah penting juga adalah mindset pengembangan riset yang mesti menghasilkan produk bermanfaat dalam</span><a href="https://katadata.co.id/anshar/berita/5fbdc467818a1/indonesia-belum-memandang-riset-sebagai-investasi" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">jangka pendek</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> harus ditinggalkan. Riset merupakan proses yang lambat, bukan instan. Bukan juga lumbung uang yang siap sedia dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi sesaat. Tapi jika dibina dengan serius penghasilan dari produk riset tidak kalah besar dari sektor lain.</span><a href="https://www.nytimes.com/2021/05/04/business/pfizer-covid-vaccine-profits.html" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">Pfizer</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> dan</span><a href="https://www.nytimes.com/2021/10/09/business/moderna-covid-vaccine.html" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> </span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">Moderna</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">, misalnya, meraup pendapatan jutaan dolar dari penjualan vaksin Covid-19. Namun tentu saja logika bisnis dalam riset kesehatan harus menjadi prioritas kedua, setelah kemanusiaan. </span></p><br /><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;">Abu Bakar telah tenang di alam sana. Harimau yang menerkamnya juga sudah ditangkap pihak berwenang. Sulit rasanya untuk tidak menganggap Abu Bakar sebagai korban dari ketidakmerdekaan dalam belajar dan berkarya. Oleh karena itu, berkaca dari kasus Abu Bakar, </span><a href="https://unpar.ac.id/" style="text-decoration-line: none;"><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-decoration-line: underline; text-decoration-skip-ink: none; vertical-align: baseline;">harapan merdeka</span></a><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"> seharusnya tidak tertuju untuk diri sendiri saja, melainkan untuk segenap elemen anak bangsa. Di masa depan ibu pertiwi harus mampu menjadi negara mandiri dalam menangani pandemi, dan setiap warga negara Indonesia mesti dapat menikmati peradaban digital tanpa perduli di mana mereka tinggal. Inilah kemerdekaan hakiki.</span></p><br /><p dir="ltr" style="line-height: 1.8; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 700; vertical-align: baseline;">#LombaBlogUnpar</span></p><p dir="ltr" style="line-height: 2.16; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt;"><span style="font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 700; vertical-align: baseline;">#BlogUnparHarapan</span></p><div><span style="font-style: italic; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-weight: 700; vertical-align: baseline;"><br /></span></div></span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><br /></span></div></span></span></div></span></div></span><span style="background-color: transparent; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline;"><br /></span></div></span></span></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-align: left; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: georgia;"><br /></span></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; text-align: left; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: georgia;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="background-color: white; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: georgia;"><br /></span></span></div><br />Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-92133988532951792422021-08-24T05:48:00.046+07:002021-08-24T08:48:40.357+07:00Kepergian Nenek dan Asa Akses Listrik untuk Semua di Tahun 2050<p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1800x1200/news/2020/03/da076f2b2d1b73a40986dca354432006.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="534" data-original-width="800" height="427" src="https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1800x1200/news/2020/03/da076f2b2d1b73a40986dca354432006.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Desa dengan sumber listrik terbarukan. Sumber gambar: Media Indonesia.</td></tr></tbody></table><p></p><p><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span>Dia terdiam. </span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';"><i>“Bagaimana keadaan nenek?”,</i> Saya mengulangi pertanyaan.</span><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';"><o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';"><i>“Nenek sudah tidak ada...”</i>, jawabnya dengan suara bergetar. </span><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';"><o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';">Hening kembali menyelimuti. Tidak disangka, setelah hampir satu minggu putus komunikasi dengan sang istri, kabar yang saya terima di ujung telepon rupanya kabar duka. </span><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';"><o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia;"><span style="font-size: medium;"><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';">Nenek menghembuskan nafas terakhir di kediamannya di Air Liki, sebuah desa indah di kaki Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Jambi. Air Liki belum tersentuh peradaban modern akibat tidak adanya aliran listrik permanen. </span><a href="https://meranginkab.go.id/backup/dsjdkdjdj87-h-al-haris-kita-terus-berusaha-agar-seluruh-warga-merangin-bisa-menikmati-aliran-listrik.html"><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';">Memasok listrik</span></a><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';"> ke Air Liki tidak menguntungkan dalam perspektif bisnis dan berisiko dalam perspektif teknis. Ini dikarenakan Medan Air Liki berbukit curam serta letaknya lumayan jauh dari kota </span></span><span style="font-size: medium;">Bangko, ibu kota kabupaten Merangin. Maka nenek mesti bertarung sendiri melawan sesak nafasnya, tanpa bantuan ventilator layaknya di kota-kota.</span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';">Ketiadaan akses listrik permanen di Air Liki berdampak hebat pada kehidupan masyarakat. Warga Air Liki terputus dari dunia luar sebab sinyal telepon seluler tidak ada. Fasilitas Puskesmas masih seadanya, dan pendidikan berkualitas tak ubahnya dongeng belaka. <i>Telemedicine</i> yang menjadi solusi bagi pasien Covid-19 yang sedang isolasi mandiri belum pernah terdengar di Air Liki. Walhasil, meskipun banyak warga Air Liki demam yang disertai hilangnya indera penciuman akhir-akhir ini, sebagian besar dari mereka masih menganggap itu hanya demam biasa. </span><span style="mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';"><o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"></span></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2018/06/29/174/1317310/kisah-perjuangan-aparat-membawa-logistik-pilkada-ke-desa-terpencil-QC3-thumb.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="413" data-original-width="620" height="426" src="https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2018/06/29/174/1317310/kisah-perjuangan-aparat-membawa-logistik-pilkada-ke-desa-terpencil-QC3-thumb.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">‘Tempek’ merupakan satu-satunya moda transportasi untuk mencapai Air Liki. Sumber gambar: Sindonews.</td></tr></tbody></table><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span>Air Liki tidak sendiri. Ada </span><a href="https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/5e9a41f6be793/terkendala-infrastruktur-dan-energi-433-desa-belum-teraliri-listrik">433 desa</a><span> daerah lain di Indonesia yang kondisinya sampai hari ini masih seperti sebelum Revolusi Industri. Penyebabnya sama dengan Air Liki, yaitu secara teknis dan bisnis ‘tidak memungkinkan’ bagi PLN untuk masuk.</span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Tapi angin segar itu berhembus juga.</span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Berdasarkan <a href="https://iesr.or.id/pustaka/deep-decarbonization-of-indonesias-energy-system-a-pathway-to-zero-emissions-by-2050"><i>Best Policy Scenario</i></a> Institute for Essential Services Reform (IESR), <i>think-tank</i> dalam bidang energi dan lingkungan, 100% sektor listrik Indonesia bisa dialiri menggunakan energi terbarukan menjelang 2050. Sementera itu, walaupun agak lebih lambat, <a href="https://iesr.or.id/iesr-tunjukkan-indonesia-mampu-mencapai-emisi-nol-pada-2050-pemerintah-diminta-berkomitmen-penuh-wujudkan-transisi-energi">pemerintah</a> sendiri menargetkan 2070 sebagai tahun yang dinanti itu. Ini artinya, di tahun 2050 Air Liki dan ratusan desa terpencil lainnya di Indonesia akan ikut menikmati sentuhan peradaban modern. </span></p><p style="text-align: left;"><b><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Prasyarat Pemerataan Peradaban Modern </span></b></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Daron Acemoglu dan James A Robinson boleh saja berargumen dalam buku fenomenal mereka, <a href="https://www.amazon.com/Why-Nations-Fail-Origins-Prosperity/dp/0307719227"><i>Why Nations Fail</i></a>, bahwa institusi politik dan ekonomi yang inklusif merupakan pembeda antara negara yang berhasil mensejahterakan rakyatnya dan yang tidak. Namun, dengan mengambil contoh kasus Air Liki, sepertinya argumen dua orang profesor itu kurang lengkap. Ketersediaan aliran listrik juga sangat menentukan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai bidang, dari ekonomi, kesehatan sampai pendidikan. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Sebagai <a href="https://news.gallup.com/poll/17881/electricity-retains-power-greatest-invention.aspx">penemuan terhebat</a> umat manusia, listrik memungkinkan terjadinya produksi dan konsumsi barang dalam jumlah banyak. Listrik juga memberi jalan digitalisasi ekonomi yang pada akhirnya mendongkrak produktivitas. Listriklah yang membedakan Air Liki dengan Suo-suo, desa di kecamatan saya yang juga terkunci di tengah hutan. Listrik tidak hanya menghidupkan televisi masyarakat di sana, tetapi juga memancarkan sinyal internet 4G. Dengan ketersediaan akses ini masyarakat Suo-suo dapat meningkatkan aktivitas dan konektivitas ekonomi dengan dunia luar. Pendidikan di era pandemi pun bisa dijalani dengan lebih mudah. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium; mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';"></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Pengalaman saya tinggal di Shellharbour, Australia, juga sama. Warga Shellharbour memiliki mall, rumah sakit, dan sekolah dengan fasilitas yang tidak kalah jauh berbeda dari Sydney, meskipun Shellharbour agak ‘terpencil’. Tidak hanya itu, <a href="https://www.topuniversities.com/university-rankings-articles/world-university-rankings/top-universities-australia-2021">University of Wollongong</a> yang hanya 25 menit perjalanan dengan mobil dari Shellharbour memiliki kualitas tidak begitu berbeda dari University of Sydney. Banyak faktor yang mempengaruhi kemajuan ini, tentu saja. Namun hampir semua kemajuan itu tidak akan tercipta tanpa adanya aliran listrik. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://cdn.shopify.com/s/files/1/0818/9531/products/WarrenKeelan_Shellharbour.jpeg?v=1446031888" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="426" src="https://cdn.shopify.com/s/files/1/0818/9531/products/WarrenKeelan_Shellharbour.jpeg?v=1446031888" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Shellharbour tampak dari atas. Sumber gambar: Warren Keelan.</td></tr></tbody></table><p class="MsoNormal"><span style="font-size: medium;"><span style="font-family: georgia;">Menjelang tahun 2050 dunia akan menghadapi perubahan yang luar biasa. Pertama, digitalisasi kehidupan akan kian masif, baik sebagai dampak dari </span><a href="https://www.kemenperin.go.id/download/19347" style="font-family: georgia;">Industry 4.0</a><span style="font-family: georgia;"> maupun </span><a href="https://www8.cao.go.jp/cstp/english/society5_0/index.html" style="font-family: georgia;">Society 5.0</a><span style="font-family: georgia;">. Kedua, semakin</span><a href="https://kumparan.com/kumparansains/riset-90-persen-hewan-akan-kehilangan-habitat-pada-2050-1usgiJ4dnnq" style="font-family: georgia;"> hilangnya habitat hewan</a><span style="font-family: georgia;"> akibat eksploitasi akan meningkatkan risiko munculnya wabah baru. Sejarah mencatat, sebagaimana yang dikemukakan Yuval Noah Harari dalam bukunya</span><a href="https://www.ynharari.com/book/homo-deus/" style="font-family: georgia;"> <i>Homo Deus: A Brief History of Tomorrow</i></a><span style="font-family: georgia;">, wabah, bencana kelaparan, dan perang tidak bisa dihilangkan. Hanya bisa diminimalisir. Ini artinya ketersediaan listrik untuk semua di tahun 2050 akan sangat menjamin kelangsungan hidup, baik di kala puncak Industry 4.0 atau Society 5.0 maupun di tengah bencana. Apa pun skenarionya, rumah akan tetap menjadi tempat berlindung terbaik serta tempat bekerja ternyaman yang memangkas sekat-sekat geografi. </span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Pandemi Covid-19 telah memberikan bukti sahih pentingnya rumah dan listrik ini. Tidak sama dengan wabah sebelumnya, seperti <i>Black Death </i>atau Flu Spanyol, wabah kali ini tidak menghentikan aktivitas ekonomi sepenuhnya. Orang-orang tetap bisa bekerja dari rumah dengan bantuan teknologi digital. Dengan teknologi digital saya dapat membimbing pegawai kantoran Jakarta dari tanah kelahiran saya sendiri, Teluk Langkap. Di tempat yang sama saya mereview esai yang ditulis akademisi internasional. Semua ini bisa saya lakukan karena kampung saya dialiri listrik untuk mengisi daya laptop dan memancarkan sinyal internet dari <i>tower </i>pemancar terdekat. </span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Dengan tersedianya listrik bagi seluruh rakyat Indonesia di 2050 progres dalam bidang lain akan mengikuti. Warga di daerah terpencil seperti di Air Liki bisa mendapatkan pendidikan berkualitas melalui internet 5G yang super cepat. Setiap orang dapat berobat di rumah sakit yang sudah dilengkapi fasilitas yang sama dengan rumah sakit di Jakarta. Kematian seperti yang melanda nenek saya pun dapat dihindari. Berkat kemajuan ini setiap anak bangsa bisa bersaing di tataran nasional untuk menjadi menteri, ilmuan, atau diplomat walaupun tinggal jauh dari keramaian kota. </span></p><p class="MsoNormal"></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://www8.cao.go.jp/cstp/english/society5_0/society5_0e-3.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="375" data-original-width="640" height="375" src="https://www8.cao.go.jp/cstp/english/society5_0/society5_0e-3.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Gambaran Society 5.0 yang diprakarsai Jepang. Sumber gambar: Cabinet Office.</td></tr></tbody></table><p></p><p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span id="docs-internal-guid-09ba50d4-7fff-75a8-2f61-0229400bca5c"></span></td></tr></tbody></table><span style="font-size: medium;"><span style="font-family: georgia;">Efek lain dari ketersediaan listrik untuk semua di 2050 adalah meningkatnya rasa persatuan. Dalam sejarah Indonesia kabar kemerdekaan tidak akan pernah sampai tanpa adanya Radio Republik Indonesia (RRI) yang dioperasikan dengan listrik. Begitu juga dengan penguatan nasionalisme Indonesia di era pasca kemerdekaan, dari televisi hingga media digital, semuanya ditopang dengan listrik. Oleh karena itu, dengan kondisi Indonesia yang sudah 100% teraliri listrik hubungan antara pemerintah dan rakyat serta antara sesama rakyat akan semakin erat. Ini dikarenakan listrik memberikan jalan interaksi virtual melalui media yang akhirnya membentuk dan memperkuat imajinasi kebangsaan. Meminjam istilah Indonesianis Benedict Anderson, kebangsaan itu tidak lain adalah</span><a href="https://www.amazon.com/Imagined-Communities-Reflections-Origin-Nationalism/dp/1784786756" style="font-family: georgia;"> <i>‘imagined communities’</i></a><span style="font-family: georgia;"> atau komunitas terbayang yang dikonstruksi tanpa sentuhan fisik semua anggotanya.</span></span><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><b>Membayangkan Indonesia di Tahun 2050</b></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><b></b></span></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8nT9kzOL-7qiW5GYotGfkxvg26aO-W18HriOwkiU8x99JSxkA8saaKqkochGbYospQLGrm-Ag_8A8ToK6gOcJX_BOssF2nxv_RON7SBwygz9vYjQoU09i-EqOPgeeo7pdMDPbyf3-RepM/" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="" data-original-height="597" data-original-width="1067" height="358" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8nT9kzOL-7qiW5GYotGfkxvg26aO-W18HriOwkiU8x99JSxkA8saaKqkochGbYospQLGrm-Ag_8A8ToK6gOcJX_BOssF2nxv_RON7SBwygz9vYjQoU09i-EqOPgeeo7pdMDPbyf3-RepM/w640-h358/Captured.PNG" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Pengurangan emisi dengan Best Policy Scenario (BPS) dibandingkan skenario lain (DPS dan CPS). Sumber gambar: Laporan IESR.</td></tr></tbody></table><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Kedaulatan sumber energi terbarukan di tahun 2050 sudah menjadi target <a href="https://www.wri.org/insights/6-lessons-energy-decarbonization-countries-leading-way">banyak negara</a> di dunia. Di Indonesia, berdasarkan riset IESR, target ini secara teknis dan ekonomi <a href="https://iesr.or.id/pustaka/deep-decarbonization-of-indonesias-energy-system-a-pathway-to-zero-emissions-by-2050">dapat diwujudkan</a>. Untuk sektor listrik skenarionya adalah dengan menggunakan sel surya <i>solar photovoltaic</i> dalam jumlah besar, <i>hydropower</i>, <i>geothermal</i>, dan baterai penyimpanan energi. </span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Tahun 2050 <a href="https://www.futuredirections.org.au/publication/indonesia-economic-developments-future-prospects/">Indonesia</a> menjadi negara dengan ekonomi terkuat keempat di dunia. Maka di tahun emas itu bisa dipastikan semua orang tanpa terkecuali akan menikmati mudahnya hidup dengan listrik. Kulkas, <i>dishwasher</i>, dan mesin cuci akan semakin menjamur. Robot asisten rumah tangga dan <i>smart home</i> bukan lagi keistimewaan orang Jakarta saja. Setiap orang tanpa perduli wilayah tempat tinggal dapat berkomunikasi dengan mudah dengan siapa pun dan dari mana pun. Kendaraan listrik tidak lagi sekedar tren, tetapi sudah suatu kelaziman. Kota-kota pun bersih dari polusi kendaraan yang<a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191220202504-199-458861/indonesia-jadi-negara-keempat-sumbang-kematian-karena-polusi"> mematikan</a>. Pendek kata, di tahun 2050 semua orang menikmati sentuhan peradaban yang sama, setiap warga negara Indonesia merasakan manisnya kemerdekaan dalam artian yang sesungguhnya. </span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: medium;"><span style="font-family: georgia;">Penggunaan listrik terbarukan di setiap lini kehidupan membuka lapangan pekerjaan baru. Ini sesuai dengan</span><a href="https://www.irena.org/publications/2020/Feb/Measuring-the-socioeconomics-of-transition-Focus-on-jobs" style="font-family: georgia;"> laporan</a><span style="font-family: georgia;"> International Renewable Energy Agency (IRENA), di mana akan ada sekitar 100 juta pekerjaan bidang energi terbarukan di tahun 2050. Asia mengambil porsi terbesar dalam pembukaan lapangan kerja ini, yaitu 64%. Di </span><a href="http://greengrowth.bappenas.go.id/wp-content/uploads/2020/07/Employment-assessment-of-renewable-energy-Indonesian-power-sector-pathways-NEAR-NDC.pdf" style="font-family: georgia;">Indonesia</a><span style="font-family: georgia;">, di tahun 2030 saja akan ada sekitar 7.2 pekerjaan baru di sektor energi terbarukan. </span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Di tahun 2050 opini publik terhadap sumber energi fosil berubah drastis, sama dengan perubahan pandangan masyarakat terhadap rokok. Dulu rokok dianggap biasa namun karena pergeseran tren gaya hidup hari ini rokok tidak lagi mendapatkan tempat istimewa. Opini ini akan terus menciptakan apa yang disebut<a href="https://books.google.cg/books?id=g0g79_HNy4oC"> <i>peer pressure</i></a> dalam ilmu psikologi, di mana orang-orang merasa tidak nyaman jika menggunakan energi fosil di tengah mayoritas masyarakat yang sudah beralih ke energi hijau. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Karena sumber energi fosil sudah dianggap tidak sesuai tuntutan zaman, banyak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara menjadi aset terbengkalai (<i>stranded assets)</i>. PLTU semakin<a href="https://iesr.or.id/potensi-dampak-risiko-iklim-dan-finansial-pada-sektor-perbankan-indonesia-apabila-batubara-menjadi-aset-terdampar"> kehilangan relevansi</a> karena <a href="https://ekbis.sindonews.com/read/313678/34/investasi-energi-bersih-di-tahun-2050-diperkirakan-capai-usd15-triliun-1611586892">murah</a> dan mudahnya mendapatkan energi bersih. Walhasil, di tahun 2050 pemanfaatan sumber listrik terbarukan menjadi hal biasa ditemui, baik di desa, lebih-lebih di kota.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Permasalahan lain di sektor batu bara juga ikut raib di tahun 2050. Di daerah penghasil batu bara seperti Jambi, truk angkutan batu bara menyedot hampir seluruh pasokan minyak solar. Hal ini berakibat kelangkaan minyak dan antrian panjang di banyak SPBU. Tidak itu saja, karena jumlahnya yang masif truk angkutan batu bara langganan kecelakaan di jalan. Bahkan di beberapa kejadian nyawa warga ikut melayang. Ini belum termasuk kepulan asap hitam dari konvoi truk batu bara yang mengotori udara saban harinya. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><img border="0" data-original-height="539" data-original-width="800" height="431" src="https://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2020/10/arsip-berita-siap-beroperasi-pltb-sidrap-i-uji-coba-interkoneksi-ke-jaringan-pln-ipl8hs1.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="640" /></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kincir angin PLTB Sidrap, Sulawesi Selatan. Sumber gambar: Mongabay.</td></tr></tbody></table><p></p><div style="text-align: center;"><a href="https://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2020/10/arsip-berita-siap-beroperasi-pltb-sidrap-i-uji-coba-interkoneksi-ke-jaringan-pln-ipl8hs1.jpg"><span style="font-size: medium;"></span></a></div><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Peralihan ke sumber listrik terbarukan tidak hanya menguntungkan warga, tetapi juga alam dan satwa. Di tahun 2050 hutan akan ikut terlestarikan sebab batu bara dan minyak bumi tidak lagi ditambang. Tambang batu bara akrab dengan<a href="https://www.mongabay.co.id/2017/05/17/kerusakan-lingkungan-akibat-tambang-batubara-terus-berlanjut-apa-solusinya/"> pencemaran</a> sungai dan lubang-lubang besar yang tidak direklamasi. Maka tak heran jika di 2013 lalu Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) kala itu, Prof. Dr. Ir. H. Gusti Muhammad Hatta, M.S., menobatkan batubara sebagai<a href="https://news.detik.com/berita/d-2225802/menristek-sebut-hutan-kalimantan-rusak-karena-tambang-batu-bara"> perusak</a> utama hutan di Kalimantan. Kawanan gajah di Suo-suo juga ikut merasakan kesejahteraan di tahun 2050. Hari ini tambang batu bara merebut tempat tinggal mereka sehingga mereka terpaksa<a href="https://www.portaltebo.id/2019/05/gajah-rusak-kebun-dan-rumah-warga-desa.html"> memasuki</a> pemukiman dan memakan tanaman warga. Sementara itu, karena tidak dibutuhkan lagi, pengeboran minyak berhenti dengan sendirinya di tahun 2050. Hal sama berlaku terhadap <a href="https://interaktif.kompas.id/baca/nestapa-di-ladang-minyak/">pengeboran minyak ilegal</a> yang tidak hanya merusak hutan, tetapi juga mencemari sumber air warga dan udara di sekitar. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Nenek sudah tenang di alam sana. Akan tetapi kepergian nenek bukan sekedar perkara takdir saja sebab dalam takdir ada porsi usaha manusia. Saya yakin kalaulah Air Liki tersentuh aliran listrik permanen yang memungkinan tersedianya fasilitas medis yang memadai, barangkali jalan ceritanya akan lain. Tapi sudahlah. Semoga saja realita pahit ini tidak terulang di 2050 nanti, di mana Air Liki dan segenap daerah terpencil lainnya sudah teraliri listrik permanen dari sumber terbarukan. </span><span style="font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: 'Times New Roman'; mso-fareast-font-family: SimSun; mso-spacerun: 'yes';"><o:p></o:p></span></p>Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-69382961838002153762020-08-11T08:18:00.010+07:002020-08-11T21:56:24.162+07:00Meraih Mimpi Rumah Pertama: Penantian Dua Milenial<p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://youtu.be/NxQ_e65zn2w"><span lang="">Akbar</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> masih mengontrak di rumah milik orang
tuanya di bilangan Pondok Aren, Jakarta. Pria yang berprofesi sebagai desainer
grafis itu sudah berencana membeli rumah, namun terkendala di uang muka yang baginya
masih tergolong mahal.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Sama dengan Akbar, Sahril
sampai hari ini juga belum memiliki hunian sendiri. Sudah bertahun-tahun dia
menumpang di rumah mertuanya di sebuah desa kecil di Jambi. Sahril tidak memiliki
pekerjaan kerja tetap. Dia kadang menyadap karet, sering juga memanen sawit.
Sudah bertahun-tahun Sahril ingin mempunyai rumah, tapi apa daya keterbatasan
ekonomi selalu menghalangi. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Akbar dan Sahril
adalah bagian dari generasi milenial Indonesia karena keduanya <a href="https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9acde-buku-profil-generasi-milenia.pdf"><span lang="">lahir</span></a></span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">antara tahun </span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">1980 dan 2000. Bagi
banyak kalangan g</span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">enerasi
milenial dianggap <span lang=""><a href="https://alvara-strategic.com/wp-content/uploads/2019/07/PRESS-CON-ENGLISH-E-COMMERCE-REPORT.pdf">se</a></span></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://alvara-strategic.com/wp-content/uploads/2019/07/PRESS-CON-ENGLISH-E-COMMERCE-REPORT.pdf">gmen</a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> pasar potensial.
Ada beberapa alasan mengapa demikian. Pertama, g</span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">enerasi milenial saat ini </span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">populasi
mayoritas dengan jumlah total sekitar </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://perumahan.pu.go.id/ruk/berita/view/15184/rumah-bagi-milenial-di-perkotaan"><span lang="">135 juta</span></a> jiwa. </span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Kedua, mereka memiliki
porsi pertumbuhan penghasilan terbesar. Pada periode 2010-2019 pertumbuhan
pendapatan generasi milenial mengalami </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.uobgroup.com/web-resources/uobgroup/pdf/research/MN_190828A.pdf"><span lang="">peningkatan</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> sebesar 8.6%,
melebihi rata-rata pendapatan seluruh populasi di Indonesia yang berada di
angka 3-4%. Ketiga, mereka adalah kekuatan ekonomi masa depan. Tahun 2030
generasi milenial akan mewakili 44% penduduk Indonesia dengan potensi daya beli
yang dapat meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar
6.5%.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Besarnya potensi ekonomi generasi milenial berbarengan
dengan tingginya kebutuhan mereka akan tempat tinggal. Data Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) mengungkapkan setidaknya
ada sekitar </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.pu.go.id/berita/view/17760/kementerian-pupr-luncurkan-aplikasi-sikasep-untuk-tingkatkan-kemudahan-penyaluran-kpr-bersubsidi"><span lang="">81 juta</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> (</span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/PDF/maisona11.pdf"><span lang="">64.9%</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">) milenial yang
belum memiliki rumah. Hal ini kontras dengan keinginan mereka di mana memiliki
rumah merupakan </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/PDF/maisona11.pdf"><span lang="">prioritas</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> kedua tertinggi
(54.2%) setelah membahagiakan orang tua. Barangkali fakta inilah yang mendorong
pihak perbankan menyediakan program Kredit Perumahan Rakyat (KPR) khusus bagi
generasi milenial, seperti KPR Milenial dari Bank Mandiri, KPR Gaess Bank BTN,
Griya Gue BNI, dan KPR Muda Bank MNC. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" lang="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Ada dua jenis generasi milenial Indonesia yang saat ini
tengah menunggu terwujudnya mimpi rumah pertama mereka. Milenial ini tersebar
di perkotaan dan perdesaan di seluruh penjuru tanah air.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" lang="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span face="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Milenial perkotaan: menunggu kabar baik<o:p></o:p></span></b></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9acde-buku-profil-generasi-milenia.pdf"><span lang="">Data</span></a></span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> <span lang="">Profil Generasi Milenial Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak
Indonesia (Kemenpppa) menyebutkan 55.01% dari generasi milenial tinggal di
perkotaan. Bagi pemerintah angka ini adalah </span></span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/PDF/maisona11.pdf"><span lang="">peluang</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> sekaligus
tantangan. Milenial perkotaan banyak yang berkerja di sektor formal dengan
pendapatan yang lumayan. Akan tetapi, harga perumahan di kota yang terus
meroket tinggi membuat pemerintah berpikir keras untuk menyediakan hunian bagi
mereka.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Beberapa upaya sejatinya telah dilakukan pemerintah
untuk menghadirkan rumah pertama bagi milenial perkotaan mulai dari sosialisasi
sampai pengadaan KPR bersubsidi. Pertengahan tahun lalu Kementerian PUPR
misalnya mengadakan </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://perumahan.pu.go.id/ruk/index.php/berita/view/15163/kementerian-pupr-permudah-akses-informasi-perumahan-untuk-generasi-millenial"><span lang="">pameran</span></a> perumahan rakyat
yang diadakan di Lapangan Sapta Taruna Kementerian PUPR, Jakarta. Tujuan dari
pameran tersebut adalah untuk mensosialisasikan informasi perumahan kepada
generasi milenial. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Kementerian PUPR
juga telah meluncurkan </span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (</span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.pu.go.id/berita/view/17760/kementerian-pupr-luncurkan-aplikasi-sikasep-untuk-tingkatkan-kemudahan-penyaluran-kpr-bersubsidi"><span lang="">SiKasep</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">). Aplikasi
Android ini diharapkan dapat memudahkan proses pencarian dan pengajuan KPR
subsidi berdasarkan lokasi pengguna. SiKasep sudah </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.lpdpp.sikasep&hl=en"><span lang="">diunduh</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> lebih dari
100.000 pengguna Android.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Untuk memudahkan pembelian, pemerintah </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://perumahan.pu.go.id/berita/view/228/ini-program-unggulan-kementerian-pupr-atasi-backlog-perumah"><span lang="">menyediakan</span></a></span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> <span lang="">KPR </span></span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">dengan
skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (<a href="http://pembiayaan.pu.go.id/faq/faq/p/9-apa-yang-dimaksud-dengan-fasilitas-likuiditas-pembiayaan-perumahan-flpp">FLPP</a>).
FLPP menawarkan berbagai kemudahan seperti besaran <a href="http://pembiayaan.pu.go.id/faq/p/78-keuntungan-dari-produk-kpr-flpp">suku
bunga</a> KPR maksimal 5% dan masa cicilan yang lama (hingga 20 tahun). Di
samping itu, terdapat juga skema subsidi <a href="https://www.pu.go.id/berita/view/17774/tahun-2020-kementerian-pupr-alokasikan-anggaran-bantuan-subsidi-kpr-flpp-sebesar-rp-11-triliun">lain</a>
seperti Subsidi Selisih Bunga Kredit Perumahan (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka
(SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Melalui beberapa skema
subsidi ini sejumlah KPR dikembangkan. Program <a href="https://pu.go.id/berita/view/17084/kementerian-pupr-siapkan-skema-penyediaan-rumah-bagi-generasi-milenial">Satu
Juta Rumah</a> (PSR) Presiden Jokowi salah satunya. Target dari program ini
adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (<a href="https://www.pu.go.id/berita/view/15438/rusunawa-bisa-menjadi-pilihan-hunian-generasi-millenial">MBR</a>)
dengan rentang pendapatan 4-7 juta per bulan. Bagi mereka yang berpenghasilan
maksimal 4 juta bisa mendapatkan KPR subsidi, sedangkan yang berpenghasilan
bulanan paling banyak 7 juta dapat menempati rusun subsidi.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Program perumahan lain
dengan skema subsidi dari pemerintah adalah perumahan berbasis komunitas. Saat
ini telah dibangun perumahan khusus bagi anggota Persaudaraan Pemangkas Rambut
Garut (<a href="https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/PDF/maisona11.pdf">PPRG</a>)
di Jawa Barat. Perumahan yang sama akan <a href="https://www.pu.go.id/berita/view/17230/kementerian-pupr-kembangkan-perumahan-berbasis-komunitas-bagi-asn-dan-tni-polri-di-palembang">segera</a>
dibuat untuk ASN, TNI dan Polri yang belum memiliki hunian sendiri. Nantinya
perumahan berbasis komunitas ini akan <a href="https://www.pu.go.id/berita/view/18051/tahun-2020-kementerian-pupr-programkan-9-000-unit-bantuan-rumah-komunitas-untuk-32-kabupaten-kota-di-indonesia">dikembangkan</a>
di 32 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan jumlah usulan 9.000 unit
rumah. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Selain itu,
pemerintah akan menghadirkan program perumahan khusus milenial seperti yang <a href="https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/PDF/maisona11.pdf">dijanjikan</a>
sendiri oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Saat ini skemanya tengah <a href="http://kiprah.pu.go.id/media/98/optimize.pdf">digodok</a> dan telah
<a href="https://perumahan.pu.go.id/ditren/source/Surat%20Dokumen/BUKU_PROKER_PERUMAHAN_2020.pdf">dimasukkan</a> ke dalam program kerja Kementerian PUPR 2020.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Program perumahan
khusus milenial ini terfokus pada hunian berkualitas di pusat kota dengan
konsep <i>Transit Oriented Development</i> (TOD) yang terintegrasi dengan
transportasi publik serta memiliki akses internet. FLPP merupakan pintu bagi
generasi milenial untuk tinggal di perumahan ini, meskipun jumlah unit subsidi
masih terbatas.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Beberapa program
perumahan di atas memang tidak diadakan di kota saja. Tapi mengingat persebaran
perumahan masih terkosentrasi di perkotaan dan suburban, tersedianya beragam
skema KPR tentu sangat membantu milenial perkotaan. Selain itu, akan
dibangunnya perumahan khusus milenial tak
diragukan lagi merupakan kabar baik yang ditunggu-tunggu milenial perkotaan,
mengingat halangan <span lang=""><a href="https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-46549107">terbesar</a></span> mereka untuk memiliki rumah pertama selama ini
</span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">adalah tingginya uang muka dan cicilan.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" lang="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span face="" lang="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Milenial
perdesaan: menanti uluran tangan <o:p></o:p></span></b></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Sebagian besar informasi mengenai generasi milenial
Indonesia sangat bias perkotaan. Kaum muda yang mewakili lebih dari 30%
populasi Indonesia itu misalnya seringkali </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://youtu.be/vhfFa--TlUM"><span lang="">dicitrakan</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> media bekerja di
depan laptop, makan di café dengan gawai di tangan, dan berkecimpung di sektor
teknologi. Persis seperti Akbar. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Banyak </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://alvara-strategic.com/wp-content/uploads/2019/07/PRESS-CON-ENGLISH-E-COMMERCE-REPORT.pdf"><span lang="">riset</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> tentang milenial
juga hanya mengambil sampel di perkotaan, termasuk </span><a href="https://cdn.idntimes.com/content-documents/Indonesia-millennial-report-2020-by-IDN-Research-Institute.pdf"><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><span lang="">penelit</span></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">ian</span></a><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> terbaru yang
dilakukan Nielsen dan IDN Research Institute. </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.youtube.com/watch?v=CGcqGBz2dD4"><span lang="">Data</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> dan cerita di
media mengenai krisis perumahan milenial pun sama yang mayoritasnya terfokus
pada perkotaan (Jakarta). Bahkan laporan tentang milenial <i>anti-mainstream</i>
oleh </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.thejakartapost.com/longform/2020/01/22/underprivileged-millennials-being-young-and-poor-in-jakarta.html"><span lang="">The Jakarta Post</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> hanya berfokus
pada milenial pinggiran Jakarta. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Bias perkotaan yang diciptakan oleh media dan
penelitian di atas mempengaruhi diskursus mengenai generasi milenial Indonesia.
Implikasinya adalah generasi milenial yang tinggal di perdesaan berikut
permasalahan perumahan yang mereka hadapi seolah hilang dari perdebatan.
Padahal jumlah mereka tidak sedikit. </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9acde-buku-profil-generasi-milenia.pdf"><span lang="">Kemenpppa</span></a></span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> <span lang="">mencatat milenial perdesaan mewakili 44.99% dari total keseluruhan
milenial Indonesia. Angka ini hanya 5 persen lebih sedikit dari milenial
perkotaan. <o:p></o:p></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Jutaan generasi milenial perdesaan merawat mimpi yang
sama dengan milenial perkotaan, yaitu memiliki rumah pertama. Masalahnya adalah
mereka tidak begitu beruntung secara finansial sebab aktivitas ekonomi mereka
masih didominasi (</span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9acde-buku-profil-generasi-milenia.pdf"><span lang="">42.40%</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">) bidang
pertanian konvensional, kehutanan dan perikanan. Banyak dari mereka juga
menggeluti sektor </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9acde-buku-profil-generasi-milenia.pdf"><span lang="">pekerja kasar</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> dengan total
persentase sebesar (21.82%). Penghasilan mereka di sektor pertanian dan non
pertanian ini rata-rata masih di bawah 2 juta. Sementara itu, sektor formal
hanya mampu menyerap 36.59% milenial perdesaan.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Masalah yang dihadapi milenial perdesaan tidak cukup
pada aspek ekonomi. Mereka juga tidak banyak yang berpendidikan tinggi. Hanya
5.63 persen millenial perdesaan yang mencapai </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9acde-buku-profil-generasi-milenia.pdf"><span lang="">perguruan tinggi</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">, sedangkan </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.thejakartapost.com/longform/2020/01/22/underprivileged-millennials-being-young-and-poor-in-jakarta.html"><span lang="">jutaan</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> sisanya cuma tamatan
SMA ke bawah.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" lang="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Faktor jenis pekerjaan dan pendidikan sangat
mempengaruhi peluang milenial perdesaan dalam mewujudkan mimpi memiliki rumah
pertama. Di samping memberikan penghasilan yang rendah dan tidak menentu,
sektor pekerjaan mayoritas milenial di atas tidak memiliki slip gaji yang
seringkali menjadi dokumen wajib ketika mengajukan KPR. Sementara itu,
pendidikan yang rendah menjadi penghalang mendapatkan pekerjaan di sektor
formal yang biasanya menawarkan bayaran berdasarkan Upah Minimum Retribusi (UMR)
dan menyediakan slip gaji. Ini artinya, ada jalan buntu di hadapan jutaan
milenial perdesaan untuk memiliki rumah pertama. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Data menunjukkan saat ini hanya </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.bps.go.id/indicator/29/1242/1/persentase-rumah-tangga-yang-memiliki-akses-terhadap-hunian-yang-layak-dan-terjangkau-menurut-daerah-tempat-tinggal.html"><span lang="">50.67%</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> rumah tangga
masyarakat perdesaan yang memiliki akses terhadap hunian yang layak dan
terjangkau. Tak heran jika sebagian masyarakat </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://radarmadura.jawapos.com/read/2020/04/18/189618/kpr-subsidi-belum-merata"><span lang="">mengeluhkan</span></a></span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> <span lang="">program KPR yang tidak begitu banyak tersedia di perdesaan. Di
wilayah sekitar Desa tempat tinggal Sahril, misalnya, berdasarkan aplikasi
SiKasep, tidak ada satupun ditemukan perumahan dengan skema KPR. Maka wajar
jika sampai hari ini Sahril belum bisa memiliki rumah sendiri. <o:p></o:p></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Lumayan runyamnya permasalahan yang dihadapi milenial
perdesaan membuat mereka menantikan uluran tangan pemerintah. Walau bagaimanapun,
mereka berhak memiliki hunian sendiri sebagaimana yang </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="http://perumahan.pu.go.id/ditren/berita/0/umum/index/3"><span lang="">diamanatkan</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> UUD 1945 Pasal
28 H.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" lang="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span face="" lang="" style="font-family: arial; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Apa yang harus
dilakukan<o:p></o:p></span></b></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Ada beberapa solusi untuk membantu milenial perdesaan
memiliki rumah sendiri. Pertama, Kementerian PUPR perlu lebih gencar memperkenalkan
program KPR kepada milenial perdesaan. Pameran perumahan KPR harus diadakan
secara berkala sembari memperkenalkan aplikasi SiKasep. Hal ini penting
dilakukan karena masih banyak daerah di Indonesia yang tidak memiliki koneksi
internet. Sebagai contoh, tingkat </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.apjii.or.id/survei"><span lang="">pengguna internet</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> di Lampung dan
Sulawesi Barat hanya di bawah 40%. Sementara itu, pengenalan aplikasi SiKasep
akan sangat membantu Kementerian PUPR dalam menggaet milenial perdesaan sebab
mayoritas dari mereka memiliki gawai (</span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9acde-buku-profil-generasi-milenia.pdf"><span lang="">87.65%</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">). <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Kedua, Kementerian PUPR harus aktif mensosialisasikan </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><a href="http://nawasis.org/portal/download/digilib/54-PermenPUPR_2016_26.pdf"><span lang="">Permen PUPR No. 26 Tahun 2016</span></a></span><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> kepada milenial
perdesaan. Ini dibutuhkan agar milenial perdesaan mengetahui bahwa mereka juga dapat
mengajukan KPR walaupun bekerja di sektor informal dan tidak memiliki
penghasilan tetap. Kementerian PUPR juga perlu mendorong pihak-pihak terkait
agar mematuhi dan melaksanakan Permen ini. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span face="" lang="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Ketiga, </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">kalusul pemanfaatan tanah BMN/ BUMN/ BMD/ <a href="https://perumahan.pu.go.id/ditren/source/Surat%20Dokumen/BUKU_PROKER_PERUMAHAN_2020.pdf">BUMD</a>
seperti yang tertera di dokumen Program Kerja Kementerian PUPR untuk tahun 2020
ini harus memberikan fokus yang sama terhadap milenial perdesaan. Amat
disayangkan skema strategis ini masih menitikberatkan kepada <a href="https://bpsdm.pu.go.id/center/web/view/web/uploads/file/2020/03/20200309073619_RANCANGANRENSTRAPUPR2020-2024FINALAKHIR-REVISIEDITPENDANAAN.pdf">milenial
perkotaan</a>. Padahal terdapat <a href="https://www.bps.go.id/statictable/2014/02/18/1276/persentase-penduduk-daerah-perkotaan-hasil-proyeksi-penduduk-menurut-provinsi-2015---2045.html"><span lang="">21 provinsi</span></a></span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> </span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">di Indonesia dengan mayoritas rumah
tangga</span><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"> <span lang="">berdiam di perdesaan.<o:p></o:p></span></span></span></p><p class="MsoNormal">
</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="" style="font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><span style="font-family: arial;">Akbar dan Sahril
telah lama merawat mimpi memiliki rumah pertama. Saat ini, Akbar dan
kompatriotnya di perkotaan tengah menunggu kabar baik terlaksananya program
perumahan khusus milenial yang dijanjikan Menteri PUPR. Sementara itu, Sahril dan
jutaan milenial perdesaan lainnya sedang menanti uluran tangan pemerintah agar mereka
juga dapat memiliki rumah pertama. Penantian Akbar dan Sahril adalah potret
penantian dua generasi milenial.</span><span style="font-family: arial, sans-serif;"><o:p></o:p></span></span></p><p></p>Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-70798364803831694752020-04-10T12:35:00.001+07:002020-04-10T12:53:07.542+07:00Pulang Kampung dan Corona: Catatan dari Kota<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibgacze3-A45jNliuw0cEPd5Y-Sf5IbSMTycb-Z5vbNERVpx6Vj6ef3V-adJb-R_WKJwZI9NFE5uAb6KsbYf_ZteYrRQvA7DEFdKiT88hb47hkeC8wsQ1XBdQglmHa1KpN_emhiqZieavn/s1600/WhatsApp+Image+2020-04-10+at+12.31.01+PM.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1040" data-original-width="780" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibgacze3-A45jNliuw0cEPd5Y-Sf5IbSMTycb-Z5vbNERVpx6Vj6ef3V-adJb-R_WKJwZI9NFE5uAb6KsbYf_ZteYrRQvA7DEFdKiT88hb47hkeC8wsQ1XBdQglmHa1KpN_emhiqZieavn/s640/WhatsApp+Image+2020-04-10+at+12.31.01+PM.jpeg" width="480" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tempo hari seorang
teman memberi tahu jika dia sudah pulang ke Jambi. Dia gembira bukan kepalang
(tentu saja), dan di sepanjang penuturannya saya bisa merasakan keriangan itu. Sorenya, seperti biasa, saya mengelilingi
komplek dengan istri dan anak. Keadaan
sekitar masih seperti sebelumnya, di mana gang-gang masih di lockdown dan
keadaan sekitar sepi senyap. Tapi ada sedikit yang ‘<i>nyeleneh’</i>. Di salah satu
gerbang di dekat kost-an kami yang lama, kami menyaksikan sekumpulan anak muda
berjaga-jaga, sambil mendengarkan musik dengan pengeras suara,
dan tampak santai tapi waspada. Tidak jauh dari tempat mereka berkumpul, dua
spanduk tertancap di tanah. Yang satunya menghimbau tamu agar melapor, sedang
yang satunya lagi melarang, meskipun dengan nada yang lebih lembut, pemudik
pulang ke kampung (meskipun dinamakan kampung, dalam defenisi kami tetaplah ini kota) yang lokasinya tidak jauh dari pusat kota Yogyakarta itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-style: italic;">Akhir-akhir ini memang pulang kampung merupakan isu yang diperdebatkan, baik di layar kaca televisi maupun di media sosial. Ia menjadi
begitu serius, sehingga </span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">kami
yang dirantau, meskipun amat sangat ingin berkumpul dengan orang-orang tercinta
dan berdiam di rumah sendiri, mesti menghadapi <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>realita yang serba salah. Di satu sisi kami
ingin pulang, tapi di sisi lain, pulang kampung membawa potensi bahaya. Bisa saja
virus covid-19 sudah bersemayam di dalam diri dan kemudian tanpa disadari
menjangkiti orang lain. Kebimbangan itu semakin </span>mengoyak perasaan ketika melihat reaksi netizen di media sosial yang kadang terlalu berlebihan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Bagaimana tidak,
orang-orang yang di rantau seperti kami dianggap bersalah sehingga harus ditolak
meskipun belum ada bukti. Dalam kata lain, orang dari rantau sudah positif
membawa virus corona, maka oleh karena itu mereka wajib tidak diterima. Keegoisan
seperti ini sangat tidak sehat karena ia mencederai hak asasi manusia. Walau bagaimanapun
seseorang berhak pulang ke kampung halamannya. Mekanismenya saja yang perlu
diperbaiki. Misalnya, setiap yang pulang kampung wajib dikarantina dulu selama
14 hari atau lebih sebelum dipersilakan berkumpul dengan keluarga. Reaksi di
media sosial atau di kehidupan sehari-hari juga jangan sampai menghakimi,
seolah-olah tidak ada simpati sama sekali terhadap orang-orang yang ingin
pulang kampung. Kita tidak tahu kehidupan mereka di rantau di tengah hantaman
dahsyat virus corona terhadap perekonomian negara. Mungkin mereka sudah di PHK,
atau kontarakannya sudah habis, atau beras untuk dimasak tidak ada lagi. Oleh karena
itu, dengan tidak menghakimi mereka secara brutal sesungguhnya kita telah
membantu meringankan beban hidup mereka.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Reaksi berlebihan
seperti itu bisa dipahami sebab pandemi corona yang sedang melanda saat ini membuat
kita harus meruntuhkan kepedulian sosial. Rasa ingin aman, sehat, dan bertahan hidup
mendorong kita untuk memikirkan diri dan keluarga sendiri, dan sulit
untuk menempatkan diri pada posisi orang lain. Semua yang dilakukan orang, jika
dalam asumsi kita berpotensi memperburuk keadaan, perlu dikutuk. Tak heran,
kadang kita marah jika melihat orang-orang masih berkeliaran di luar. Kita geram
masih saja banyak orang yang ingin pulang kampung. Barangkali kita lupa, kadang
mereka yang kita kutuk itu juga tidak mau menghabiskan banyak waktu di luar. Mereka
juga tidak mau sakit apalagi membuat orang lain mati. Hanya saja, untuk saat ini
keadaan memaksa mereka untuk tetap di luar atau kembali ke kampung halaman.
Mereka tidak punya pilihan lain. Tinggal di rantau percuma jika pekerjaan sudah tidak ada. Jika sudah begitu, bukankah pulang menjadi pilihan yang logis?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Tapi ada
poin yang menarik juga di sini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Maraknya
masyarakat yang ingin atau sudah pulang kampung dan banyaknya kampung yang
menutup diri dari pendatang menunjukkan satu hal: bahwa di tengah kemajuan
dalam berbagai bidang di kota serta kemiskinan, keterbelakangan, dan segenap
kekurangan lainnya yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>identik dengan
kampung, kampung tetaplah tempat ideal untuk berlindung dari marabahaya. Tak
berlebihan jika menyebut kampung sebagai ibu yang kepadanya segala gundah
tercurah. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dalam kesederhanaannya ada
secercah harapan. Kehidupan terkandung dalam dirinya. Airnya berlimpah, bisa
diminum tanpa harus membeli. Tidak ada gas tidak apa. Kayu sudah lama menjadi
solusi. Tanahnya siap sedia untuk ditanami berbagai macam bahan pokok. Ketika
pasokan beras di kota terhenti, kampung masih bisa menghidupi warganya dengan
sawah-sawah nan terbentang luas. Ikan selalu ada untuk dimasak. Ayam tidak
perlu dibeli. Tinggal dipelihara. Pendek kata kampung hampir memiliki segalanya
apa yang disebut oleh masyarakat modern sebagai self-sufficiency. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Tapi
sayangnya, tidak semua kampung di Indonesia yang masih memiliki sumber daya yang
cukup. Saat ini banyak kampung sudah dikepung aset-aset perusahaan. Tanah yang dulu terbentang luas sudah berubah
menjadi perkebunan sawit. Tidak sedikit juga yang digali beratus-ratus meter ke
bawah untuk mengeluarkan segala jenis mineral yang ada di dalamnya. Hasilnya
tentu saja dibawa entah kemana. Yang jelas tidak dinikmati oleh penduduk
kampong, yang biasanya hanya kebagian ‘<i>job’</i> harian dengan gaji tidak manusiawi.
Lantas, siapa yang untung banyak? Siapa lagi kalau bukan bos-bos berduit kota yang
punya koneksi politik atau terlibat aktif dalam percaturan politik kelas atas. Dalam
bahasa akademiknya kaum ‘oligarki’. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Mereka tidak<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ambil pusing dengan ekonomi hancur lebur
karena simpanan rupiah atau dolar mereka lebih<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>dari cukup untuk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bertahan hidup.
Ketika negara tidak lagi bisa menajalankan fungsinya dalam menyediakan
pendidikan, atau kualitas pendidikan menurun drastis karena imbas dari robohnya
pondasi ekonomi, mereka tetap selalu bisa mencari solusi alternatif sebagaimana
yang dilakukan selama ini. Anak-anak mereka tetap kuliah atau sekolah di
lembaga pendidikan swasta atau bahkan di luar negeri. Persis sama dengan apa
yang dilakukan oleh bangsawan Jawa pada masa-masa sulit pasca kemerdekaan
sebagaimana yang digambarkan oleh Benedict Anderson dalam bukunya <i>Language
and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia</i>. Para priyayi Jawa
kala itu berlomba-lomba menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah akademi PNS
agar kelak menjadi aparatur negara dan melanjutkan hegemoni orang tua mereka.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Efek jangka
panjang dari skenario seperti ini adalah semakin tersingkirnya orang-orang dari
golongan bawah dari partisipasi politik dan ekonomi nasional. Pada akhirnya
ketika negara sudah membaik dan membutuhkan orang-orang berpendidikan, maka
yang bisa mengisi adalah anak-anak kaum oligarki. Sampai disini tidak heran
jika dana abadi pendidikan menempati urutan ke dua sumber pendanaan
penanggulangan covid-19, alih-alih sumber lain seperti dana infrastruktur atau
mega proyek ibu kota baru. Selain memang kaum oligarki tidak butuh-butuh amat
dengan duit negara untuk pendidikan anak cucu mereka, dana abadi pendidikan
juga tidak menyangkut hajat hidup mereka. Alias tidak terkait dengan
proyek-proyek mereka. Bukan rahasia lagi jika kaum oligarki untung banyak dari
proyek ibu kota baru yang menelan biaya ratusan triliun itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Dengan kondisi
seperti ini amat jelas jika kampung di Indonesia bervariasi ketahanannya dalam
menghadapi ancaman besar seperti wabah corona. Ini mengenaskan karena jauh
sebelum Indonesia merdeka warga desa sudah terbiasa hidup tanpa sentuhan pemerintah.
Mereka pun bergantung amat sedikit dari bantuan luar. Mereka punya budaya
menanam padi, berkebun, dan menggarap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Ketika ada wabah, mereka dengan mudah pindah ke daerah lain yang
belum ada penduduknya. Zaman penjajahan Belanda dan Jepang juga demikian. Warga
kampung di Jambi, misalnya, mampu bertahan hidup saat rezim Jepang merampas
padi-padi mereka. Sebagai gantinya mereka makan gadung dan aneka bahan alam lainnya.
Pakaian menggunakan kulit kayu. Tak jarang juga mereka lari jauh ke dalam hutan
membentuk perkampungan baru yang jauh dari keramaian dan hampir tidak bisa
dijamah oleh penjajah. Di Merangin ada Desa Air Liki yang tidak bisa diakses
menggunakan jalur darat hingga hari ini. Di kecamatan saya, Sumay, ada Pemayungan
yang berpuluh-puluh mungkin juga ratusan tahun hanya bertetanggakan hutan
lebat. Desa lain dengan kondisi yang sama adalah Suo Suo, Muara Sekalo, dan
Semambu. Semua kampung ini dulunya hanya bisa diakses melalui sungai.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Maka, di
saat yang serba sulit seperti ini dibutuhkan peran pemerintah dalam mengatur
orang-orang yang hendak pulang kampung. Tes masif harus dilakukan untuk
memastikan mereka yang pulang kampung bebas corona. Karantina 14 hari juga
wajib dilakukan sebelum mereka diperbolehkan memasuki kampung. Dengan begini
akan ada kepastian apakah mereka membawa virus atau tidak. Warga kampung juga
akan merasa lebih legawa menerima. Dua hal penting lainnya adalah, pertama,
kita semakin sadar jika penguasaan lahan perkampungan atau di sekitar kampung secara
besar-besaran oleh perusahaan justru merugikan warga kampung, khususnya dalam
menghadapi wabah besar. Mereka kehilangan mobilitas, lahan pertanian, dan
sumber pangan darurat yang biasanya tersedia luas. Terakhir, kita harus menebalkan
kembali solidaritas sosial, walaupun itu sulit. Mereka yang ingin pulang kampung
barangkali tidak seberuntung kita. Bisa saja perut mereka sudah begitu kosong
karena kota tidak lagi mampu memberikan makan. Jika kita di posisi mereka,
bukankah akan melakukan hal yang sama? <o:p></o:p></span></div>
<br /></div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-15413778548357110552020-03-29T14:29:00.001+07:002020-03-29T15:15:08.281+07:00Curhatan Corona dari Jogja<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzA8M5Bbe2tyneRSJXzgHD0zrnhwUXG3jrkIRlPOhSZWoMeZ-BNemhvp6X9QBHowNvz6S6XJlP6D3H-LSGxbsQcxyp-7MujQ1NgdSg3mcIVwjTwygTwZ5AlLQSjnmjdjC-jjnA9zZhqk-m/s1600/WhatsApp+Image+2020-03-29+at+2.30.19+PM+%25281%2529.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="1280" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzA8M5Bbe2tyneRSJXzgHD0zrnhwUXG3jrkIRlPOhSZWoMeZ-BNemhvp6X9QBHowNvz6S6XJlP6D3H-LSGxbsQcxyp-7MujQ1NgdSg3mcIVwjTwygTwZ5AlLQSjnmjdjC-jjnA9zZhqk-m/s640/WhatsApp+Image+2020-03-29+at+2.30.19+PM+%25281%2529.jpeg" width="640" /></a></div>
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span>
Sudah
hampir satu bulan kami sekeluarga di Yogyakarta. Semula kami membayangkan
hal-hal indah sebelum berangkat: seminggu sekali menyewa motor dan menjelajah Yogyakarta,
pergi ke pantai, ke alun-alun kidul, Malioboro, dan segenap tempat wisata
lainnya. Bagi saya pribadi hal tersebut amatlah menyenangkan sebab saya bisa
berbagi kebahagiaan dengan anak dan istri. Tapi sayangnya semuanya tidak bisa
dilakukan. Dua minggu di Yogyakarta, kampus ditutup dan saya terpaksa kuliah
online dari kosan. Beberapa hari berikutnya suasana semakin mencekam. Jalanan
mendadak sepi, rumah-rumah tertutup rapat, bahkan gang-gang di lockdown. Semua
takut. Begitupula kami. Corona sudah mengubah segala rencana.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Sebagai
perantau amat lain rasanya menjalani hari-hari penuh kecamuk hanya bertiga.Terlebih
suasana pandemi corona ini memaksa semua orang menjaga jarak. Kami sebagai
orang luar tentu semakin merasa jarak yang sebelumnya sudah tercipta membentang
semakin lebar. Akhirnya antara kami dan penghuni komplek, yang memang tidak
saling kenal-mengenal, semakin tidak siap sedia berkomunikasi. Bawaan selalu
curiga, jangan-jangan orang yang di depan mata mengidap virus corona. Itu kami
rasakan juga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Yang paling
menyayat hati adalah ketika melihat Aisha yang amat senang bertemu dengan anak
kecil sebayanya di jalanan. Tampak betul jika Aisha ingin bermain sebab
seharian dia dikurung di dalam kamar tanpa ada teman bercengkrama. Tapi apalah
daya, sebagai orang tua, kami tidak mengizinkan Aisha mendekati siapapun.
Begitupula dengan orang tua anak kecil lain yang tidak mau anaknya bermain
dengan siapapun. </span>Aisha juga sering menangis meminta keluar. Dia bosan dikurung. Dia ingin bebas, bermain, berlari kesana kemari seperti di Jambi. Tapi apalah daya, yang tersedia saat ini hanyalah sepetak kamar kecil. Tidak ada dapur, tidak ada ruang tamu. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Kadang rasa
takut datang menghampiri. Apalagi dua hari ini gunung merapi sering erupsi.
Saya dan istri mengkhawatirkan keadaan memburuk dan kami terisolasi tanpa bisa
pergi kemana-mana. Takut juga kami terinfeksi yang tentu saja akan sangat sulit
sebab kami hanya tinggal di kosan ukuran 3x3 meter. Bagaimana mungkin bisa
mengisolasi diri di tempat sekecil itu? Kalau harus berpisah untuk sementara
waktu, harus kemana? Maukah yang punya kosan menginzinkan ODP/PDP mengisolasi
diri di kosannya? Bagaimana dengan Aisha ketika satu di antara orang tuanya
harus mengisolasi diri? Apa yang akan terjadi jika merapi erupsi besar?
Haruskah mengungsi di tengah amukan corona? Bagaimana jika meninggal di rumah
sakit? Bukankah harus dikuburkan secara sepi dan kemungkinan besar di Yogyakarta
yang notabene amat jauh dari jangkauan keluarga? Dan serentetatan rasa takut
lainnya.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCURpGbPlWEMiCLIkvjLwFwL8j_K8AZH8od9q6rX3RNh48C_y9NdZ4inxb6_4yAB8IiQlhXynyn-aNvkmusB1uUFtLF8aAxbbyBiDk2YaUbPAB18OY7ytF9spX727CZ0vxf2f5cY5ZNaUa/s1600/WhatsApp+Image+2020-03-29+at+2.30.19+PM+%25282%2529.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="1280" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCURpGbPlWEMiCLIkvjLwFwL8j_K8AZH8od9q6rX3RNh48C_y9NdZ4inxb6_4yAB8IiQlhXynyn-aNvkmusB1uUFtLF8aAxbbyBiDk2YaUbPAB18OY7ytF9spX727CZ0vxf2f5cY5ZNaUa/s640/WhatsApp+Image+2020-03-29+at+2.30.19+PM+%25282%2529.jpeg" width="640" /></a></div>
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Di tengah
kecamuk rasa takut itu, kami juga prihatin ketika pergi berbelanja. Di jalanan
banyak pengemudi ojek online memegang kepala. Banyak pedagang kecil di tepi
jalan sudah tidak lagi berjualan. Warung-warung sudah menutup pintu. Bukankah
mereka juga perlu makan dan belanja kebutuhan hidup? Jika karena corona rezeki
mereka terhambat, bagaimana mereka harus menyambung hidup? Di saat seperti itu
kami sedikit tersadarkan jika kesulitan yang sedang kami alami bukanlah
seberapa dibandingkan orang lain. Ada yang lebih pahit hidupnya akibat bencana
corona ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Dan itu
yang tampak oleh mata kami saja. yang tidak tampak pasti sangat banyak lagi. Dapat
kabar dari kampung, karet masyarakat sudah banyak tidak bisa dijual lagi karena
pembeli sudah stop. Kalaupun ada yang beli harganya amat jatuh. Pasar di Teluk
Singkawang, Tebo, sudah tutup. Jika ini berkelanjutan lantas bagaimana masyarakat
bisa menyambung hidup?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Saya pun
menjadi khawatir akan krisis ekonomi. Jika tidak skala besar,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bisa jadi skala<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kecil. Hal ini sangat mungkin terjadi jika
roda perkenomian tidak lagi berputar. Orang-orang, khususnya dari kalangan menengah
ke bawah, tidak lagi punya uang buat makan. Mereka tidak bisa lagi membayar
tunggakan kendaraan. Jika sudah begini hanya dua yang diharapkan: pemerintah
dan Tuhan. Jika pemerintah tanggap dan masih punya stok Rupiah yang cukup maka
mereka bisa bertahan hidup. Jika tidak, hanya doa yang dipanjatkan moga akhir dari
kehidupan mereka, dan termasuk kami tentu saja, adalah akhir yang baik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Tekanan
seperti inilah yang kadang menggoda saya untuk menafsirkan wabah corona sebagai
akhir dunia. Entah mengapa, saya menjadi terpikirkan jika umat manusia bisa
saja tersapu bersih dari dunia ini akibat corona yang tidak bisa lagi
dikendalikan. Perlahan tapi pasti orang-orang sudah banyak yang sakit, petugas
medis tumbang, rumah sakit lumpuh, ekonomi negara hancur, dan kelaparan
dimana-mana. Mudah-mudah itu tidak terjadi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Disaat
seperti ini, dimana keakraban sosial sudah menjadi hal yang menakutkan dan
harapan sudah mulai terkikis, bagi orang yang percaya akan adanya Tuhan, tidak
ada lagi tempat bergantung kecuali kepada Tuhan. Itulah hikmah dari memiliki
agama, yaitu agar tidak mudah putus asa. Agar selalu berusaha mencari jalan
keluar dari segala problematika. Agar insaf jika kehidupan di dunia hanya
sementara. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Ya Allah,
ampuni segala dosa kami. Hanya diriMu yang dapat mengatasi semua ini.
Hilangkanlah corona dari muka bumi ini. <o:p></o:p></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-55131022328149973962019-06-30T13:56:00.000+07:002019-06-30T14:03:20.992+07:00Aku Akan Terus Berjuang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;"><br /></span>
</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/4reKWuJ8jvE/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/4reKWuJ8jvE?feature=player_embedded" width="320"></iframe></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Hari-hari yang mendebarkan akhirnya usai. Tepatnya subuh ini Aku diberi kabar yang telah lama Aku tunggu. Setelah membuka mata Aku bergegas
bangkit dari kasur menuju meja TV. Disana tergeletak HP Nokia kesayanganku. Tanpa
banyak basa-basi Aku langsung mengecek email. Benar saja ada satu email yang
masuk. Jantungku mulai berdebar. Aku buka email itu dan kubaca.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p><span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></o:p></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTflUO23s8QewBE9i-P26yr8ZcB2SW46yVgON4hyEeNiR69bOraNtE8PuSeS0kwLNp3O6fHrJAJ7ggqSBtiNKJcUhtsosWK72zWisOhyphenhyphenu8rsUFIOxBTOUcesZVYQpOVkOQbNFzQKf72xLk/s1600/Capture.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><img border="0" data-original-height="271" data-original-width="1270" height="136" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTflUO23s8QewBE9i-P26yr8ZcB2SW46yVgON4hyEeNiR69bOraNtE8PuSeS0kwLNp3O6fHrJAJ7ggqSBtiNKJcUhtsosWK72zWisOhyphenhyphenu8rsUFIOxBTOUcesZVYQpOVkOQbNFzQKf72xLk/s640/Capture.JPG" width="640" /></span></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Begitulah bunyinya. Aku tercenung. Sekujur tubuhku lunglai.
Kusandarkan badanku ke dinding kemudian Aku baca kembali email itu. Kalau-kalau
mataku salah tangkap di email itu. Tapi apa hendak dikata isinya memang
betul-betul begitu. Mataku tidak silap.<o:p></o:p></span></div>
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><span style="font-family: "courier new", courier, monospace;"></span>
<span style="font-family: "courier new", courier, monospace;"><br /></span></span><br />
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Dengan tubuh yang masih lemas aku berdiri. Kuletakkan HPku kembali
ke tempatnya semula dan bergegas ke kamar mandi. Sholat subuhku mendadak lebih
khusyuk dari biasanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Hari itu hari Minggu. Seperti orang makan gaji lainnya aku
tidak masuk kerja. Untunglah. Aku tidak perlu memaksa diri bermanis-manis muka
di hadapan teman-teman kerja padahal hatiku hancur lebur. Aku butuh waktu untuk
menenangkan diri sembari menganalisis keadaan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Hari Minggu itu kuhabiskan di rumah bercengkrama dengan
Aisha anakku dan istriku tersayang. Tawa Aisha yang lepas membuatku sedikit
bersemangat. Seolah-olah anakku yang baru punya gigi tiga pasang itu bergumam
kepadaku, “Don't worry about a thing, 'Cause every little thing gonna be
alright”, persis seperti alunan suara Bob Marley. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Ketika istriku memasak di dapur Aku kebagian menemani Aisha
bermain ditengah perasaanku masih galau seputar mimpiku yang belum tercapai itu. Aisha
usianya hampir genap delapan bulan. Dan dia tengah asyik-asyiknya belajar
berdiri. Hari itu dia beberapa kali mencoba berdiri dengan kaki yang masih
belum<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>terlalu kokoh. Sesekali dia hampir
jatuh tapi dengan menjaga keseimbangan dia berhasil tetap tegak. Tidak jauh
dari tempatnya berdiri ada sebuah kaleng roti. Dia ingin menjangkau kaleng itu.
Tapi tidak berhasil. Aisha pun jatuh dengan keningnya mencium lantai. Dia menangis
sebentar kemudian beranjak lagi ke tempat lain dan mencoba menjangkau benda
lain<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>lagi. Kepalanya pun terbentur lagi.
Dalam pengamatanku tak dapat Aku hitung entah berapa kali dia terjatuh dan
terbentur. Tapi Aisha tidak pernah berhenti mencoba apa yang dia ingin coba. Dan
dia juga tidak pernah jera mencapai sesuatu yang ingin dia capai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Aisha merupakan contoh sekaligus sumber motivasi yang hebat
bagiku. Ada banyak pelajaran yang dapat aku ambil darinya bahwa tidak ada yang
namanya kegagalan. Ketika terjatuh, menangislah seperti Aisha. Tapi jangan
berlama-lama. Air mata harus cepat kering dan perjuangan mesti terus
dilanjutkan. Tak kusangka pelajaran yang amat berharga ini, yang esensinya
sudah hampir hilang dari hidupku, aku dapatkan kembali dari anakku yang belum
bisa berbicara itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Harus aku akui jika kegagalan mendapatkan beasiswa S3
Australia Awards amat membekas di hatiku. Meski demikian, cerita pahit ini
juga memberikan hikmah yang besar. Karena upayaku belum berhasil Aku menjadi
bisa melihat diriku bukan dari kacamata diriku. Barangkali selama ini, dan
mungkin itu tercermin di essay beasiswa yang aku tulis, aku terlalu percaya
diri. Terlalu menganggap diriku besar dengan semua yang aku capai selama ini.
Mungkin Aku terlalu yakin jika beasiswa S3 akan Aku dapatkan dengan mudah
karena Aku, tentu saja menurut pendapatku sendiri, sudah pantas mendapatkannya
sebab Aku adalah <i>too good to be rejected</i>. Setidaknya Aku sudah
membuktikannya dengan meraih beberapa beasiswa di masa lalu. Ah, terlalu <i>pede-</i>nya
diriku...<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Kegagalan ini tiba-tiba mengecutkan semangatku dengan
menampilkan gambar menakutkan bagi masa depanku. Aku menjadi memikirkan hal-hal
yang tidak perlu yang berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang banyak di antaranya
negatif. Tapi aku bertekad melawan semua itu. Aku harus kuat. Aku harus
memofuskan pikiran kepada kemungkinan-kemungkinan positif. Satu pintu yang
tertutup tidak berarti tidak ada lagi pintu yang terbuka. Masih banyak pintu-pintu
lain yang bisa aku ketuk dan masuki. Kalaupun semua pintu itu tidak terbuka
untukku bukanlah berarti itu akhir dari hidupku. Teka teki kehidupan penuh
kejutan yang tentu saja punya kabar baik. Yang paling penting bagi diriku
adalah terus berusaha memperbaiki diri agar bisa menjadi pribadi yang
berkualitas. Dengan semua usaha itu Aku yakin Allah akan memberikan masa
depan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang terbaik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Kegagalan ini membuatku menyadari banyak hal yang tak pernah
terpikirkan selama ini. Dan Aku sudah bertekad untuk memperbaiki keadaan demi
mencapai impianku. Aku harus ‘melupakan’ kejayaan di masa lalu dan memulai
segala sesuatunya dari nol. Aku harus memperbaiki cara pandangku terhadap
diriku, lebih-lebih terhadap apa yang sudah Aku capai selama ini. Aku harus menempatkan
kakiku kembali ke tanah seperti tahun-tahun terdahulu ketika Aku belum pernah
mencapai impian-impianku. Aku harus mengembalikan mentalku yang dulu yang
selalu ingin berjuang di tengah keraguan. Aku harus menurunkan egoku yang
kadang melihat diriku terlalu besar dan penting. Aku harus meresapi pesan-pesan
motivasi yang Aku sampaikan kepada orang-orang bahwa kegagalan itu adalah
bagian dari keberhasilan. Aku harus menjadi seorang Beni yang baru dengan
semangat Beni yang dulu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">Hari ini aku tegaskan bahwa Aku tidak akan menangis pilu
karena kegagalan ini. Aku akan terus berjuang karena Aku yakin <i>my time will
come</i>!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">CBM B22<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">June 30, 2019<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Times, Times New Roman, serif;">8.09 am<o:p></o:p></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-34337746457926613952019-01-17T14:26:00.002+07:002019-01-17T14:28:21.431+07:00#tenyearscallenge <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Saat ini
Facebook sedang dilanda demam nostalgia berjudul </span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">#</span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">tenyearscallenge.
Foto-foto tahun 2009 disandingkan dengan foto 2019 untuk melihat perubahan apa
saja yang telah terjadi pada diri peng-upload foto. Saya sendiri sempat tergoda
untuk melakukan hal serupa tapi kemudian mengurungkan niat. Alasannya?
Foto-foto saya di zaman terdahulu mayoritas tanpa ekspresi. Maklum, masih mengidap
sindrom tidak PD depan kamera. Hehe…<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Tapi, dalam
edisi kali ini saya tidak akan panjang lebar membahas muka datar saya ketika
dijepret tukang foto. Tidak juga saya akan membebani pembaca dengan tuntutan
melihat foto-foto culun saya tahun 2009 dulu. Saya hanya ingin mengenang satu
decade perjalanan dua akun media yang<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>sering saya gunakan. Ya, pada tahun 2019 ini genap sudah 10 tahun usia
blog ini dan akun Facebook saya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Keduanya
memiliki latar belakang yang berbeda perihal mengapa mereka dilahirkan. Adapun
blog ini berlatar belakang ekonomi. Saat itu, sebagai mahasiswa kere, saya
tergoda dengan ide yang sedang booming yaitu menghasilkan uang melalui blog.
Caranya mirip dengan media lainnya yaitu konten yang kita sediakan di blog
mesti dibaca oleh banyak orang. Singkatnya, blog kita harus memiliki pengunjung
harian yang banyak agar perusahaan mau memasang iklannya di blog kita. Tapi
sialnya saya tidak tahu harus diisi dengan apa blog saya pada waktu itu. Jika
diisi dengan tulisan malangnya saya belum bisa menulis dengan baik, benar,
apalagi panjang lebar. Karir kepenulisan saya masih berumur satu tahun semenjak
masuk ke IAIN STS Jambi. Itu pun cuma sebatas menulis makalah. Atau lebih
tepatnya lagi meng-copy-paste makalah orang atau buku orang. Alhasil, untuk
memuat tulisan karya sendiri pastinya saya tidak bisa. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Pikir punya
pikir, saya mendapatkan ide. Saya masukkan saja makalah saya ke blog ini.
Makalah yang copy-paste tadi tentunya. Harapan saya amat muluk, siapa tahu ada
20.000.000 penduduk Indonesia yang mengakses makalah ini. Dengan begitu saya
bisa kebanjiran iklan. Harapan ini harapan semu tentu saja. Sebab, siapa pula
yang mau merujuk makalah KW yang kualitas dan kredibilitasnya masih berada di
level anak SMP yang jarang berangkat ke sekolah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Saya tidak
kehabisan akal. Dan bahkan lebih termotivasi untuk mengejar online fulus. Saya
pun melakukan hal yang lebih tidak terpuji lagi. Apa itu? Saya copy-paste artikel-artikel
di Kaskus kemudian saya masukkan ke blog saya. Ini tidak terpuji karena saya
tidak mencantumkan sumber aslinya. Tapi tetap saja tidak berhasil menjadikan
saya pemuda kaya berkat blog sebagaimana yang dibahas di dalam buku-buku
motivasi itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhQB8e_8Jh9sgZEsWyBuzYY6vgSnYqfQrFeV3w0EatJO4f1tHNyDJxOGpjins1oMpPQsitda-R9Nsok5ZQaJi1ZDFWCY0YcNabGyr-IxQzNVZm-QhtQhvdkFym25VAOiJgcn7GgZKNtI6v/s1600/Capture.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="551" data-original-width="891" height="394" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhQB8e_8Jh9sgZEsWyBuzYY6vgSnYqfQrFeV3w0EatJO4f1tHNyDJxOGpjins1oMpPQsitda-R9Nsok5ZQaJi1ZDFWCY0YcNabGyr-IxQzNVZm-QhtQhvdkFym25VAOiJgcn7GgZKNtI6v/s640/Capture.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Postingan perdana di blog.</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tahun
berlalu, bulan berganti. Saya akhirnya lupa dengan iming-iming uang hasil
ngeblog. Saya pasrah. Atau lebih tepatnya menyerah. Kesimpulan saya adalah
memang saya tidak berbakat dalam dunia mata pencaharian melalui blog. Tapi,
ternyata Tuhan memiliki rencana lain. Tahun 2012 saya berkenalan dengan pemuda
Sabang yang kece badai yang prestasi dan reputasinya sudah berada di jajaran
para ‘wali’. Dia adalah bang Hijrah Saputra. Kami berkenalan ketika berlayar
keliling Indonesia Timur dalam program Sail Morotai 2012.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Ceritanya
bermula ketika saya mengutarakan keinginan untuk backpacking ke Malaysia.
Kebetulan bang Hijrah sudah pernah kesana. Bang Hijrah kemudian bilang bahwa
saya tidak perlu mengumpulkan uang agar bisa ke Malaysia. <i>“Ada program gratis
kesana asalkan punya blog. Saya sendiri pernah ikut.”</i> katanya. Saya amat
tertarik karena saya memang punya blog walaupun sudah lama vacuum. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyv57Lvfr2l6amg6UDMklZJwnHb8JMAE7K4_Fhe_9DEPaA7sHy0Wy2FP2PMifI_8OKIyrvfk6KQ8RqF-FTKbWoqadDAcDmPSrYQcI6c0EdJR-rj4rZQi-_JWpzqSI_ZL-x6qKaRGoGKMo8/s1600/CIMG1885.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyv57Lvfr2l6amg6UDMklZJwnHb8JMAE7K4_Fhe_9DEPaA7sHy0Wy2FP2PMifI_8OKIyrvfk6KQ8RqF-FTKbWoqadDAcDmPSrYQcI6c0EdJR-rj4rZQi-_JWpzqSI_ZL-x6qKaRGoGKMo8/s640/CIMG1885.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Selama di kapal saya satu grup dengan bang Hijrah dan satu tempat homestay di Ternate. </td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
Desember
2012 bang Hijrah menghubungi saya bahwa program tersebut, My Selangor Story,
sudah buka. Dan saya pun ikut menyumbang tulisan. Sebulan berlalu para finalis
diumumkan. Alhamdulillah, saya dan bang Hijrah termasuk ke dalam daftar 18
finalis dari Indonesia dan Malaysia. Kami pun diberangkatkan ke Malaysia,
nginap di hotel berbintang, menyantap makanan lezat, dan hilir mudik mengunjungi
beberapa tempat wisata di sekitaran Selangor. Berita baiknya adalah semuanya
gratis tis tis tis…</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpdZy7opXtcIlPHWgVW5vV4BH334dbbhjx08z2bbVv_HXCO3vEUMIZCzqV25D4OAWc9ewrm7g8aX1935jfZ81d5ETdEoMqF2hZKQ0Lk8vf2z_sB9YYB1MV3amc70e0CnrIRUa7JbwaBmzT/s1600/CIMG2899.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpdZy7opXtcIlPHWgVW5vV4BH334dbbhjx08z2bbVv_HXCO3vEUMIZCzqV25D4OAWc9ewrm7g8aX1935jfZ81d5ETdEoMqF2hZKQ0Lk8vf2z_sB9YYB1MV3amc70e0CnrIRUa7JbwaBmzT/s640/CIMG2899.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Selama program My Selangor Story 2013 saya juga 'dipasangkan' dengan bang Hijrah sehingga kami selalu sekamar hotel. Beruntungnya.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEih3mQmwD34I_-eoUVzwtXtQO_IuC-GIonlpY7pYhg8tJ3Vi_rJs6hO8-V2SvIiayi6-PSQtZCXYV0U8gH8c8_rpnNLsyfbGBeov5zKEjkFAJtfDnAaMNNS18E0mjpwVXpk9e-ET9gZ_O70/s1600/842901_407403066018080_1752243534_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1146" data-original-width="1600" height="458" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEih3mQmwD34I_-eoUVzwtXtQO_IuC-GIonlpY7pYhg8tJ3Vi_rJs6hO8-V2SvIiayi6-PSQtZCXYV0U8gH8c8_rpnNLsyfbGBeov5zKEjkFAJtfDnAaMNNS18E0mjpwVXpk9e-ET9gZ_O70/s640/842901_407403066018080_1752243534_o.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Grup foto dengan finalis lain.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUPPHIJddRUxcm1CECtMPlvxYUHpBLzMvZXvgIk75SPmSRtZV3dvVdXTpcknKB5Czx2mR0ck06w1GK4dkjsQZ80IH9drRbhBm9OVejAiIs4hLXgmoZVUGC5AhKUGKlFYjXO-Prjgng6VDo/s1600/857464_407404166017970_1440753296_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1216" data-original-width="1600" height="486" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUPPHIJddRUxcm1CECtMPlvxYUHpBLzMvZXvgIk75SPmSRtZV3dvVdXTpcknKB5Czx2mR0ck06w1GK4dkjsQZ80IH9drRbhBm9OVejAiIs4hLXgmoZVUGC5AhKUGKlFYjXO-Prjgng6VDo/s640/857464_407404166017970_1440753296_o.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Briefing di mall Wholesale City.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCAdoy9-VDsmphlcQiFo6f_lRu35BTa8XeZCZEKHC_KR2s1e32wU_mwR0WEyHLV3epJj59facW4uke8MqCKLwdsgUSXQxlNedywj-XfzgSulkybf4z4UbBFgb1kWuJIYht3tBgxDKJ8YE0/s1600/859413_407384642686589_1337377378_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1216" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCAdoy9-VDsmphlcQiFo6f_lRu35BTa8XeZCZEKHC_KR2s1e32wU_mwR0WEyHLV3epJj59facW4uke8MqCKLwdsgUSXQxlNedywj-XfzgSulkybf4z4UbBFgb1kWuJIYht3tBgxDKJ8YE0/s640/859413_407384642686589_1337377378_o.jpg" width="486" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Belum afdol kalo belum foto di mari.</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
Itu cerita
singkat tentang blog ini. Tentang akun Facebook saya lain lagi. Di 2009 ke
bawah warnet-warnet di Kota Jambi yang jumlahnya masih hitungan jari pada waktu
itu belum disesaki oleh Facebookers. Friendster masih primadona dengan fitur
testimony dan latar belakang foto pribadinya. Namun dalam waktu singkat
Facebook berhasil merebut hati Friendster maniak termasuk saya. Alasannya
adalah Facebook punya fitur yang lebih canggih dibandingkan Friendster seperti
fitur chatting dan komen-komenan. Saya pun bermigrasi ke Facebook dan melupakan
Friendster. Dan kini Friendster sudah tiada, musnah digilas pesaing.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-GAJj6uDR37w3sLnslys475v9v_KQq3suSO26hNuG9hBmTggnDvlqBiXAb5ul7JS4_l1tyUz-gZ8_jRfjcuh25o49B6ifIJx9yOFlKTBkltwCSGoAkYSMb_lraoWggAzIHVNk_VzYtnXz/s1600/Captured.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="264" data-original-width="532" height="316" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-GAJj6uDR37w3sLnslys475v9v_KQq3suSO26hNuG9hBmTggnDvlqBiXAb5ul7JS4_l1tyUz-gZ8_jRfjcuh25o49B6ifIJx9yOFlKTBkltwCSGoAkYSMb_lraoWggAzIHVNk_VzYtnXz/s640/Captured.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Postingan Facebook pertama.</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam
rentang waktu 10 tahun banyak pelajaran sekaligus manfaat yang saya petik dari
blog ini dan Facebook. Putellaking.blogspot.com telah mengajarkan saya arti
sebuah perjuangan dan rencana Tuhan. Bahwa dalam berjuang haruslah jujur kepada
diri sendiri sebab ketidakjujuran menyulitkan kita meraih keberhasilan. Dan
ketika kita merencakan sesuatu namun belum berhasil, kadang Tuhan punya rencana
lain yang tidak kalah indahnya. Blog ini memang tidak mewujudkan impian saya
menjadi mahasiswa berduit, tapi dia membawa saya meraih impian lain yaitu
berangkat ke Malaysia. Lebih dari itu, blog ini juga menjadi saksi perjalanan
dunia menulis saya. Dari yang sebelumnya tidak bisa menulis dengan baik ke
level sekarang yang alhamdulillah sudah
bisa menulis artikel koran dan jurnal. Walaupun kualitasnya belum super-super
amat.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Bagaimana
dengan Facebook? Hmm…selain mendapatkan dan merapatkan persahabatan dengan
kolega-kolega dunia maya, hikmah lain dari Facebook yang saya dapatkan
barangkali ini<i>: “Terlalu banyak kau menghabiskan waktuku.”</i> Hehe…<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Anyway,
selamat ulang decade putellaking.blogspot.com dan Facebook Muhammad Beni
Saputra. Semoga Google dan Facebook tidak cepat bangkrut. Amin.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Salam,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">#</span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">tenyearscallenge<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br /></div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-54817915891804886912019-01-09T12:13:00.000+07:002019-01-10T10:52:03.790+07:00Euro-trip<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Sebelum berangkat ke Manchester saya diberikan
masukan oleh seorang kenalan yang dulunya belajar di Belanda, <i>“Ben,”</i>
katanya. <i>“Nanti kalau kamu udah di Inggris, jangan lupa jalan-jalan keliling
Eropa. Sayang kalau gak jalan. Mumpung disana. Saya aja sekarang agak nyesal
kenapa dulu hanya mengunjungi Belgia dan Perancis. Sebenarnya saya punya
kesempatan untuk bepergian ke banyak negara namun semua itu tidak saya lakukan.
Karena ya…saya terlalu khawatir tidak bisa menyelesaikan studi dengan baik jika
jalan-jalan terus. Padahal faktanya tidak begitu. Asal dapat mengatur waktu
semuanya bisa dilakukan.”</i> Jujur saja, saya Cuma mengangguk tanpa makna. Dengan
kata lain apa yang dia sampaikan hanya sampai di telinga. Sedikitpun tidak
menarik perhatian saya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Diskusi di grup WA juga serupa. Beberapa calon
mahasiswa seangkatan saya sibuk membahas tentang visa Schengen. Saat itu saya
tidak tahu apa itu Schengen. Baru kemudian ngeh setelah membaca keseluruhan
chat mereka. Visa Schengen itu rupanya visa untuk memasuki daratan Eropa. Secara
politik Inggris tidak berbagi visa dengan negara Eropa lainnya alias negeri
Ratu Elizabeth punya visa tersendiri. Jadi meskipun mahasiswa internasional
sudah mengantongi visa Inggris tidak serta merta mahasiswa tersebut bisa secara
bebas menginjakkan kaki ke benua biru. Harus mengajukan visa Schengen dulu baru
diizinkan. Beda halnya dengan mahasiwa yang belajar di Belanda atau Jerman,
misalnya. Mereka bebas hilir mudik di negara-negara yang tergabung ke dalam
visa Schengen. Ada 26 negara Eropa yang menggunakan visa Schengen, yaitu Austria,
Belgium, Czech Republic, Denmark, Estonia, Finland, France, Germany, Greece,
Hungary, Iceland, Italy, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta,
Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Slovakia, Slovenia, Spain, Sweden, and
Switzerland.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Kembali ke diskusi tadi. Beberapa diantara
teman angkatan sudah mengantongi visa Schengen dari kedubes Belanda di Jakarta.
Beberapa yang lain berencana mengajukan segera. Dan beberapa lagi tertarik
untuk mencoba. Saya? masih tidak tertarik. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Alasan ketidaktertarikan saya beragam. Pertama,
saya masih idealis dengan misi saya ke Inggris bahwa saya kesana bukan untuk
haha hihi jalan-jalan menghambur-hamburkan uang negara melainkan untuk belajar.
Belajar dengan sangat serius agar saya bisa merealisasikan semua impian saya.
supaya saya bisa mengubah dunia yang karut marut ini. Adapun alasan kedua
adalah, saya dilanda rasa takut bercampur khawatir yang kadarnya sudah akut. Ya,
dada saya tidak berhenti berdebar mengenang nasib di rantau orang kelak. Ditengah
kepercayaan diri saya yang menyentuh langit, tidak bisa saya sembunyikan jika
saya rapuh. Saya kadang atau seringkali dihantui rasa takut jika saya tidak
bisa belajar secara optimal. Atau pelajaran terlalu sulit untuk dicerna. Atau dosennya
pelit nilai. Atau kampusnya punya standar terlalu tinggi. Atau saya mendadak
begok. Dan atau-atau lainnya. Jadi, pendirian saya kokoh, sekokoh batang jering
di sebelah rumah orang tua saya, bahwa saya tidak tertarik dengan ide
jalan-jalan di daratan eropa. Jangan ajak saya. Jangan goda saya. saya mau
belajar! I want to change the world!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Waktu berlalu dan tibalah masanya saya
berangkat ke Manchester setelah melalui drama ketinggalan pesawat gara-gara
kabut asap. Pesawat Etihad yang saya tumpangi sempat oleng ketika mendarat dan
hampir saja terjungkir gara-gara angin kencang. Meski begitu, kedatangan saya
di Manchester masih dengan idealisme yang sama yaitu saya akan kuliah
sungguh-sungguh, jika bisa menjadi lulusan terbaik, dan tentu saja tidak ada
agenda melancang-melancong. Akan tetapi, bukan manusia namanya bila tidak
berubah. Sebab manusia itu memiliki sifat baharu sebagaimana yang diterangkan
di dalam kitab-kitab Tauhid. Dan setiap yang baharu pasti berubah. Hanya Tuhan saja
yang tetap tidak berubah-ubah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBMmAeHSqPEXIvXmJaEIMw0R02U0grG0mrOmBJqc2UrRnQY7TOUm-hQNBDw2jqmCUxaNU2aliw1iTJDuQxVXsFfJuEyyWnJk03QY2kQcKDyMaAtTv2k5udMXluVdUnN2rm9dQMx9NsMiPV/s1600/IMG_20150909_170023.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBMmAeHSqPEXIvXmJaEIMw0R02U0grG0mrOmBJqc2UrRnQY7TOUm-hQNBDw2jqmCUxaNU2aliw1iTJDuQxVXsFfJuEyyWnJk03QY2kQcKDyMaAtTv2k5udMXluVdUnN2rm9dQMx9NsMiPV/s640/IMG_20150909_170023.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">September 2015 Jambi dilanda kabut asap hebat.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGdduVNisH4saIfrTIHTqlAZCzpSDzF3BuUabId3kqwwSWzab89-V309JLVVnBXbfW2S3hj8k70oN2ImEeIer_KrmkdvNZA_CpOwFNR7ud4NuQO5L9Oq5vh8HwmIdAHxiRVc_rhv8uQC6V/s1600/IMG_20150909_171749.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGdduVNisH4saIfrTIHTqlAZCzpSDzF3BuUabId3kqwwSWzab89-V309JLVVnBXbfW2S3hj8k70oN2ImEeIer_KrmkdvNZA_CpOwFNR7ud4NuQO5L9Oq5vh8HwmIdAHxiRVc_rhv8uQC6V/s640/IMG_20150909_171749.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Semua penerbangan di cancel termasuk pesawat yang akan saya tumpangi, GA. 135.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjurqTY5GaU138Z4Rd_FI5vLcTehTZ0zFewbZ4W4AP7NJ8CdjiX8FAQYJuJTLu2zojYn9IYDrCpsaQXEYVpgZZZsMJgytUC_BtK434SAzpmH5ddB-vI3NDZSurcH9QEtC6IJ94dUZjt2w3u/s1600/IMG_20150909_201407.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjurqTY5GaU138Z4Rd_FI5vLcTehTZ0zFewbZ4W4AP7NJ8CdjiX8FAQYJuJTLu2zojYn9IYDrCpsaQXEYVpgZZZsMJgytUC_BtK434SAzpmH5ddB-vI3NDZSurcH9QEtC6IJ94dUZjt2w3u/s640/IMG_20150909_201407.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Padahal saya sudah diantar oleh keluarga. Turut serta yang mengantar ke Jambi Datuk saya yang berpulang ke hadhirat Allah 4 bulan setelah kepulangan saya ke tanah air. Al fatihah.</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE7-xomLmSzqIbHQs-Z7qtH4Tyhbk656vVyjPzBDlfDrBnqWQmIdqAEecnbC-_O7uKadcr1xPLsoC9IGW6ViXq_Bug726DevzESmb_7trQnyxQHgG9zH66kmW9baH0dp-VOKzDxosAcqFi/s1600/IMG_20150910_120644.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="900" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE7-xomLmSzqIbHQs-Z7qtH4Tyhbk656vVyjPzBDlfDrBnqWQmIdqAEecnbC-_O7uKadcr1xPLsoC9IGW6ViXq_Bug726DevzESmb_7trQnyxQHgG9zH66kmW9baH0dp-VOKzDxosAcqFi/s640/IMG_20150910_120644.jpg" width="360" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Akhirnya ke Jakarta melalui Palembang.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-WPrBpXoUiwCg4t3P5o1Gje7cL7ZfC3jE4YDiOFuqgJKp5pjFpo3JcinXK92Zp-D6PQv7HBfETgff5bLAUJZ-JyingIojnnVM2o-UDhoS2X9x-AI0a713oG_wfSsA3N8U5WKQKSi4oXEx/s1600/IMG_20150911_233003.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-WPrBpXoUiwCg4t3P5o1Gje7cL7ZfC3jE4YDiOFuqgJKp5pjFpo3JcinXK92Zp-D6PQv7HBfETgff5bLAUJZ-JyingIojnnVM2o-UDhoS2X9x-AI0a713oG_wfSsA3N8U5WKQKSi4oXEx/s640/IMG_20150911_233003.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dan alhamdulilllah dapat tiket pengganti dari Etihad sestelah negosiasi alot dan sedikit bertegang leher.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg83zavTZu34G2wTm5fxbasXac3lDsD5HWOhTLhVI6KrZxYPMoQP-E01iHg2_NTeJQiz4SX3t0xFaVPvuM2BZnUb5JILjWL86gtThKTie2II-EvkZ5sCon_Qvinm458Pjtn3HtpPu0B1yYC/s1600/IMG_20150912_062606.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg83zavTZu34G2wTm5fxbasXac3lDsD5HWOhTLhVI6KrZxYPMoQP-E01iHg2_NTeJQiz4SX3t0xFaVPvuM2BZnUb5JILjWL86gtThKTie2II-EvkZ5sCon_Qvinm458Pjtn3HtpPu0B1yYC/s640/IMG_20150912_062606.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Transit di Abu Dhabi.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXOay78hMu5-muf-eWqvLMOe7jK3BXDcgtm5EWogLZBiu95qRsvgiGyBcKsr6dvp5PnpFyWQGVWhDT1ZBFxjUxJUR4bjlPI5XFHpUJe6t5QOnLq-OEWT-Uc7UL6tBI9CrZtIzCCHDH5WCl/s1600/IMG_20150912_065954.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="900" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXOay78hMu5-muf-eWqvLMOe7jK3BXDcgtm5EWogLZBiu95qRsvgiGyBcKsr6dvp5PnpFyWQGVWhDT1ZBFxjUxJUR4bjlPI5XFHpUJe6t5QOnLq-OEWT-Uc7UL6tBI9CrZtIzCCHDH5WCl/s640/IMG_20150912_065954.jpg" width="360" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sampai di Abu Dhabi.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS7bcP9Vog6VfKg-XkgsCfxs94POvIumdYe4LHk0Xl4kR3X82FxM92epIT54X_gLg_J1MEcjcj0CKHXUdGVQOI2h5QOIalv4z5Ycu41jRUK4vgg0id-B0Mek8j586qIGcz00qqJwV7_ghR/s1600/IMG_20150912_102724.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="900" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS7bcP9Vog6VfKg-XkgsCfxs94POvIumdYe4LHk0Xl4kR3X82FxM92epIT54X_gLg_J1MEcjcj0CKHXUdGVQOI2h5QOIalv4z5Ycu41jRUK4vgg0id-B0Mek8j586qIGcz00qqJwV7_ghR/s640/IMG_20150912_102724.jpg" width="360" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ready for Manchester.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaOqLGNWgHXVAEf40m9BUVz89LpxyBdfURtOEh0rGC_o-8fh3FeJ9HXByUjxhRvSJVggZDlK1dctPbZ2SH2H60p4wwK2pdD8AdUCqFenb9xpI4L6qF-AH9JGCbUaHhNqtKWNX6XU253G_R/s1600/IMG_20150912_111021.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="900" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaOqLGNWgHXVAEf40m9BUVz89LpxyBdfURtOEh0rGC_o-8fh3FeJ9HXByUjxhRvSJVggZDlK1dctPbZ2SH2H60p4wwK2pdD8AdUCqFenb9xpI4L6qF-AH9JGCbUaHhNqtKWNX6XU253G_R/s640/IMG_20150912_111021.jpg" width="360" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Manchester, I'm coming!</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhy339-gCG4D8-AEpjyR7zGLrwIkK9nnVT6V_lM_7KLkl7g7jhkewbFJ_jqMXxJCZa1QmmG0LTFhuOyfVemms7py_F5-lP896KNwMQbeDdEBpI6EFabjG8v_wI2kmVCpQpndOLrCSQZmFaM/s1600/IMG_20150912_111827.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhy339-gCG4D8-AEpjyR7zGLrwIkK9nnVT6V_lM_7KLkl7g7jhkewbFJ_jqMXxJCZa1QmmG0LTFhuOyfVemms7py_F5-lP896KNwMQbeDdEBpI6EFabjG8v_wI2kmVCpQpndOLrCSQZmFaM/s640/IMG_20150912_111827.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Penerbangan panjang.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglWIb7LPcrezG8EQ7mjxSb-DLM7S4P3KDo8uwhOAnIxWoRpgHeb1afp0grD2N_4aDkJLaSENkE10kF7txfZ8P0R2lqSqxuQpV7DuaNVzB6AltAG5ryW3OfIRwFxGgnq8pfMiy5KaV6jNNG/s1600/IMG_20150912_154913.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglWIb7LPcrezG8EQ7mjxSb-DLM7S4P3KDo8uwhOAnIxWoRpgHeb1afp0grD2N_4aDkJLaSENkE10kF7txfZ8P0R2lqSqxuQpV7DuaNVzB6AltAG5ryW3OfIRwFxGgnq8pfMiy5KaV6jNNG/s640/IMG_20150912_154913.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Alhamdulillah sampai.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdcrlb-nD2gCwf59XPmGhyphenhyphenvQS90lWveigm7g9fVILXtDgf8QjUbRYmayEMHjOx-f2SewmcW9j7pCE3MJRtp5MjPVuUHa02YY5dPoHvvX1C7rNZYHMMpKS4WIpqspFJTTtiSfG905T5_YUA/s1600/IMG_20150912_170741.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="900" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdcrlb-nD2gCwf59XPmGhyphenhyphenvQS90lWveigm7g9fVILXtDgf8QjUbRYmayEMHjOx-f2SewmcW9j7pCE3MJRtp5MjPVuUHa02YY5dPoHvvX1C7rNZYHMMpKS4WIpqspFJTTtiSfG905T5_YUA/s640/IMG_20150912_170741.jpg" width="360" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Foto dulu biar afdol.</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sisi rapuh di dalam diri secara perlahan tapi
pasti akhirnya tereskploitasi oleh kekuatan-kekuatan luar yang tak dapat
dibendung. Kekuatan-kekuatan tersebut berasal dari berbagai macam sumber. Sumber
pertama adalah studi saya sendiri. Kala itu ada pertemuan dengan Eithne Quinn,
supervisor akademik saya. Turut serta dalam pertemuan itu beberapa mahasiswa
lain baik mahasiswa Inggris asli maupun mahasiswa dari negara lain. Eithne mengumpulkan
kami untuk memberikan penjelasan segala
tetek-bengek perkuliahan yang akan kami lalui setahun ke depan. Dalam pertemuan
itu saya masih dengan semangat yang melimpah ruah ingin menjadi mahasiswa
teladan yang focus 10.000% ke perkuliahan. Bahkan saya sempat sedikit
menceritakan ambisi akademis saya yang disusul dengan penjabaran singkat
mengenai latar belakang saya sebagai mahasiswa yang belanja sehari-harinya
dipenuhi negara atau dalam kata lain: mahasiswa terpilih untuk mendapatkan
beasiswa bergengsi dari pemerintah Republik Indonesia, sebuah ceritera
yang belakangan saya sadari sebagai kekonyolan
bercampur narsistik yang substansinya tidak nyambung dan alurnya tidak penting.
Tapi memang saat itu level PD saya sedang tinggi-tingginya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Semuanya turun drastis setelah menjalani
beberapa bulan kuliah; tugas menumpuk, yang macam ragamnya beraneka. Ragam pertama
mereka menyebutnya essay. Apa itu essay saya juga tidak tahu saat itu. Atau lebih
tepatnya belum begitu menguasai. Essay dibatasi dengan jumlah kata. Harus tidak
kurang dari 6000. Mesti menulis sesuatu yang belum ditulis orang, dengan topik yang
saya sendiri belum paham. Jadilah saya seperti mahasiswa teladan betulan. Rajin
berkunjung ke perpustakaan untuk membawa pulang buku-buku yang tebalnya bisa
dijadikan bantal tidur. Buku-buku tersebut mesti dibaca secara teliti dan
malang nasib saya terlalu banyak buku yang harus dilahap. Saking paniknya
pernah saya mengantri di depan Domino’s Pizza, ‘warung’ pizza depan kampus
sambil membaca sebuah buku tentang komunitas hip-hop di Amerika. Pernah juga
saya membaca buku sampai habis kemudian baca lagi pelan-pelan. Hasilnya? Saya
masih tidak paham!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgM56h9YHCK1aD3XWUZb2z8y-UJL6FuiVGDilvlltvTXQ0xpS078v_Dit13GjPXCCXnJgFwHywF5KY36equZr6jJky-Srq-Ab2rYsD61m3ZiZVmsxgJPlLdX0a2Kpc3i-LrCh5ezy9V5cVs/s1600/IMG_20151029_094610.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgM56h9YHCK1aD3XWUZb2z8y-UJL6FuiVGDilvlltvTXQ0xpS078v_Dit13GjPXCCXnJgFwHywF5KY36equZr6jJky-Srq-Ab2rYsD61m3ZiZVmsxgJPlLdX0a2Kpc3i-LrCh5ezy9V5cVs/s640/IMG_20151029_094610.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Belajar apa itu essay dan bagaimana cara bikinnya. No, ini bikin essay beneran lho!</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNXH6im_ciMHYo33E9btaXO93A48i-1l1jclwJVr3myzlyylAzqXzqs1gYgwJdT2K67oMZH97AISvOQncpAXR4ADGFd8nAhLqWMQRRzhVpxv3rYLTff4l3TXoexZEM7RJN8Ip7k87oTMdx/s1600/IMG_20151110_093331.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNXH6im_ciMHYo33E9btaXO93A48i-1l1jclwJVr3myzlyylAzqXzqs1gYgwJdT2K67oMZH97AISvOQncpAXR4ADGFd8nAhLqWMQRRzhVpxv3rYLTff4l3TXoexZEM7RJN8Ip7k87oTMdx/s640/IMG_20151110_093331.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Too much to read.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKPRhJDR7r-Z07_WIRKTc91v0bDvRb3U7WPdVlbzKF2NqXKhvZ7tpAcXW6lWU5BdXP38XgKXbtjql91o3VertvVXmdk9hC0S4cdAqRiC5ItnvA9xL8xZ1dRAvfDwh8-h744E9G4kocSyi8/s1600/IMG_20151115_215615.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="900" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKPRhJDR7r-Z07_WIRKTc91v0bDvRb3U7WPdVlbzKF2NqXKhvZ7tpAcXW6lWU5BdXP38XgKXbtjql91o3VertvVXmdk9hC0S4cdAqRiC5ItnvA9xL8xZ1dRAvfDwh8-h744E9G4kocSyi8/s640/IMG_20151115_215615.jpg" width="360" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">I cannot keep calm.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8Vi3k6kzSzMDLo_Oaav0Lh4wd8fR9M-kK1e8Q5I14WHYsYnmzBp0gQ-6CMeDvlJYdT6KqlWeRGSlRiTlRviw7N-X3H9oi-XroI8uch23foiDQX4Wq096gGYK8KWbYXtQxyLKr3hW8G8Lj/s1600/IMG_20151116_100545.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="900" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8Vi3k6kzSzMDLo_Oaav0Lh4wd8fR9M-kK1e8Q5I14WHYsYnmzBp0gQ-6CMeDvlJYdT6KqlWeRGSlRiTlRviw7N-X3H9oi-XroI8uch23foiDQX4Wq096gGYK8KWbYXtQxyLKr3hW8G8Lj/s640/IMG_20151116_100545.jpg" width="360" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Reading list yang menyiksa.</td></tr>
</tbody></table>
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ragam kedua adalah dinamika di dalam kelas. Bagi
saya waktu itu, paparan dosen sepanjang ‘tali baruak’ bukan membuat saya paham
melainkan bingung. Bingung karena ada banyak hal yang baru saya ketahui dan
banyak hal yang belum saya mengerti. Yang paling menyiksa adalah kelas diskusi.
Tidak tanggung-tanggung kelas diskusi porsinya paling lama. 3 jam! Selama 180
menit saya harus ikut andil dalam pembahasan topik-topik yang sama sekali baru
bagi saya dengan menggunakan bahasa Inggris yang tentu saja mesti akademis. Celakanya,
di kelas tersebut hanya saya yang berkulit kelam. Selebihnya berkulit terang
berambut pirang. Dan 95 persen dari mereka anak sana alias orang Inggris. Dalam
diskusi tentu saja mereka amat lancar meskipun kadang berbelok-belok dari topik
utama. Skill tersebutlah yang tidak saya punya. Bahasa Inggris saya masih
standar betul belum bisa ngeles sana ngeles sini ketika otak saya macet. Alhasil,
3 bulan pertama saya berkali-kali berbicara dalam hati, <i>‘Ngapain saya jauh-jauh
belajar kesini. Kenapa saya gak kuliah di Indonesia saja kemarin…’</i> Huuh….</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTo2CYhg6cRdA6buaQETaYGWUq4aUFKCOPlJbNhJ8XKPuQmvNhdh_m7ft_32sDe6fS6SXkehlZG-_vpx9fqktAuPi80NkrVMz2dwT7fjhLWqeoApTGtW7LuZYUmcvklgOnwPoad38QeNR-/s1600/IMG_20151014_112420.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTo2CYhg6cRdA6buaQETaYGWUq4aUFKCOPlJbNhJ8XKPuQmvNhdh_m7ft_32sDe6fS6SXkehlZG-_vpx9fqktAuPi80NkrVMz2dwT7fjhLWqeoApTGtW7LuZYUmcvklgOnwPoad38QeNR-/s640/IMG_20151014_112420.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dr. Andrew Fearnley yang sangat akademis dan menguasai apa yang diajarkannya.</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8TNbcaIdblmZ9Vqxxq_TcpK2S22rZgW26x9NwpRuJdfQRpN9oq7ghtLcOjIfZT9Co6796Koq7LfzZuDZmPkFHpjxtS4hjBSjrybTuNs-Uu6PDqxlKW2GbnmUkFbRGldcCVsgxyLXviqUa/s1600/DSC00412.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1066" data-original-width="1600" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8TNbcaIdblmZ9Vqxxq_TcpK2S22rZgW26x9NwpRuJdfQRpN9oq7ghtLcOjIfZT9Co6796Koq7LfzZuDZmPkFHpjxtS4hjBSjrybTuNs-Uu6PDqxlKW2GbnmUkFbRGldcCVsgxyLXviqUa/s640/DSC00412.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bersama teman-teman sekelas dan Dr. Michelle Coghlan dalam presentasi project akhir mata kuliah Ocuppy Everything di rumahnya.</td></tr>
</tbody></table>
Beban belajar yang super menyiksa ini berhasil
membuat saya lebih rapuh. Idealisme ‘I want to change the world,’ perlahan tapi
pasti berubah menjadi ‘I want to have my previous world’.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Sumber kedua, adalah sepak bola. Ya, ini tidak
salah ketik, memang sepak bola. Kehidupan mahasiswa Indonesia di Manchester amat
erat kaitannya dengan sepak bola. Bahkan mereka memiliki klub tersendiri yaitu ‘Uler
Kubis’. Apa filosofi dibalik nama tersebut saya tidak tahu. Tapi yang jelas saya
tidak mau ketinggalan rombongan, segera saya bergabung. Dalam perhelatan
pertandingan persahabatan antar sesama anggota Uler Kubis yang diadakan
seminggu sekali di Platt Lane (kompleks latihan sepak bola bekas akademi
Manchester City) saya mendengar banyak cerita indah dari para senior. Tentang apa
lagi kalau bukan petualangan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mereka di
benua Eropa. Saking getolnya mereka jalan-jalan bahkan ada yang berseloroh
begini, <i>“kuliah itu jangan sampai mengganggu jadwal main bola. Jangan juga
mengganggu jadwal jalan-jalan,”</i> Yang ngomong begitu bukanlah mahasiswa
biasa. Mereka pada umumnya mahasiswa hebat yang rata-rata penerima beasiswa. Dan
saya pun semakin rapuh.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1rrAwcgbTF7XWJ7yaTbj8xqz5GVupaQYz1FfPJCG2Aa0b4fHUBEUI25otQjHe4AWtoxasmJ9yuL7KiEV9szGDCrRzZNy9y1h0n5eM1jaj9OCrRw5sg7YVbZTcLrBaNa98TdooycX5SeAk/s1600/12940970_10156806203880541_451191585_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="956" data-original-width="1280" height="478" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1rrAwcgbTF7XWJ7yaTbj8xqz5GVupaQYz1FfPJCG2Aa0b4fHUBEUI25otQjHe4AWtoxasmJ9yuL7KiEV9szGDCrRzZNy9y1h0n5eM1jaj9OCrRw5sg7YVbZTcLrBaNa98TdooycX5SeAk/s640/12940970_10156806203880541_451191585_o.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Uler Kubis players in action.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVfxPhUt3bI2SYNkGc71UfQ6gu1SzLsmMwzUvq4R1RudzYsprhAYxydwWTtjApLsi6_4Aw45Nq_dFwDtLWW4nb7M_jLEQuxTvpAx7Yk5HyychF3emjTifDTJLQv8LFLFxYSVc6_JcoG7Iy/s1600/12962466_10156806204115541_1924311326_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="956" data-original-width="1280" height="478" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVfxPhUt3bI2SYNkGc71UfQ6gu1SzLsmMwzUvq4R1RudzYsprhAYxydwWTtjApLsi6_4Aw45Nq_dFwDtLWW4nb7M_jLEQuxTvpAx7Yk5HyychF3emjTifDTJLQv8LFLFxYSVc6_JcoG7Iy/s640/12962466_10156806204115541_1924311326_o.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKATBlqErK3nikWEm19r82oBNPzHUB59INm2uXDvoW8LxfHgYJMkySLa6a8BujMQEggA4aYDqJp28-OAi7h-q7Ysk_M1zAIbN3dLsGLPH7hScl4CxUOO3UVF5zctRav6intr-397xe086N/s1600/12962521_10156806203615541_1819378636_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="956" data-original-width="1280" height="478" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKATBlqErK3nikWEm19r82oBNPzHUB59INm2uXDvoW8LxfHgYJMkySLa6a8BujMQEggA4aYDqJp28-OAi7h-q7Ysk_M1zAIbN3dLsGLPH7hScl4CxUOO3UVF5zctRav6intr-397xe086N/s640/12962521_10156806203615541_1819378636_o.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Saya hancur betulan ketika berkenalan dengan
dua orang mahasiswa S3 yang dua-duanya masih sangat muda. Mahasiswa pertama
adalah Media Wahyudi Askar, seumuran saya, anak Minang, mantan pentolan
mahasiswa UGM, dan punya segudang prestasi. Satunya lagi Zulfikar Rakhmat,
seorang difabel, berusia 23 tahun, punya reputasi internasional, pernah masuk
Metro TV, dan kolumnis The Huffington Post! Pokoknya mereka berdua keren abis
seabis-abisnya. Saat bincang-bincang ringan dengan mereka berdua di kediaman
saya, mereka berbagi cerita tentang pengalaman mereka keliling Eropa. Indah betul
cerita mereka. Membuat saya tidak nyaman lagi duduk. Pengen cepat-cepat ngambil
koper, beli tiket, kemudian ke<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bandara
biar bisa ikut merasakan apa yang mereka ceritakan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNvmwW-FnDkwcgXAdM0L3ug_G2xP3r5CgoQTgrnbRW5DFXADJJ1TuHEYp7rI4HeYreLYqfOmodZ8wA2_LnhqE0hFwmJzlAUlBmpFSnUoq_tdYy5wqoigqFULSr7ddSFDZCdFpxKW3pDQ8L/s1600/DSC00347.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1066" data-original-width="1600" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNvmwW-FnDkwcgXAdM0L3ug_G2xP3r5CgoQTgrnbRW5DFXADJJ1TuHEYp7rI4HeYreLYqfOmodZ8wA2_LnhqE0hFwmJzlAUlBmpFSnUoq_tdYy5wqoigqFULSr7ddSFDZCdFpxKW3pDQ8L/s640/DSC00347.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bersama dua doktor muda (satunya 'akan'), Media dan Zulfikar.</td></tr>
</tbody></table>
Interaksi kompleks saya dengan kehidupan
akademis dan social di bulan-bulan pertama di Manchester memperkenalkan saya ke dua kata: euro-trip. Dinamika kehidupan kampus yang lumayan menyiksa,
kekeliruan saya dalam menilai diri sendiri, PD yang overdosis, membawa saya ke
satu muara kehidupan baru meninggalkan idealisme kayangan saya sebelumnya. Muara
itu apalagi jika bukan euro-trip. Ya, saya butuh jalan-jalan. Soal mengubah
dunia, nanti saya pikirkan lagi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>selepas
pulang dari Eropa.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;">Saya, Media, dan Zulfikar sudah sepakat: di
awal tahun 2016 kami akan jalan-jalan keliling Eropa bertiga. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br /></div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-3081014487217496032018-02-12T08:38:00.004+07:002018-02-22T15:25:39.419+07:00 S-E-A G-A-M-E-S<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<a href="https://www.original-briefmarken.de/bilder/produkte/gross/18-Suedostasien-Spiele-1995-Chiang-Mai-I_5_b5.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="800" data-original-width="800" height="640" src="https://www.original-briefmarken.de/bilder/produkte/gross/18-Suedostasien-Spiele-1995-Chiang-Mai-I_5_b5.png" width="640" /></a></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Langit Manchester
kehilangan warnanya. Tertutup kabut musim dingin bulan Desember. Sementara sisa
salju semalam masih menutupi trotoar jalan, membuatku agak lebih hati-hati
dalam melangkah. Salah sedikit bisa jatuh berdebam ke aspal karena licin. Di
pagi yang dingin ini Aku kebagian tugas mengantar Arsa ke sekolah. Ayahnya
tidak bisa mengantar karena harus ke kampus. Sedang ibunya pagi-pagi buta sudah
berangkat kerja. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Arsa terdaftar di Claremont
Primary School kelas nursery atau setingkat PAUD usia tiga tahun. Di sekolah
Arsalah Aku mengenang kembali masa kecilku khususnya setelah menyaksikan
murid-murid disitu bermain pasir, naik turun seluncuran, duduk di ayunan, dan
memanjat lingkaran sebentuk bola raksasa. Pengalaman anak-anak itu sama sekali
tidak pernah Aku lewati dalam hidupku sebab pre-school dan Taman Kanak-kanak
tidak dijumpai keberadaanya di kampungku. Satu-satunya sekolah yang ada
wujudnya adalah SD Negeri 178/II yang pada tahun 1999 berganti nama menjadi SD
Negeri 87/VIII setelah kabupaten Tebo resmi bercerai dengan kabupaten Bungo
oleh sebab pemekaran. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Meski demikian, sungguh Aku
tidak iri karena masa pra sekolahku sudah dipenuhi dengan petualangan hebat.
Kegiatan bermain pasirku langsung di pulaunya yaitu di Pulau Bungin yang
terbentang luas di tepi Batanghari. Jika air Batanghari surut, Aku dan
kawan-kawan bermain seluncuran diatas tebing landai di tepinya. Tebing itu
dipenuhi oleh lumpur hasil endapan ketika air Batanghari pasang yang ketika
disiram dengan air permukaannya akan menjadi licin. Sangat pas untuk bermain
seluncuran. Ayunanku juga ayunan alami menggunakan akar kayu yang menjuntai
tepi Batanghari. Kami bergelantungan bak tarzan, melayang-layang, lalu terjun
ke sungai. Sedangkan kegiatan memanjatku adalah memanjat pohon-pohon yang menjulang
tinggi; pohon duku, mangga, rambutan, kelapa, jambu, dan segala macam pohon
yang tumbuh di kampungku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Namun tidak bisa Aku
pungkiri bahwa saat kecil dulu Aku sangat ingin bersekolah. Di suatu pagi Aku
khusyuk menatap ke arah anak-anak berseragam putih merah yang sedang bermain
bola kasti di seberang jalan rumahku. Kebetulan rumahku berada tepat di depan
SD. Dalam permainan kasti itu kulihat seorang anak melempar bola kemudian
disambut dengan pukulan meleset oleh temannya yang berdiri di tengah lapangan.
Anak-anak yang lain kemudian berebut mengambil bola yang jatuh untuk
dilemparkan ke si pemukul yang berlari kencang menyelamatkan diri. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di pagi yang lain Aku
melihat barisan rapi dari kejauhan di halaman muka SD namun berantakan bila ku
lihat dari balik pagar. Kali ini mereka mengenakan topi merah putih dengan
gambar burung kuning tanpa kepala dengan posisi menukik ke bawah. Kelak,
setelah memegang sendiri topi itu Aku baru sadar ternyata kepala burung itu
adalah buku berwarna putih. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Barangkali Mak mengawasi
rutinitas pagiku ini dan mencium aroma ketertarikanku yang sangat besar
terhadap dunia sekolah. Suatu hari, tanpa Aku duga sebelumnya, Mak mengajakku
ke sekolah. Aku tidak tahu apa maksudnya. Pikirku saat itu mungkin Mak hendak
bertemu dengan salah satu guru disana untuk keperluan yang Aku tidak paham.
Namun ternyata Mak ingin memasukkanku ke sekolah. Di ruangan kantor kepala
sekolah, Aku dan Mak duduk berdampingan menghadap Pak Syarifudin, kepala
sekolah SD ku. Setelah berbincang panjang lebar Pak Syarifudin akhirnya menolak
permintaan Mak. Alasannya adalah umurku baru enam tahun sedangkan usia masuk
sekolah paling sedikit tujuh tahun. </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">"Tolonglah
pak..." Ucap Mak memelas. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">"Beni ini sudah sangat
ingin bersekolah. Kasian lihatnya tiap pagi duduk di depan rumah menyaksikan anak-anak lain sekolah"<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dengan penuh keberatan, Pak
Syarifudin menjawab.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">"Bukan tidak mau bu.
Beni ini masih kecil, belum waktunya bersekolah. Otaknya belum berkembang
betul. Nanti dia kesulitan mencerna pelajaran. Kalau tinggal kelas kan tidak
elok. Jadi tunggulah dulu setahun lagi".</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Aku lihat wajah Mak berubah
dari tadinya sangat antusias menjadi lesu penuh kekecewaan. Aku juga kecewa
mendengarnya padahal Aku sudah memakai sepatu putihku hari itu. Sepatu
kesayangan yang hanya Aku kenakan bila ke pasar Tebo. Mak memegang tanganku dan
menuntunku menuju pintu keluar kantor. Tak ada lagi kata yang keluar dari mulut
kami berdua sampai kembali ke rumah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Meski gagal bersekolah Mak
tidak membiarkan hasrat belajarku terbuang sia-sia. Setiap malam selepas Isya,
Mak selalu mengambil buku bacaan dan mengajarkanku abjad. Aku menjadi tahu jika
yang tegak berdiri seperti menara Eifel itu disebut ‘A’ sedangkan yang bunting
adalah 'b'. Setelah belajar beberapa bulan Aku pun berani praktek di depan
umum, tepatnya di rumah kakak Mak, Mak Wo Zoi. Kata Mak Wo adalah singkatan
dari kata Mak Tuo yang dalam Bahasa Indonesianya adalah Mak Tua. Sedangkan Zoi
adalah bentuk pendek dari Zoiyyah, nama lengkap Mak Wo. Mak Wo Zoi dipanggil
Mak Wo karena dia anak paling tua dari sebelas orang anak Nyai Muna. Dalam hukum
kekerabatan di kampungku seorang bibi seperti Mak Wo tidak hanya berposisi
sebagai bibi tetapi juga sebagai ibu bagi keponakannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mak Wo adalah di antara
segelintir orang yang memiliki televisi di kampung. Hobi Pak Wo Zul – suaminya,
Zulwahidin – terhadap acara olah raga mulai dari sepak bola, volly, tinju,
hingga sepak takraw membuat Mak Wo rela mengumpulkan uang hasil menyadap karet
demi bisa membeli kotak gambar itu. Saking maniaknya, Pak Wo tak pernah
melewati perhelatan olahraga nasional maupun internasional selagi acara
tersebut ditayangkan di televisi. Sea Games XVIII 1995 yang disiarkan secara
exclusive oleh TVRI adalah salah satunya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Acara olahraga dua tahunan masyarakat Asia
Tenggara ini diadakan di Thailand tepatnya di Chiang Mai dari tanggal 9
Desember sampai 17 Desember 1995. Hampir setiap hari khususnya dari sore sampai
malam rumah Pak Wo penuh sesak oleh penonton. Mereka yang pagi-pagi ke kebun
menjadikan ritual menonton pertandingan olahraga Sea Games sebagai obat
penawar lelah. Aku juga hampir setiap saat hadir disitu menemani Pak Wo.
Disamping rumah kami berdekatan, Pak Wo mengajakku tidak lain karena dia tidak
memiliki anak. Sudah sekitar tujuh belas tahun Tuhan belum mengabulkan doa
Pak Wo dan Mak Wo untuk memiliki seorang buah hati. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Jika orang-orang fokus ke
petarungan olah raga yang tersaji, fokusku agak berbeda. Aku mencoba memenangi
pertarungan lain antara diriku dengan running text yang ada di TV. Entah
mengapa Aku selalu ketinggalan alias gagal membaca semua text yang ada.
Menurutku orang yang di dalam TV membuatnya terlalu ngebut sehingga baru saja
Aku memulai mengeja, kata yang dieja sudah sampai ke ujung dan
menghilang. Begitu terus hingga hanya dihitung jari kata yang berhasil Aku
tangkap dan itu biasanya yang pendek-pendek seperti D A N atau D I.</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Meski demikian Aku tidak
pernah lupa dengan kata Sea Games sebab kata ini selalu di tampilkan di layar
televisi ketika ada replay atau break. Suatu kali Aku berhasil mengejanya diam
diam dari S, E, A, G, A, M, E, hingga S lagi. Saking antusiasnya akan
pencapaianku ini, tanpa sadar Aku baca tulisan itu dengan lantang hingga
suaraku terdengar oleh orang-orang yang sedang menonton. Sontak saja mereka
tertawa karena cara Aku membacanya bukan SI GEIMS melainkan S-E-A G-A-M-E-S
dengan ejaan Indonesia. Mulai hari itu mereka memanggilku S-E-A G-A-M-E-S. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sejatinya Aku belum
menerima sepenuhnya ajaran mereka bahwa cara membaca Sea Games adalah SI
GEIMS bukan S-E-A G-A-M-E-S versiku. Sudah nyata-nyata kata ini berawal dengan
S, diikuti oleh E dan diakhiri oleh A yang bila digabung menjadi SEA. GAMES pun
begitu. Eja saja dari G sampai huruf terakhir yaitu S Maka bacaan yang
sebenarnya adalah GAMES bukan GEIMS. Meski tak terima, Aku diam saja.
Membantah mereka sama saja bunuh diri. Aku sendiri sedangkan mereka
berpuluh-puluh. </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Aku menjadi bahan olokan
terkini mereka. Setiap kali menonton televisi ada saja yang memanggilku
S-E-A G-A-M-E-S. Yang paling suka menyebutku dengan kata itu adalah Datok Mat
Petai. Nama aslinya adalah Muhammad. Iya hanya Muhammad. Tidak ada nama
lanjutannya lagi seperti di negara barat yang biasanya memiliki nama tengah dan
akhir. Bagi orang tua Datok Mat, Muhammad saja sudah cukup. Nama tak perlu
panjang-panjang. Toh nanti menjadi pendek sendiri bila dipanggil. Muhammad contohnya.
Betapa agung nama ini. Nama seorang rasul yang amat mulia. Meski demikian tidak
ada masyarakat kampungku yang berkenan memanggil pemilik nama Muhammad secara
utuh. Bagi kami ‘Mat’ sudah bisa membuat pemiliknya menoleh jika dipanggil.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Muhammad tidak hanya korban satu-satunya nama yang indah
menjadi singkatan. Mahmud dipanggil 'Mut', Abdullah 'Bdul' atau 'Dolah', Aisyah
'Esah', Mardiah 'Yah', Zuhdi 'Judi', dan Husni 'Sni'. Pemilik nama tidak hanya
menderita dalam pemendekan nama saja melainkan juga embel-embel yang menjadi
ciri khas orangnya. Datok Mat Petai misalnya. Dia ditambahkan Petai sebab
sangat rajin menjajakan petai di sekeliling kampung. Maka lengketlah kata petai
padanya. Sni dipanggil Sni Kutung, kutung berarti terpotong, karena salah satu
jarinya ada yang terpotong. Manaf dipaggil manaf kurap karena sewaktu SD pernah
kena kurap. Rizal dipanggil Jal Pendek karena badannya pendek. Muhammad yang
lain dipanggil Mat Itam sebab kulitnya berwarna hitam. Penamaan seperti ini
untuk keefektifan komunikasi juga agar tidak salah orang. Sebab nama-nama
di kampungku itu-itu saja. Dari Mahmud, Muhammad, Ahmad, Zulaiha, Abdul Manaf,
Abdul Manan, Abdurrahman, dan semua jenis Abdul. Agar tidak salah orang dan
bingung maka ditambahlah fitur yang menghubungkan sebuah nama dengan bentuk
orangnya. Juga, nama-nama gaul ala barat belum laku di kalangan orang tua
mereka dulu sebagaimana saat ini. Tidak ada diantara Datok dan nenek di
kampungku memiliki nama Jessica, Franky, Steve, atau Robert. Muhammad dan Siti lah
nama yang digemari.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kembali ke Datok Mat Petai.
Dia adalah orang yang pertama dan paling utama Aku hindari bila bertemu.
Teriakan S-E-A G-A-M-E-S nya amat khas dan menggangguku. Biasanya, setelah
memanggilku dia tertawa terbahak-bahak. Maka dari itu bila bersua
dengannya di jalan, Aku pura-pura tidak tau. Sebisa mungkin Aku lari. Saat
nonton tv di rumah Pak Wo tempat dudukku harus jauh darinya agar tidak tersiksa
batinku. Yang tidak bisa Aku hindari adalah ketika berjualan sayur-mayur hasil
dari kebun Mak Wo atau Nyai Muna. Biasanya siang-siang kira-kira jam 3 Aku
bersepeda menjual apa saja yang diberikan kepadaku. Kadang bayam, ubi, katu,
ketela, petai, kabau, jering, segala jenis sayur pokoknya. Sebagai seorang
pedagang, tentu Aku harus melintasi segala penjuru kampung agar banyak yang
melirik dan membeli. Semakin ramai suatu tempat semakin bagus
prospekku untuk menghabiskan barang dagangan. </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kampung baruh hilir, hilir
artinya di hilir sungai Batanghari, adalah salah satu tempat yang strategis.
Banyak warung dan pohon mangga besar tempat orang ngumpul bertukar cerita.
Salah satu warung yang ramai adalah warungnya Datok Mat Petai. Disitu pula
biasanya pelanggan-pelanggan setiaku stand-by. Saat teriakanku menjajakan
dagangan terdengar, Datok Mat Petai biasanya memanggil dan memintaku berhenti.
Tentu saja dengan S-E-A G-A-M-E-S khasnya yang disertai dengan gelak terbahak.
Ketika Aku singgah kadang banyak yang beli. Termasuk Datok Mat Petai. Namun
kadang dia hanya iseng saja. Pura-pura hendak membeli padahal ingin
menertawakanku dengan apa lagi selain S-E-A G-A-M-E-S.</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Lama-lama tak tahan juga
Aku akan ejekan Datok Mat Petai yang kian hari kian menjadi-jadi itu. Bagiku
tetap saja bahwa bacaan SEA GAMES adalah S-E-A G-A-M-E-S bukan SI GEIMS.
Bagaimana mungkin barisan huruf yang begitu jelas itu bisa berubah bunyinya
ketika dibaca. Akhirnya kutanyakan pada Pak Wo perihal ini. Mengapa sampai hati
bacaan SEA GAMES dikhianati oleh Datok Mat Petai dan kawan-kawan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">"Memang Bahasa Inggris
begitu. Lain di tulis lain di baca." Jawab Pak Wo suatu ketika. Aku jadi
mengerti ternyata SEA GAMES itu menggunakan bahasa yang disebut Bahasa Inggris.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Setelah duduk di bangku
sekolah, Aku menjadi semakin penasaran dengan Bahasa Inggris. Terlebih lagi
Bahasa Inggris tidak diajarkan di sekolahku. Maka untuk memenuhi rasa ingin
tahuku, pernah Aku ke kampung baruh ke rumah Nyai Muna mencari contoh lain dari
bahasa yang kuanggap aneh ini tepatnya di buku tulis Busu. Busu adalah
panggilan untuk anak paling bungsu nenek yang sedang duduk di bangku MTs atau
Madrasah Tsanawiyah. Karena MTs tingkatan sekolah yang tinggi menurutku,
barangkali banyak pelajaran Bahasa Inggrisnya.</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sesampai di rumah Nyai Muna
Aku langsung menuju kamar Busu yang letaknya disamping ruang tamu. Busu tidak
disana. Mungkin masih bermain diluar dengan temannya. Buku tulis Busu
tersusun rapi diatas meja. Aku ambil satu dan kubuka. Tidak ada
kata yang dari bahasa yang kucari. Aku ambil lagi buku yang lainnya. Kali ini
kulitnya bergambar seorang wanita yang tengah tersenyum manis. Dia
kukenal dengan nama PARAMITHA RUSADY. </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tepat di belakang artis
yang punya tahi lalat dibawah bibir kanannya itu, di tengah-tengah kulit buku, Aku
menemukan apa yang Aku cari: serangkai goresan pena bertuliskan I LOVE YOU.
Tulisannya miring seperti kapal sarat penumpang. Di bawahnya, tertulis dua
baris kata lain secara mendatar:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">NO TIME</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">FOR LOVE</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sekali lagi kubaca
sejujur-jujurnya tanpa ada yang dikhianati. Seperti apa ia ditulis seperti itu
juga Aku baca.</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-58437545852360641302017-10-25T10:16:00.001+07:002017-10-25T15:42:32.598+07:00‘Are You Gonna Miss Me?’<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpVUbxhwlZ8xoXKwO7D1jm7WVtNd_nw_0zwVFkSXvc28AtQDzEp9n3jeWyw2n9kT9KaFq6QFUbKWPChWZ8f7_84AlIFf2ah2x0xspehJ72NOMq36GUqegZe6IBx5CpnPvBiUWBdP0XCfMw/s1600/DSC03285.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1066" data-original-width="1600" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpVUbxhwlZ8xoXKwO7D1jm7WVtNd_nw_0zwVFkSXvc28AtQDzEp9n3jeWyw2n9kT9KaFq6QFUbKWPChWZ8f7_84AlIFf2ah2x0xspehJ72NOMq36GUqegZe6IBx5CpnPvBiUWBdP0XCfMw/s640/DSC03285.JPG" width="640" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">‘Are you gonna miss me?’ Tanyaku pada Arsa
yang tengah mengambil beberapa buku di raknya untuk dibawa ke sekolah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">'No, I'm not!' Jawabnya ketus.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Arsa memang pandai meniympan perasaan
dalam-dalam dilubuk hatinya. Itulah yang membuatku kasihan untuk meninggalkan
adikku selama tinggal satu tahun di Manchester itu. Ayah ibunya, Pak Zen dan Mbak
Mira, sedang berhaji. Sekarang Aku pula yang harus meninggalkan dia. Untuk
sementara waktu Arsa diurus oleh Uni Media dan Uda Munas. Mereka berdua adalah
sepasang suami istri yang sedang S3 di Manchester, sama seperti Pak Zen.
Keputusan Pak Zen menitipkan Arsa dan kakaknya, Andrea, kepada Uda Munas dan Uni
Media adalah agar mereka berdua memliiki teman main. Arsa bisa bermain dengan
anak laki-laki Uda Munas, Sean sedangkan Andrea bisa bermain dengan Sachio, anak
perempuan tertua pasangan asal Sumatera Barat itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kupeluk Arsa dari belakang. Namun Arsa tetap tidak bergeming seolah tidak merasa sedih sama sekali akan perpisahan kami. Seketika air mataku jatuh berderai mengenai sweater yang dikenakan oleh
Arsa. Terkenang olehku momen-momen seru yang kami lewati bersama. Belanja jajanan di Asda sambil makan coklat pas pulangnya. Bercerita seru saat berangkat ke sekolah di pagi hari. Selfie bersama di kamar sambil memasang wajah monster. Bertarung ala Spiderman. Ah, banyak sekali kenagan yang telah terukir. </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Tak mampu rasanya berpisah dengan adik sekaligus sahabatku itu. </span><br />
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;"> Diluar sana tampak jelas kalau musim gugur telah mengintip, pertanda Summer di Manchester
akan segera berakhir. Dedaunan yang semula berwarna hijau segar kini sudah
mulai menua. Tak lama lagi daun-daun itu akan berubah menjadi kuning, merah,
kemudian, jatuh berguguran..menyajikan pemandangan indah nan menyejuk mata.
Tumpahan dedaunannya menjadikan taman-taman berwarna warni bak negeri dongeng
yang berubah menjadi nyata.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ujung musim panas ini menandakan akhir dari
petualangan intelektualku di negeri Ratu Elizabeth, Inggris. Aku tidak akan
mendaptakan belaian angin segar musim gugur yang sejuknya dapat memulihkan
pikiran yang kalut. Pun Aku tidak perlu lagi dibalut jaket tebal setiap kali
keluar rumah sebab di pagi yang sedikit mendung ini Aku akan terbang jauh ke
tenggara kembali ke pelukan ibu pertiwi. Ah..waktu seperti punya kaki untuk
berlari. Rasanya baru kemarin Aku tergopoh-gopoh menenteng kopor di bandara Manchester.
Hari ini Aku sudah melakukan hal yang sama lagi. Tapi bukan sebagai tamu melainkan
sebagai orang yang akan pergi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sembari menyusuri jalanan kota Manchester
yang tak begitu padat, kukenang kembali lika-liku perjalanan hidupku yang
terdiri dari lembaran-lembaran cerita. Setiap lembarnya kuisi dengan semangat
yang tak kenal patah, demi mencapai impian terbesar hidupku. Mimpi yang besar
itu kemudian menghadiahkan beragam cerita hebat, mengantarkan kakiku hingga ke
lima benua; Amerika, Australia, Asia, Eropa, dan Afrika. Di setiap benua Aku
disuguhkan pengalaman-pengalaman yang tak terlupakan. Berdiri khidmat
menyaksikan bentangan luar biasa The Grand Canyon di Arizona, menaiki ferry
dimuka The Opera House di kota Sydney, duduk bersimpuh didepan menara kembar Petronas
di Kuala Lumpur, menonton sepak bola di Old Trafford di Manchester, dan menaiki
onta menyusuri gurun Sahara di Maroko. Plus Aku juga menjelajahi daratan Eropa,
dari Oslo trus ke timur sampai Budapest bersama dengan sahabat karib yang juga
seorang pejuang mimpi, Zulfikar. Fikar
adalah seorang difabel yang berkali-kali dipatahkan semangatnya dalam
mewujudkan impian ke Inggris. Dunia menjadi saksi betapa celaan mereka yang
ragu dulu adalah sesuatu yang salah sebab Fikar saat ini sudah hampir
menyelesaikan studi S3nya di Manchester.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lembaran cerita hidupku tidak semuanya
ditulis bertintakan emas. Ada juga yang menggunakan tinta biasa yang kabur
karena tetesan air mata. Air mata itu berguguran karena mimpi menuntut
perjuangan. Mimpiku adalah mimpi yang dirajut dengan benang-benang kegagalan. Mimpiku
adalah mimpi yang dihidupkan melalui medan jalan berkerikil tajam yang beberapa
kali membuatku jatuh, terluka, dan merintih. Mimpiku adalah mimpi yang
diragukan hingga memaksaku selalu menutup telinga dari nada-nada sumbang
penggugur semangat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku ditakdirkan Tuhan untuk terlahir
sebagai anak desa dengan segala keindahan masa kecil yang tercipta dan semangat
yang menggelora di dada. Aku ingin membuktikan bahwa anak kampung tidak
semuanya kampungan. Anak desa tidak boleh selamanya dipandang sebelah mata. Api
semangat ini terus kupelihara agar tidak padam. Panasnya selalu terasa di dalam
aliran darahku dimanapun Aku berada, menjadi penggerak jiwa dan ragaku dalam
menapaki lika-liku perjalanan hidup.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Jalan hidup yang telah Aku pilih adalah
jalan mimpi yang kuisi dengan semangat perjuangan yang tak pernah mati. Jalan
ini tidak hanya menuntut perjuangan tetapi juga pengorbanan. Begitulah hidup.
Begitulah mimpi. Selalu menuntut harga untuk setiap keberhasilan yang
diperoleh. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Busku telah sampai di bandara. Itu artinya
Sebentar lagi Aku akan kembali ke tanah air. Cerita hidupku yang sampai ke lima
benua ini mestilah Aku bagi dengan saudaraku di tanah air. Agar apa yang Aku
dapat bisa bermanfaat bagi orang banyak. Syukur-syukur jika banyak generasi
bangsa yang mengikuti jejak langkahku, berpetualang ke berbagai penjuru dunia,
menimba ilmu dan pengalaman demi kebaikan tanah air tercinta di masa yang akan
datang. Sebagai negara yang besar, Indonesia harus diisi dengan insan-insan muda
yang punya semangat tinggi, cukup ilmu, dan kenyang pengalaman agar Indonesia dapat
berdiri sama tinggi dengan bangsa lain. Bila perlu Indonesia berdirinya harus
lebih tinggi lagi hingga ke atas awan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Inilah cerita hidupku, seorang anak desa
biasa yang memilih untuk hidup sebagai seorang pemimpi. Kupersembahkan cerita
hidupku ini buat negeriku, Indonesia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0in 319.5pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0in 319.5pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Muhammad Beni Saputra<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0in 4.5in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">
Manchester, 6 September 2016</span><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-1361298352604234432017-01-28T10:04:00.002+07:002017-01-28T10:04:33.723+07:00Hadza Min Fadhli Rabbii<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSYjOa3zTclu5rBwHTxuHOsau7BzTyk84kjz9OrdLih3-ffCA46Yuye4vM8h2gXWAJoIuoe-CVpyxJNOnzFQ0O2cZRAL935lXGKFRSTug4ZuENC7fr5suLxbh4Xg4oLNLPSpG_K3RgQ9TB/s1600/DSC00252.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSYjOa3zTclu5rBwHTxuHOsau7BzTyk84kjz9OrdLih3-ffCA46Yuye4vM8h2gXWAJoIuoe-CVpyxJNOnzFQ0O2cZRAL935lXGKFRSTug4ZuENC7fr5suLxbh4Xg4oLNLPSpG_K3RgQ9TB/s640/DSC00252.JPG" width="640" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Jantungku berdegup keras seolah mau
keluar dari rongga dada. Mataku terbelalak menatap layar komputer dengan mulut
yang menganga. Apa yang aku lihat seakan mimpi. Aku sama sekali tak menduga
akan mendapatkannya secepat ini. Padahal taksiranku, mereka akan mengabariku
akhir bulan ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“I am delighted to make you an
unconditional offer of a place on the above taught course.” Begitu bunyi
kalimat pembuka dari surat itu. cukup membuatku panas dingin. Kutarik nafas
dalam untuk menenangkan diri. Sejenak, beberapa pertanyaan langsung menyasar
diriku sendiri. “Aku? Aku diterima di The University of Manchester? Benarkah
ini?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bibirku kini tersenyum lebar. Ingin rasanya
aku tertawa sekeras yang aku bisa. Ingin rasanya aku katakan pada dunia jika
impianku untuk belajar di perguruan tinggi berkelas akan segera terwujud. Hati
ini…terasa berbunga…ada perasaan yang amat sulit untuk dikisahkan. seperti saat
pertama jatuh cinta dulu. Sensasi bahagia yang kurasakan sangat berbeda dengan
yang telah sudah. Sebuah perasaan yang mengundang khayalan untuk menginjakkan
kaki ke tanah yang pernah ditapaki oleh Cristiano Ronaldo, David Beckham, Ruud
Van Nistelrooy, dan tentu saja Sir Alex Ferguson. Ya, aku menyukai Manchester
United. Atau lebih tepatnya aku fan MU sebelum Beckham ke Real Madrid. Ketika
dia hijrah ke Spanyol hatiku dibawanya hingga sekarang terpatri erat dengan Los
Blancos.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzByZRHF0wkCwIjPrkPrSoEb6NeGJZ9pu__QHTtKbWp_XRBAzpidJlwZprpUzrAtiMvI6DhSTce0gEz2equHY5MFAQHoMS4HZqg9mK5-ujkVDw8q3k04_z2rCBPzgfVvPMUDu9RzZfPXHG/s1600/DSC01843.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzByZRHF0wkCwIjPrkPrSoEb6NeGJZ9pu__QHTtKbWp_XRBAzpidJlwZprpUzrAtiMvI6DhSTce0gEz2equHY5MFAQHoMS4HZqg9mK5-ujkVDw8q3k04_z2rCBPzgfVvPMUDu9RzZfPXHG/s640/DSC01843.JPG" width="640" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMCzU_uOce4q0jE2GMENXFQM1uuPOjLYxO2mN-AWlRYqFvdkq9tKL2pAlMVjRA1sY9sDCzaABQeBZ0tAitdStEHjO1Ir5bDGGvtE7OZvPk4GXPuVa4xQNYxhfW9dgQf5sYnVu4wlY9mKR0/s1600/DSC01831.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMCzU_uOce4q0jE2GMENXFQM1uuPOjLYxO2mN-AWlRYqFvdkq9tKL2pAlMVjRA1sY9sDCzaABQeBZ0tAitdStEHjO1Ir5bDGGvtE7OZvPk4GXPuVa4xQNYxhfW9dgQf5sYnVu4wlY9mKR0/s640/DSC01831.JPG" width="640" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku dan Manchester sepertinya telah lama
masuk dalam rencana Allah. Bahkan mungkin telah menjadi rahasiaNya yang baru
aku tahu sekarang. Dulu, sewaktu mendaftar beasiswa lpdp aku sama sekali tidak
mengharapkan Manchester. Banyak sekali kekurangan yang kurasa ada pada diriku
waktu itu hingga untuk membaca namanya saja aku tidak berani apalagi mendaftar.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Saat aku dalam proses mendaftar lpdp,
aku mencari-cari kampus yang tidak mensyaratkan ielts yang ada dalam list lpdp.
Pendek cerita, sampailah aku pada dua pilihan: Universiti Kebangsaan Malaysia
dan National University of Singapore. Dua universitas ini masih menerima TOEFL
ITP seperti yang kubaca di websitenya. Kutimbang-timbang kampus mana yang
hendak aku tulis di lembaran pendaftaran. “Nama pertama terlalu ‘kecil’
pikirku”. “Ah, aku ambil yang kedua saja. NUS kan universitas terbaik nomor
satu Asia dan peringkat 22 dunia!” cetusku setengah tidak yakin. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ketika semua proses pendaftaran online
selesai, sampailah pada fase wawancara. Dalam wawancara tersebut aku ditanya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“kamu mau kuliah dimana?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Singapura pak. Di NUS” jawabku pendek.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“kenapa memilih NUS” professor yang
tengah mewawancaraiku menagih alasan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“sebenarnya pak saya tidak berminat
untuk kuliah di Singapura. Saya mau ke Inggris. Tapi karena saya tidak punya
IELTS ya terpaksa saya memilih NUS mengingat NUS masih menerima TOEFL ITP”
dengan nada lemah ku utarakan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“oh begitu…” jawabnya pendek.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Wawancara terus berlangsung dengan
beberapa pertanyaan tambahan. Tatkala interview memasuki detik-detik akhir
professor tadi berujar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kamu kuliah ke Inggris saja. cari jalan
untuk tes IELTS dan kuliah tahun ini juga (2014). Nanti setelah selesai
masternya kembali lagi kesini dan langsung lanjut S3”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Wajahku berbinar. Hatiku berkecamuk. Di
satu sisi aku senang karena kalimat terakhir dari professor itu bisa ditafsirkan
sebagai bentuk kelulusan. Namun di sisi lain aku menyimpan kecemasan. Bukan
apa-apa. Selama ini aku hanya sering mendengar namanya saja. Membaca soalnya
saja aku belum pernah. Dan jadilah IELTS gunung tertinggi yang hendak aku daki.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sepulang ke Jambi aku langsung
mengunjungi Datuk Google untuk menanyakan semua tentang IELTS dari buku-buku
yang bisa di download gratis sampai tempat dan biaya tes.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hasilnya cukup mencengangkan. Aku
diberikannya beberapa buku bagus lengkap dengan file audionya dan tentu saja
tempat dan biaya tes. Rata-rata tempat yang rutin mengadakan tes terletak di
Jakarta sedangkan di tempatku tinggal hasilnya nihil. Tidak ada satupun tempat
tes IELTS. Mengenai biaya menjadi persoalan tersendiri bagiku. $195 belum
termasuk akomodasi ke Jakarta! Duit dari mana! <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada tahap awal belajar IELTS aku merasa
kesulitan. Format soalnya yang beragam cukup membuatku frustasi. Aku
beranggapan sulit rasanya bagiku untukku menembus universitas besar di Inggris
sebab dari penelusuranku rata-rata universitas disana meminta nilai ielts 7
untuk jurusan Sastra Inggris termasuk the University of Manchester. Untuk
Manchester bahkan lebih menantang lagi karena mereka meminta nilai writing yang
tidak boleh dibawah 7. hanya ada sekitar 5 saja kampus yang memiliki standar
6.5. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dengan semua tantangan ini aku memilih
untuk melakukan yang terbaik yang aku bisa. Aku mulai berhemat agar bisa
berangkat ke Jakarta untuk tes IELTS. Aku juga mulai mendisiplinkan diri lebih
ketat lagi. Kualokasikan waktu untuk belajar IELTS setiap hari, membaca bacaan
dalam Bahasa Inggris lebih giat dan mencari arti kata-kata Bahasa Inggris yang
aku tidak tahu artinya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah 5 bulan berlalu, menjual sepeda,
menamatkan ke 13 buku ielts yang dikeluarkan Cambridge plus beberapa buku
lainnya, menghabiskan setumpuk kertas untuk latihan writing, aku pun breangkat
ke Jakarta. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Alhamdulillah, perjuanganku terbayar
lunas dengan nilai ielts 7! Yang lebih spesial lagi adalah nilai wiritngku juga
7. Mulailah aku menghapus highlight merah the University of Manchester di list
kampus lpdp. Aku memang telah membuat highlight pada nama-nama kampus dalam
lits tersebut. Merah artinya butuh nilai ielts 7, kuning 6.5, dan hijau 6.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Meski tengah mendapatkan berita bagus,
aku masih belum berani mengaku bahwa aku penerima beasiswa lpdp. Aku masih
memiliki tantangan berikutnya yaitu diterima di kampus luar negeri. the
University of Manchester telah masuk dalam list universitas yang akan aku lamar
bersamaan dengan the University of Glasgow dan Lancaster University. Sejatinya
aku mau mendaftar ke 5 sampai 10 kampus di Inggris. Aku was-was dengan
peluangku ke negeri Ratu Elizabeth itu. Mungkin saja tidak ada kampus yang mau
denganku. Namun agen pendidikan yang mengurus pendaftaranku meminta 3 saja dulu.
Karena itulah aku hanya menyodorkan tiga kampus itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku sudah memikirkan semuanya,
kemungkinan terbaik dan terburuk. Untuk the University of Manchester dan the
University of Glasgow aku memilih jurusan American Studies sedangkan untuk
Lancaster University aku mengambil English Language Literature. Jurusan
American Studies memang cabang ilmu yang betul-betul ingin aku dalami. Latar
belakang pendidikanku, pengalaman, dan minatku sangat cocok dengan jurusan satu
ini. Namun permasalahannya adalah, sewaktu mendaftar lpdp aku memilih Literary
Studies yang notabene sedikit berbeda dengan American Studies. Jika nama yang
terakhir focus ke semua hal tentang Amerika termasuk bidang sastranya, nah nama
pertama lebih ke mengkaji karya-karya sastra orang inggris. Itulah mengapa aku melamar dua-duanya untuk mengantisipasi
kalau-kalau lpdp tidak boleh aku pindah jurusan. Harapanku tetap. Aku
diperbolehkan pindah kampus dan jurusan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Soal pindah kampus ini cukup membuatku
berkeringat dingin. Rumor yang beredar sangatlah mengkhawatirkanku. Semua orang
yang kutanya seolah bersepakat bahwa untuk mengajukan perpindahan kampus ke
lpdp rating kampus tujuan haruslah diatas kampus sebelumnya. Nah, mengingat
posisi NUS yang amat mentereng, kalau begitu aku tidak punya pilihan lain lagi
selain mendaftar ke kampus-kampus seperti Harvard, Cambridge, atau Oxford.
Bukannya pesimis tidak diterima disana, aku mencoba realistis saja dengan
diriku. Siapa aku untuk diterima di kampus beken itu?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dari pada terus-terusan dihantui
kegalauan, aku memilih untuk masa bodoh saja. asumsiku, mustahil rasanya lpdp
menolak perpindahanku selagi alasannya logis dan kampus tujuanku masuk dalam
list mereka. Aku juga sudah menempuh semua proses lpdp mulai fase wawancara
sampai PK atau Pra Keberangkatan. Toh, untuk apa mereka membuat list kampus itu
jika mereka sendiri melarang awardee untuk kuliah disana kan? Juga, amat kejam rasanya
jika mereka menggagalkan beasiswa seseorang yang telah mereka seleksi dan
dinyatakan lulus gara-gara yang bersangkutan mau pindah kampus. Kan tidak ada
jaminan seseorang bisa diterima di kampus impiannya. Namun kalau nantinya
permohonan pindahku benar-benar ditolak, aku sudah mempersiapkan keikhlasan.
Aku akan menganggap itu memang yang terbaik untukku dari Allah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Untuk diterima di kampus luar negeri,
calon mahasiswa mesti memiliki personal statemen yang bagus. Kalimat itu aku
baca di sebuah blog di internet. Mulailah aku membuat karangan personal
statement. Lebih kurang sebulan lebih aku baru bisa menyelesaikan dua personal
statemen. Satunya untuk jurusan American Studies sedangkan yang satunya lagi
untuk English Language and Literature. Agar bahasa inggrisnya tidak ada yang
salah dan isinya menarik, aku mengirimkan personal statmenku ke temanku di
amerika dan Australia sebelum mengumpulkannya ke universitas tujuanku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Waktupun berlalu, aku berangkat ke
Manchester, dan alhamdulillah sekarang sudah resmi menjadi alumni the
University of Manchester. Alhamdulillah ‘alaa kulli ni’matillah. Hadza min
fadhli rabbii. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBrEU88efMsEB1MMW8-9du6IXjIp48obcg1EBK6UeoS3t48sN_Ultlp8WaY49F9zgZZta8yDFwapMKceUchABAwCRCDjoz1Qxp8AMuhGhinh-2Yanv0JPGwlBig5SfoziSRvr_GYrgHv0a/s1600/DSC02587.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBrEU88efMsEB1MMW8-9du6IXjIp48obcg1EBK6UeoS3t48sN_Ultlp8WaY49F9zgZZta8yDFwapMKceUchABAwCRCDjoz1Qxp8AMuhGhinh-2Yanv0JPGwlBig5SfoziSRvr_GYrgHv0a/s640/DSC02587.JPG" width="640" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjz8L3ks_WdQohtOKr1UZcwYeUiZBRFJGJxOKUXefHsVioStLrM42pZGv7Q8HRqzsznMAQrCUbUogCJ-HZT1LG-2L4E_QOGp_YZDS2_HaPQGmciRf6OdyTEfUqaFkpX7NigRJav6Bjlt29h/s1600/DSC02591.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjz8L3ks_WdQohtOKr1UZcwYeUiZBRFJGJxOKUXefHsVioStLrM42pZGv7Q8HRqzsznMAQrCUbUogCJ-HZT1LG-2L4E_QOGp_YZDS2_HaPQGmciRf6OdyTEfUqaFkpX7NigRJav6Bjlt29h/s640/DSC02591.JPG" width="640" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXTV2LJ6swbeuuuRS6t5k6rAfMggDpz-Bi4fOuTWC8ci9UT09n0RaKYjZRbgozklZ9uuEbUApxsnVAOof40oSBjzJxUTGCRGV9ZRXje3k7-vFndSk1QpicgqvERGLbbQhx5QYONgxkptRJ/s1600/DSC02593.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXTV2LJ6swbeuuuRS6t5k6rAfMggDpz-Bi4fOuTWC8ci9UT09n0RaKYjZRbgozklZ9uuEbUApxsnVAOof40oSBjzJxUTGCRGV9ZRXje3k7-vFndSk1QpicgqvERGLbbQhx5QYONgxkptRJ/s640/DSC02593.JPG" width="426" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgftI-W6zDOQcCC9qNxyyl_jbYDgOp2iRb71gdgYA3FCngryZribkPFUup0Z-LJCmT6nO-pFzO7k18SGCqBQGQOZZQ_AaRXSQ1-6-AIBqimGXWnrrJ5Yw2f6aYL6gVmhamwGStrqATF0TvO/s1600/DSC02583.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgftI-W6zDOQcCC9qNxyyl_jbYDgOp2iRb71gdgYA3FCngryZribkPFUup0Z-LJCmT6nO-pFzO7k18SGCqBQGQOZZQ_AaRXSQ1-6-AIBqimGXWnrrJ5Yw2f6aYL6gVmhamwGStrqATF0TvO/s640/DSC02583.JPG" width="426" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-37942598668714610492016-12-15T10:53:00.000+07:002016-12-15T10:53:46.092+07:00Benalu Dalam Tubuh Demokrasi di Indonesia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
Indonesia akan mengadakan pemilukada serentak tanggal 15
februari 2017 nanti. Untuk meramaikan bursa pemilihan, beberapa pasang calon
sudah mendaftarkan diri ke KPU termasuk calon gubernur dan wakil gubernur yang
akan bertarung di Jakarta. Sudah dipastikan bakal ada tiga pasang calon yang
maju: Agus Harimurti dan Sylviana Murni, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, serta
gubernur DKI saat ini, Ahok yang menggandeng Djarot Saiful Hidayat sebagai
wakilnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sementara itu, lebih dari seribu kilometre dari Jakarta,
seorang pemuda bernama Andra bergegas memacu sepeda motornya. Tujuan pemuda
pengagguran itu adalah ibu kota kabupatennya, Tebo, untuk meramaikan proses
pendaftaran calon bupati yang akan maju pada pemilukada 2017 nanti. Di Tebo Andra
sudah ditunggu oleh beberapa temannya yang lain yang berprofesi sama dengannya,
pengangguran. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maksud utama kehadiran Andra dan teman-temannya bukan semata-mata
untuk menyaksikan pendaftaran calon bupati secara langsung. Ada motivasi lain
yang mendorong mereka yaitu mengharapkan percikan rupiah dari para calon. Benar
saja, sepulang dari Tebo, masing – masing mereka mengantongi rokok satu bungkus
dan minyak bensin beberapa liter. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cerita seputar Andra dan kawan-kawannya diatas adalah potret
demokrasi di Indonesia yang sampai saat ini belum bisa dijalankan sebagaimana
mestinya. Gaung seputar Andra memang tidak selantang hiruk pikuk pencalonan
gubernur DKI atau dinamika politik di ibukota. Tapi harus diakui, demokrasi di
daerah dipraktekkan sedikit agak berbeda dengan yang diterapkan di Jakarta. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di berbagai daerah di Indonesia, masa menjelang pemilihan
kepala daerah masih dipandang banyak kalangan sebagai kesempatan emas untuk
meraup untung dengan cara mendesak para calon memenuhi permintaan-permintaan
mereka. menanggapi hal ini para calon tidak punya pilihan selain memenuhi
permintaan tersebut sebab jika mereka menolak maka besar kemungkinan mereka
tidak akan dipilih. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Naasnya, Andra tidak sendiri. Banyak Andra-Andra lainnya
yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Mereka merapat kepada calon penguasa
daerah dengan beragam intrik dan motif. Ada yang intriknya hanya mengharapkan
sebungkus rokok dan beberapa liter bensin sebagaimana yang dilakukan oleh Andra
dan teman-temannya, ada juga yang berpikiran lebih jauh menjalin hubungan demi
prospek kerja di masa depan. Mereka berharap apabila kepala daerah yang mereka
dukung menang, mereka bisa ditempatkan oleh sang pemimpin baru di berbagai
instansi pemerintahan yang berada dibawah naungan pemerintah daerah. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Fenomenan ini tentu tidak terjadi begitu saja. Ada alasan
kuat dibelakangnya yaitu masih sempitnya lapangan pekerjaan di daerah-daerah. Mayoritas
daerah di Indonesia saat ini belum mampu menampung membludaknya sarjana-sarjana
yang pulang kampung selepas meyelesaikan studi mereka di kota. Alhasil, tiap
tahunnya jumlah pengangguran terdidik di Indonesia terus meningkat tanpa bisa
dibendung lagi.<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a> <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Membanjirnya pengangguran terdidik juga disebabkan oleh
ketimpangan persebaran lapangan pekerjaan di Indonesia yang masih terpusat di
Jawa dan Bali.<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a> Lapangan pekerjaan yang
tersedia di banyak daerah di Indonesia pun masih terbatas pada sector informal
seperti pertanian, perkebunan, dan instansi-instansi pemerintahan seperti
sekolah, rumah sakit, atau kantor-kantor pemerintah daerah. Sektor lain yang
digerakkan oleh swasta seperti perusahaan-perusahaan besar masih terpusat di
kota-kota besar seperti Jakarta atau Medan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka masuk akal memang, mendekat kepada penguasa adalah
pilihan yang logis yang dapat dilakukan oleh banyak pengangguran terdidik dalam
rangka mengamankan masa depan kehidupan mereka. Sayangnya, praktek seperti ini
tidak hanya mengurangi kualitas tenaga kerja sebab perekrutan bukan berdasarkan
asas meritokrasi, tetapi yang paling penting adalah hal ini mencederai
demokrasi. Walhasil, tidak berlebihan bila menyebut bahwa demokrasi menjadi
korban dari tidak meratanya persebaran lapangan pekerjaan ini. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan bergulirnya Pemilukada serentak sedikit membuat
banyak pengangguran terdidik di daerah menarik nafas lega. Mereka yang
menganggur memiliki kesempatan untuk direkrut selama beberapa bulan oleh
pemerintah untuk dijadikan sebagai panitia pengawas lapangan (PPL), Panitia
pengawas kecamatan (Panwascam) dan panitia pengawas pemilu (Panwaslu). Meski
demikian, kisaran gaji yang mereka peroleh masih terlalu rendah yaitu antara
600.000 rupiah sampai 1.500.000 rupiah per bulan.<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a> <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Walaupun begitu, tetap saja Indonesia masih terbebani oleh
mahalnya biaya pemilihan kepala daerah di Indonesia. KPU melaporkan bahwa
antara 2010-2014 biaya yang dikeluarkan negara untuk mengongkosi pilkada
mencapai 15 triliun rupiah. Salah satu komponen biaya yang membuat pemerintah
keteteran adalah panitia pengawas pemilu.<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Tentu ini bukanlah berita bagus untuk Indonesia dalam menyongsong pemilukada
serentak 2017. Terlebih lagi keuangan Indonesia saat ini sedang tidak sehat
karena APBN Indonesia untuk tahun 2016 mengalami deficit.<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a> <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mahalnya ongkos pemilihan kepala daerah dengan system
terpisah menjadi alasan utama diadakannya pilkada secara serentak dengan harapan
pemilukada serentak akan memangkas biaya penyelenggaraan. Namun yang terjadi
justru kebalikannya. Pemilukada serentak ternyata memakan lebih banyak rupiah
dari system pilkada sebelumnya.<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></a> <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka tak heran desakan untuk mengembalikan pemilihan kepala
daerah ke tangan anggota DPR terus bergulir dengan segala potensi tantangan dan
rintangannya. Mesti diakui, mengingat massifnya praktek politik transaksional
antara calon kepala daerah dan para konstituen, solusi pemilihan kepala daerah kembali
ke DPR bisa diterima. Paling tidak, dengan begitu keuangan negara bisa sedikit
tertolong dan anggaran untuk pemilukada langsung yang jumlahnya tidak sedikit
itu bisa dialihkan ke penciptaan lapangan pekerjaan bagi para penganggur
terdidik yang tersebar di daerah-daerah di Indonesia. Atau bisa juga dana itu
digunakan untuk membantu mereka membuka bisnis sehingga dapat menciptakan
lapangan pekerjaan bagi yang lain. Hal ini dikarenakan para penganggur terdidik
di Indonesia, dalam membuka bisnis masih terkendala di modal awal. Tentu
merupakan angin segar bila pemerintah mau mengulurkan tangan untuk membantu
mereka. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pemilukada Jakarta akan terus bergema di seantero penjuru
Indonesia. Kasak-kusuknya tidak akan reda sebab memang posisi Jakarta sangat
strategis sebagai ibukota negara Indonesia. Sementara itu, orang-orang seperti Andra
juga akan terus menggenjot kedekatan mereka kepada para calon penguasa daerah.
Pergerakan mereka tak terdengar lantang, tenggelam oleh hiruk-pikuk
perpolitikan di ibukota. Namun, efek dari aktifitas politik mereka berakibat
fatal bagi demokrasi bak benalu yang wujudnya terlihat kecil, tapi secara
perlahan mematikan pohon yang mereka tempati. Indonesia mesti membersihkan
benalu-benalu ini demi kebaikan demokrasinya sendiri.<o:p></o:p></div>
<br />
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a> <a href="http://rubik.okezone.com/read/19652/jumlah-sarjana-pengangguran-terus-bertambah-setiap-tahun">http://rubik.okezone.com/read/19652/jumlah-sarjana-pengangguran-terus-bertambah-setiap-tahun</a>
<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a> <a href="http://www.jpnn.com/read/2012/03/23/121623/Ekonomi-Indonesia-Masih-Terpusat-di-Jawa-Bali-">http://www.jpnn.com/read/2012/03/23/121623/Ekonomi-Indonesia-Masih-Terpusat-di-Jawa-Bali-</a>
<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a> <a href="http://manado.tribunnews.com/2015/10/21/gaji-panwaslu-panwascam-dan-ppl-di-bitung-bakal-dinaikkan">http://manado.tribunnews.com/2015/10/21/gaji-panwaslu-panwascam-dan-ppl-di-bitung-bakal-dinaikkan</a>
<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a> <a href="http://www.antaranews.com/berita/476038/pilkada-serentak-solusi-efisiensi-biaya">http://www.antaranews.com/berita/476038/pilkada-serentak-solusi-efisiensi-biaya</a>
<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn5">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a> <a href="http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160628181246-78-141630/defisit-anggaran-naik-pemerintah-bergantung-pada-tax-amnesty/">http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160628181246-78-141630/defisit-anggaran-naik-pemerintah-bergantung-pada-tax-amnesty/</a>
<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn6">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Downloads/pemilukada.docx#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></a> <a href="http://www.bawaslu.go.id/en/berita/saldi-isra-biaya-pilkada-serentak-lebih-mahal">http://www.bawaslu.go.id/en/berita/saldi-isra-biaya-pilkada-serentak-lebih-mahal</a>
<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-78232365473736437172016-12-15T10:47:00.000+07:002016-12-15T10:47:12.948+07:00The Hijab: More Than Just a Piece of Cloth<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.mostresource.org/wp-content/uploads/sites/146/2016/02/hijab.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.mostresource.org/wp-content/uploads/sites/146/2016/02/hijab.jpg" height="350" width="640" /></a></div>
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
“Take it off! This is America!” <a data-beacon="{"p":{"mnid":"entry_text","lnid":"citation","mpid":1,"plid":"us_5736214fe4b060aa781a48b9"}}" href="http://www.huffingtonpost.com/entry/man-rips-off-muslim-woman-hijab_us_5736214fe4b060aa781a48b9" style="box-sizing: inherit; color: #2e7061;" target="_hplink">cried</a> Gill Parker Payne, a man from Gastonia, North America, to a woman sitting in a front row seat during a Southwest Airlines flight from Albuquerque, New Mexico to Chicago.</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
“My sister-in-law was spat at and punched in the face at the grocery store while carrying my nephew in London, Ontario,” <a data-beacon="{"p":{"mnid":"entry_text","lnid":"citation","mpid":2,"plid":"womans-hijab-pulled-at-superking-supermarket-police-investigating-grocery-store-attack"}}" href="http://www.lfpress.com/2016/06/21/womans-hijab-pulled-at-superking-supermarket-police-investigating-grocery-store-attack" rel="nofollow" style="box-sizing: inherit; color: #2e7061;" target="_hplink">said</a> a Canadian man on his Twitter account.</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
“Now my niece is too frightened to even go back to town,” <a data-beacon="{"p":{"mnid":"entry_text","lnid":"citation","mpid":3,"plid":"http://www.worcesternews.co.uk/news/14625883.UPDATED__Man_rubbed_fake_poo_on_four_year_old_s_face_outside_Worcester_pub/?ref=trn"}}" href="http://www.worcesternews.co.uk/news/14625883.UPDATED__Man_rubbed_fake_poo_on_four_year_old_s_face_outside_Worcester_pub/?ref=trn" rel="nofollow" style="box-sizing: inherit; color: #2e7061;" target="_hplink">complained</a> Tayyib Nawaz. He was struck by the tragedy that befell his four-year old niece in Worcester city centre. An unidentified man approached the innocent child and pushed what looked like human faeces into her face.</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div class="advertisement entry_paragraph_4" data-beacon="{"p":{"mnid":"ad","lnid":"entry_paragraph_4"}}" style="box-sizing: inherit; display: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-align: center; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; display: table; margin: 0px auto; padding: 5px 0px 15px;">
<div class="vdb_player " id="579a0eb2db4bc65d970d26cb" style="box-sizing: inherit; margin: 0px; max-height: 1px; opacity: 0; overflow: hidden; padding: 0px;" vdb_params="m.channel=news&m.adminibar=true&m.o2inline=inview">
<div style="box-sizing: inherit; color: black; font-family: monospace; font-size: 13px; margin: 0px; max-height: 0px; max-width: 640px; overflow: hidden; padding: 0px 0px 25px; position: relative; width: 630px;">
- ADVERTISEMENT -</div>
<div id="vdb_fe4f4200-69a0-49f6-aae1-8e3a9363ff1d" style="box-sizing: inherit; height: 354px; margin: 0px; max-height: 360px; max-width: 640px; padding: 0px 0px 25px; position: relative; width: 630px;">
<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="100%" marginheight="0" marginwidth="0" scrolling="no" style="border-style: initial; border-width: 0px; box-sizing: inherit; height: 329px; width: 630px;" width="100%"></iframe><div class="close-btn" style="box-sizing: inherit; margin: 0px; padding: 0px; position: static;">
<span id="close-btn-vdb_fe4f4200-69a0-49f6-aae1-8e3a9363ff1d" style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-attachment: scroll; background-clip: initial; background-image: url("http://o.aolcdn.com/os/uk/closebutton"); background-origin: initial; background-position: 0% 0%; background-repeat: no-repeat; background-size: 100%; box-sizing: inherit; color: black; cursor: pointer; font-family: verdana; font-size: 17px; font-stretch: normal; height: 14px; line-height: normal; opacity: 1; position: absolute; right: 1px; text-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.00392157) 1px 1px 1px; top: -15px; width: 14px;"></span></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
Such inhumane behaviour towards two women and one small child had the same motivation: the hijab, or face veil. The bad news is these cases are only a small proportion of the many abuses that occur away from the media’s gaze. The world seems too big and the number of journalists is not commensurate with its inhabitants; therefore, not all shameful actions against Muslim women who wear the hijab can be documented.</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
It seems strange that a piece of cloth attached to a person’s body causes the wearer to become a target for hatred and even violence. Its material is ordinary, made of yarns, the same as basic clothes worn by everyone. The use of that veil does not even disturb those who are around. Then, why do so many dislike it?</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
Admittedly, it is not the piece of cloth known as hijab that is in question, but rather the value that encourages its use; namely, Islam. It cannot be denied that hatred against the hijab is borne out of the growing Islamophobia. This has led many Muslim women who wear the hijab to become the impingement target of hatred in the form of insults as well as violence.</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
In reality, however, this piece of cloth is not worn solely by Muslim women. The women of other religions and beliefs actually <a data-beacon="{"p":{"mnid":"entry_text","lnid":"citation","mpid":4,"plid":"http://www.hagda.com/index.php/29-muslim-and-christian-and-jewish-women-alike-should-practice-hijab"}}" href="http://www.hagda.com/index.php/29-muslim-and-christian-and-jewish-women-alike-should-practice-hijab" rel="nofollow" style="box-sizing: inherit; color: #2e7061;" target="_hplink">wear</a> the same cloth that covers the head; for example, Christian nuns, Coptic Christians, Hindu women, Sikh women, and Orthodox Jewish women. All of these women dress in the style prescribed by their religions, just like Muslim women who wear the Hijab to follow what is written in their holy book.</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
Surprisingly, those ‘hijabi’ women of religions and faiths other than Islam are not discriminated against or abused. Nobody is disturbed by their presence when the clothes they wear also cover the head. Therefore, it is clear that the ‘culprit’ is not the Hijab, but Islam.</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
Growing hostility against Islam is increasingly apparent after some politicians in the western world ‘douse’ the fire with oil. The political rhetoric of U.S. presidential candidate, Donald Trump, is fresh in the memory as he <a data-beacon="{"p":{"mnid":"entry_text","lnid":"citation","mpid":5,"plid":"politics/donald-trump-muslim-woman-protesting-ejected/"}}" href="http://edition.cnn.com/2016/01/08/politics/donald-trump-muslim-woman-protesting-ejected/" rel="nofollow" style="box-sizing: inherit; color: #2e7061;" target="_hplink">calls</a> for the prohibition of Muslims entering the United States. Meanwhile in the UK, based on the results of a survey conducted by the Islamic Human Rights Commission (IRHC), more than two-thirds of the 1,780 respondents <a data-beacon="{"p":{"mnid":"entry_text","lnid":"citation","mpid":6,"plid":"https://www.theguardian.com/world/2015/nov/11/majority-of-british-muslims-have-witnessed-islamophobia-study"}}" href="https://www.theguardian.com/world/2015/nov/11/majority-of-british-muslims-have-witnessed-islamophobia-study" rel="nofollow" style="box-sizing: inherit; color: #2e7061;" target="_hplink">revealed</a> that they have heard anti-Islamic comments made by politicians. Not only that, half of them admitted that politicians deliberately allow Islamophobia-inspired discrimination to occur. The unfair treatment of Muslims illustrates how Islam continues to be regarded as an enemy, not a friend. It is still considered a source of problem rather than part of the solution.</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
Across Europe, Islam is still considered an unpleasant ideology. In Germany, for example, 47% of far-right Germans see Muslims through a negative lens. The same view is also true in many other European countries, from Hungary to the UK, and from Sweden to Italy. Even in Eastern European countries, the negative perception of Muslims has <a data-beacon="{"p":{"mnid":"entry_text","lnid":"citation","mpid":7,"plid":"5-facts-about-the-muslim-population-in-europe/"}}" href="http://www.pewresearch.org/fact-tank/2016/07/19/5-facts-about-the-muslim-population-in-europe/" rel="nofollow" style="box-sizing: inherit; color: #2e7061;" target="_hplink">reached</a> more than 60%. Again, the dislike of Islam is not based on Muslim themselves, but rather the religion followed by Muslims. As has been <a data-beacon="{"p":{"mnid":"entry_text","lnid":"citation","mpid":8,"plid":"https://www.theguardian.com/world/2008/feb/17/netherlands.islam"}}" href="https://www.theguardian.com/world/2008/feb/17/netherlands.islam" rel="nofollow" style="box-sizing: inherit; color: #2e7061;" target="_hplink">uttered</a> by a Dutch politician, Geert Wilders, few years ago; “I have a problem with Islamic tradition, culture, ideology. Not with Muslim people.”</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
The problem is that Muslims and Islam cannot be separated as an individual is Muslim because he adheres to the religion of Islam. In other words, hatred of Islam equates to hatred of Muslims. So it is no wonder that Muslims become the target of all forms of discriminations and violence borne out of Islamophobia. And the ones who are at most risk are Muslim women because their Islamic identity, the Hijab, cannot be hidden from sights. As <a data-beacon="{"p":{"mnid":"entry_text","lnid":"citation","mpid":9,"plid":"https://broadly.vice.com/en_us/article/how-islamophobia-hurts-muslim-women-the-most"}}" href="https://broadly.vice.com/en_us/article/how-islamophobia-hurts-muslim-women-the-most" rel="nofollow" style="box-sizing: inherit; color: #2e7061;" target="_hplink">reported</a> by Tell Mama, an organisation that monitors Islamophobia-based violence, Muslim women are the ones who most often suffer violence and harassment on the streets.</div>
</div>
<div class="content-list-component mt-paragraph text" style="box-sizing: inherit; color: #222222; font-family: NotoNashkArabic, ProximaNova-regular, "Helvetica Neue", Helvetica, Roboto, Arial, sans-serif; font-size: 18px; line-height: 1.5em; margin: 0px auto; max-width: 730px; min-width: initial; padding: 0px; width: 630px;">
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
The hijab worn by Muslim women is still regarded by many as a problematic ideological symbol; thereby making many women vulnerable to discrimination, harassment, and violence. Islamophobia that is spreading in some parts of the world should be scrapped because, as a religion, Islam is the same as other dominant religions in the world; namely, one that respects differences. Would it not be boring if everyone was uniform in their beliefs?</div>
<div style="box-sizing: inherit; font-size: 1.0625rem; line-height: 28px; margin-bottom: 20px; padding: 0px;">
This piece is also published at: http://www.huffingtonpost.co.uk/muhammad-zulfikar-rakhmat/the-hijab-more-than-just-_b_11314584.html </div>
</div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-63880883144072143282016-12-15T10:42:00.003+07:002016-12-15T10:42:41.650+07:00More work needed for Indonesia’s democracy<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.newmandala.org/wp-content/uploads/cache/2016/11/Elections_Indonesia-Wikimedia-web/3273847968.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.newmandala.org/wp-content/uploads/cache/2016/11/Elections_Indonesia-Wikimedia-web/3273847968.jpg" height="380" width="640" /></a></div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
<b style="box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px;"><br /><br />A lack of employment opportunities is undermining Indonesia’s democratic gains, write Muhammad Zulfikar Rakhmat and <strong style="box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px;">Muhammad Beni Saputra. </strong></b></div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
Indonesia is bracing for simultaneous regional elections in February 2017. Several pairs of candidates have emerged, including those eyeing the coveted governor and vice governor thrones in Jakarta. These include Agus Harimurti and Sylviana Murni, Anies Baswedan and Sandiaga Uno, as well as the current governor Basuki ‘Ahok’ Tjahja Purnama with Djarot Saiful Hidayat as his deputy.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
Meanwhile, over a thousand kilometres from Jakarta, an unemployed young man named Andra bikes towards Tebo, where candidate registrations are being held. He is joined by friends battling similar financial challenges who are hoping to receive a splash of money from candidates. They leave with a pack of cigarettes and a few litres of petrol.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
This story is a portrait of the dysfunctional state of democracy in Indonesia’s remote areas. In various regions, the period ahead of the local election is widely seen as a golden opportunity to reap profits from candidates.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
Citizens are flocking to prospective local authorities with different intrigues and motives. While some only expect a pack of cigarettes and a little gasoline, others seek to develop connections for future employment prospects. They hope that if the candidates they support win, they could be positioned in different governmental agencies under the auspices of the local government.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
The driving force behind this phenomenon is the lack of employment opportunities in these remote regions, which are not able to accommodate the explosion of graduates who return home after completing their studies in the city. Consequently, each year the number of unemployed educated in Indonesia continues to climb.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
The explosion of the unemployed educated is also caused by the inequality of the employment distribution in the country that is still mainly concentrated in Java and Bali. Jobs available in other regions are still limited to the informal sectors such as agriculture, plantations, as well as government institutions such as schools, hospitals, and government offices. Other sectors that are driven by the private sector as major companies are still limited to major cities such as Jakarta or Medan.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
Getting closer to those in power is a logical choice for many unemployed educated hoping to secure their future. Unfortunately, this practice not only reduces the quality of the workforce because recruitment is not based on meritocracy, but, more importantly, it hurts democratic principles. Democracy itself becomes a victim to Indonesia’s unequal employment distribution problem.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
The simultaneous regional elections provide many unemployed educated in the distant regions some relief. They have a chance to be employed for several months by the government to serve in the field supervisory committee (PPL), the district supervisory committee (<em style="box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px;">Panwawscam</em>), and the election supervisory committee (<em style="box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px;">Panwaslu</em>). Nonetheless, the range of salaries they earn is low, at between 600,000 rupiah to 1.5 million rupiah per month.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
Furthermore, Indonesia is still burdened by the high expense of local elections. The General Elections Commission reported that between 2010 and 2014, the costs incurred to finance state elections reached 15 trillion rupiah.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
The high cost of the local elections with a separate system was the main reason behind having simultaneous regional elections instead, in hopes of reducing implementation costs. Yet ironically, the simultaneous election system is costing far more than the previous election system.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
It is not surprising if the urge to restore the local elections into the hands of the People’s Representative Council (DPR) continues to swell. It is important to note, given the massive practice of transactional politics between prospective regional heads and the constituents, that the solution to restore the local election back to the hands of DPR is possible.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
If so, budgets for the direct election can be allocated to the creation of jobs for the unemployed educated scattered around the country. In addition, resources can also be used to help these unemployed individuals to open businesses and provide job opportunities for others — unemployed educated in Indonesia are still unable to open up businesses due to constraints in initial capital. It would be a breath of fresh air if the government is willing to lend a hand to help them.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
The elections in Jakarta will remain highly scrutinised given Jakarta’s status as a political centre, and will no doubt dominate the conversation in Indonesia and further afield. At the same time, people like Andra will continue to push their motivations in remote regional elections. Their situations are drowned out by the bustle of politics in the capital.</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
<em style="box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px;"><strong style="box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px;">Muhammad Zulfikar Rakhmat is a PhD scholar at the University of Manchester.</strong></em></div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #1a1a1a; font-family: Amiko, sans-serif; font-size: 19px; list-style-position: inside; margin-bottom: 32px; outline: 0px; padding: 0px;">
Muhammad Beni Saputra is a recent graduate of the University of Manchester.<br /><br />This piece is also published at: http://www.newmandala.org/work-needed-indonesias-democracy/ </div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-75603700651356365992016-12-15T10:26:00.001+07:002016-12-15T10:28:23.376+07:00Bukankah dunia ini terlalu membosankan bila semuanya seragam?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.mostresource.org/wp-content/uploads/sites/146/2016/02/hijab.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.mostresource.org/wp-content/uploads/sites/146/2016/02/hijab.jpg" height="350" width="640" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br />“Take it off! This is America!” teriak Gill
Parker Payne, seorang pria asal Gastonia, North Carolina kepada seorang wanita
yang duduk di kursi barisan depan pesawat. Kapal terbang yang ditumpangi oleh laki-laki
dan perempuan tersebut sedang bersiap-siap untuk terbang dari Albuquerque, New
Mexico ke Chicago menggunakan maskapai penerbangan Southwest Airlines.<span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;"><a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn1" title="">[1]<br /></a></span></span><a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn1" title=""><!--[endif]--></a></span>
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“My sister in law got spat on and punched
in the face at a grocery store while carrying my nephew in London Ontario” cuit
seorang pria asal Kanada di akun Twitternya.<span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;"><a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn2" title="">[2]<br /></a></span></span><a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn2" title=""><!--[endif]--></a></span>
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Now my niece is too frightened to even go
back into town” keluh Tayyib Nawaz. Tayyib merasa terpukul atas tragedy yang
menimpa keponakan perempuannya yang masih berusia empat tahun di pusat kota
Worcester, UK. Seorang pria tak dikenal mendekati anak tak bersalah itu dan
mengusapkan benda mirip kotoran manusia ke wajahnya.<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a>
<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Perlakuan tidak manusiawi terhadap dua
perempuan dan satu anak kecil diatas dilatarbelakangi oleh sesuatu yang melekat
di badan mereka: hijab. Berita buruknya adalah, kasus tersebut hanya sebagian kecil
yang muncul ke publik dari sekian banyak pelecehan yang terjadi yang luput dari
perhatian awak media. Dunia ini terlalu besar dan jumlah jurnalis tidak sepadan
dengan penghuninya sehingga tidak semua perbuatan nista terhadap wanita muslim
gara-gara berhijab bisa di dokumentasikan. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Sepintas, terlihat aneh selembar kain yang
melekat di badan seseorang menyebabkan si pemakainya menjadi target kebencian
bahkan kekerasan. Dasar kainnya dasar biasa, terbuat dari benang, sama dengan
dasar baju yang dipakai oleh semua orang. Penggunaan kain itu pun tidak
mengganggu orang yang ada di sekitar. Lantas, mengapa banyak yang tidak suka?<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Harus diakui, bukan selembar kain bernama hijab
itu yang dipermasalahkan, tetapi nilai yang menganjurkan penggunaannya yaitu
Islam. Kebencian terhadap hijab lahir karena kebencian terhadap islam. Dan
kebencian terhadap islam menyebabkan banyak wanita islam yang berhijab menjadi
target pelampiasan kebencian dalam bentuk hinaan juga kekerasan.<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Sebenarnya hijab tidak hanya dipakai oleh wanita islam saja. Wanita-wanita
dari agama dan kepercayaan lain juga banyak yang memakai pakaian yang menutup
kepala itu. Biarawati kristen, wanita sekte Kristen Coptic, wanita hindu,
wanita Sikh, dan wanita Yahudi ortodoks<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a>
adalah sebagian kecil contohnya. Semua dari wanita tersebut berpakaian demikian
karena mereka ingin menjalankan perintah agama mereka, sama halnya dengan
wanita muslim yang memakai hijab semata-mata ingin mempraktekkan apa yang
tertulis di dalam Al Quran. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Anehnya, wanita-wanita ‘berhijab’ dari
agama dan kepercayaan lain diluar islam tidak mengalami pelecehan sebagaimana
yang menimpa wanita-wanita islam. Tidak ada yang merasa terganggu dengan
kehadiran mereka padahal pakaian yang melekat pada mereka juga menutupi kepala.
Semakin jelaslah bahwa yang dianggap ‘biang kerok’ itu bukanlah hijab tetapi
islam.<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Api permusuhan terhadap islam semakin
menyala setelah beberapa tokoh politik di dunia barat ‘menyiramnya’ dengan
minyak. Masih segar dalam ingatan retorika politik calon presiden USA dari
partai democrat, Donald Trump, yang hendak melarang muslim masuk ke amerika.<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Di britania raya, berdasarkan hasil survey yang diadakan oleh Islamic Human Rights
Commission (IHRC), lebih dari dua pertiga dari total 1.780 responden
mengungkapkan bahwa mereka pernah mendengar komentar anti islam dari para
politikus. Bukan itu saja, separoh dari mereka mengaku bahwa para politikus
sengaja membiarkan tindakan-tindakan berbau islamophobia terjadi.<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Perlakuan tidak adil terhadap muslim ini merupakan sebuah gambaran betapa islam
masih dipandang sebagai lawan bukan kawan. Masih dinilai sebagai sumber masalah
bukan bagian dari solusi.<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Di seantero benua eropa Islam masih dilihat
sebagai ideology yang tidak menyenangkan. Di jerman misalnya, 47% rakyat jerman
di haluan politik kanan masih melihat muslim dengan kacamata negative.
Pandangan yang sama juga berlaku di banyak negara eropa yang lain dari Hungaria
sampai Britania. Dari Swedia sampai Italia. Bahkan di negara-negara eropa timur
pandangan negative terhadap muslim sudah mencapai lebih dari 60 per sen.<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Lagi-lagi, ketidaksukaan terhadap muslim ini bukan didasari oleh muslim itu
sendiri sebagai manusia tetapi lebih kepada agama islam yang dianut oleh muslim
tersebut. Sebagaimana yang pernah diutarakan oleh seorang politisi negara
Belanda, Geert Wilders, beberapa tahun yang lalu: 'I have a problem with Islamic tradition,
culture, ideology. Not with Muslim people.'<span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;"><a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn8" title="">[8]</a></span></span><a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn8" title=""><!--[endif]--></a></span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Permasalahannya adalah muslim dan islam
tidak bisa dipisahkan sebab seseorang dikatakan muslim karena dia menganut
agama islam. Artinya, ketidaksukaan terhadap islam sama saja tidak menyukai
pemeluknya yaitu muslim. Maka tak heran bila muslim menjadi target segala macam
bentuk diskriminasi dan kekerasan yang lahir dari islamophobia ini. Dan korban yang
paling beresiko terkena dampak islamophobia tentu saja wanita muslim sebab
identitas keislaman mereka, yaitu hijab, tidak bisa disembunyikan dari
pandangan mata. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Tell Mama, sebuah organisasi
yang memonitor kekerasan berbentuk Islamophobia, wanita muslim adalah yang
paling sering mengalami kekerasan dan pelecehan di jalanan.<span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;"><a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn9" title="">[9]</a></span></span><a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftn9" title=""><!--[endif]--></a></span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Hijab yang dikenakan oleh wanita muslim
masih dianggap sebagai symbol ideology yang bermasalah bagi banyak kalangan
sehingga banyak wanita muslim yang menjadi target utama diskriminasi,
pelecehan, dan kekerasan. Islamophobia yang menyebar di amerika dan eropa mesti
dikikis dari kehidupan sebab sebagai agama, islam sama saja dengan agama
dominan lainnya di eropa dan amerika, yaitu agama yang menghargai perbedaan.
Bukankah dunia ini terlalu membosankan bila semuanya seragam?<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<br />
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"> <a href="http://www.huffingtonpost.com/entry/man-rips-off-muslim-woman-hijab_us_5736214fe4b060aa781a48b9">http://www.huffingtonpost.com/entry/man-rips-off-muslim-woman-hijab_us_5736214fe4b060aa781a48b9</a>
</span><o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"> <a href="http://www.lfpress.com/2016/06/21/womans-hijab-pulled-at-superking-supermarket-police-investigating-grocery-store-attack">http://www.lfpress.com/2016/06/21/womans-hijab-pulled-at-superking-supermarket-police-investigating-grocery-store-attack</a>
</span><o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"><a href="http://www.worcesternews.co.uk/news/14625883.UPDATED__Man_rubbed_fake_poo_on_four_year_old_s_face_outside_Worcester_pub/?ref=trn">http://www.worcesternews.co.uk/news/14625883.UPDATED__Man_rubbed_fake_poo_on_four_year_old_s_face_outside_Worcester_pub/?ref=trn</a>
</span><o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"> <a href="http://www.hagda.com/index.php/29-muslim-and-christian-and-jewish-women-alike-should-practice-hijab">http://www.hagda.com/index.php/29-muslim-and-christian-and-jewish-women-alike-should-practice-hijab</a>
</span><o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn5">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"> <a href="http://edition.cnn.com/2016/01/08/politics/donald-trump-muslim-woman-protesting-ejected/">http://edition.cnn.com/2016/01/08/politics/donald-trump-muslim-woman-protesting-ejected/</a>
</span><o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn6">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"> <a href="https://www.theguardian.com/world/2015/nov/11/majority-of-british-muslims-have-witnessed-islamophobia-study">https://www.theguardian.com/world/2015/nov/11/majority-of-british-muslims-have-witnessed-islamophobia-study</a>
<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn7">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"> <a href="http://www.pewresearch.org/fact-tank/2016/07/19/5-facts-about-the-muslim-population-in-europe/">http://www.pewresearch.org/fact-tank/2016/07/19/5-facts-about-the-muslim-population-in-europe/</a>
</span><o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn8">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"> <a href="https://www.theguardian.com/world/2008/feb/17/netherlands.islam">https://www.theguardian.com/world/2008/feb/17/netherlands.islam</a>
</span><o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn9">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Bukankah%20dunia%20ini%20terlalu%20membosankan%20bila%20semuanya%20seragam.docx#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"> <a href="https://broadly.vice.com/en_us/article/how-islamophobia-hurts-muslim-women-the-most">https://broadly.vice.com/en_us/article/how-islamophobia-hurts-muslim-women-the-most</a>
</span><o:p></o:p></div>
</div>
</div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-27367228700974734162016-12-15T10:19:00.003+07:002016-12-15T10:19:46.564+07:00Jadi, Berubahlah, kawan!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Laju sepeda motor yang berpacu kencang mendadak dipelankan oleh adikku. Padahal posisi kami sudah di ujung kampong. Dia penasaran dengan objek yang baru saja kami lewati meskipun berkali-kali kutegaskan kalau itu hanya anak kucing. Tapi tetap saja dia membelokkan motor kemudian kembali ke belakang. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Dari sorotan lampu sepeda motor Varioku tampak jelas kalau benda bergerak di tepi jalan itu bukan anak kucing, melainkan anak kukang! Binatang liar bermata besar yang imutnya minta ampun. Jalan anak kukang itu amat lambat, menambah keimutannya yang melelehkan hati. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="_h2x" style="font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 52px; text-align: center;">
<img alt="" class="_h2z _297z _usd img" height="426" id="u_0_g" src="https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t1.0-9/14650164_10207438511740238_160960965736252737_n.jpg?oh=facc17f63a7b7813af2a0890a8f521bb&oe=58B57E94" style="border: 0px; max-height: 700px; max-width: 700px;" width="640" /></div>
<br />
<figure class="_2cuy _4nuy _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 979.176px; word-wrap: break-word;"></figure><div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Tidak tahan akan kelucuannya, kuambillah anak kukang itu dengan memegang perutnya seperti yang kulakukan terhadap kucing-kucingku di rumah. Sial, baru saja tanganku mengangkatnya anak kukang itu dengan cekatan menancapkan taringnya yang tajam ke telunjukku. Darah bercucuran, rasa sakit menjalar. Anak kukang itu dengan santai melangkah pergi ke dalam semak. Aku pun kembali ke rumah untuk mengobati lukaku. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Entah kenapa, malam berikutnya perjalananku lagi-lagi terganggu. Sedang enaknya bertengger diatas motor seekor ular kobra melintang di tengah jalan. Untung saja dia langsung kembali ke belakang. Jika tidak bisa-bisa kakiku dilahapnya juga. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="_h2x" style="font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 52px; text-align: center;">
<img alt="" class="_h2z _297z _usd img" height="360" id="u_0_h" src="https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t31.0-8/14700787_10207438547741138_1382046523727880733_o.jpg?oh=0a7f73add7bc5b094a38b19b33017cc9&oe=58B367D7" style="border: 0px; max-height: 700px; max-width: 700px;" width="640" /></div>
<br />
<figure class="_2cuy _4nuy _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 979.176px; word-wrap: break-word;"></figure><div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Dan, beberapa hari ke belakang segerombolan gajah liar sumatera ditemukan mondar-mandir di seberang kampong tetangga. Gajah-gajah itu berasal dari Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="_h2x" style="font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 52px; text-align: center;">
<img alt="" class="_h2z _297z _usd img" height="429" id="u_0_i" src="https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t31.0-8/14589936_10207438554101297_5192600619259222422_o.jpg?oh=4593d03db629ef7d8f96c9bcfba1ca0b&oe=58E65F01" style="border: 0px; max-height: 700px; max-width: 700px;" width="640" /></div>
<br />
<figure class="_2cuy _4nuy _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 979.176px; word-wrap: break-word;"></figure><div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Ada hal yang membuat hatiku gembira terhadap kejadian diatas walaupun pada kenyataannya membawa petaka dan juga mendebarkan jantungku. Aku senang ternyata binatang liar masih tersisa di kampungku. Belum semuanya punah atau hilang karena desakan tangan dan perut manusia. Padahal beberapa tahun ke belakang ini aku sudah pesimis dengan kehidupan binatang-binatang liar yang semasa aku kecil dulu hidup bebas tanpa ada yang mengganggu. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Aku ingat betul ketika masa-masa pra sekolah dan masa sekolah dasar di kampungku, Teluk Langkap. Kala itu kampungku kaya sekali dengan berbagai macam binatang liar yang hidup rukun damai dengan warga desa. Burung murai yang berwarna hitam putih itu terbang bebas kesana kemari di sepanjang kampong tanpa diusik oleh manusia. Kadang bahkan mereka bersarang di bawah atap rumah penduduk dengan tenang. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="_h2x" style="font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 52px; text-align: center;">
<img alt="" class="_h2z _297z _usd img" height="457" id="u_0_j" src="https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t31.0-8/p720x720/14633241_10207438570701712_5132373746518512183_o.jpg?oh=daa7a1cb1f7dfa13bf88cba9a108d93c&oe=58EBC450" style="border: 0px; max-height: 700px; max-width: 700px;" width="640" /></div>
<br />
<figure class="_2cuy _4nuy _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 979.176px; word-wrap: break-word;"></figure><div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Begitu juga dengan burung-burung yang lain. Buruh serindit acapkali kujumpai berombong-rombong hinggap di pohon kelapa. Mereka berkicau dan menari-nari disana dengan bebas. Menikmati alam yang sejatinya juga diciptakan Tuhan buat mereka bukan semata-mata untuk manusia. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Warna burung serindit amat khas yaitu hijau merah, membuat burung ini amat indah untuk dipandang. Terlebih ukuran mereka yang mungil itu. Semakin menjadikan mereka burung favoritku semasa kecil. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="_h2x" style="font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 52px; text-align: center;">
<img alt="" class="_h2z _297z _usd img" height="512" id="u_0_k" src="https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t31.0-8/p720x720/14589673_10207438576781864_6296669118707397381_o.jpg?oh=18fb319cf4ec477dd5276cb78c75aadc&oe=58F28E7C" style="border: 0px; max-height: 700px; max-width: 700px;" width="640" /></div>
<br />
<figure class="_2cuy _4nuy _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 979.176px; word-wrap: break-word;"></figure><div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Ada lagi burung betet. Sekilas burung betet tampak sama dengan serindit. Warna mereka serupa yaitu didominasi oleh warna hijau. Bentuk paruh mereka pun mirip. Tipikal burung pemakan biji. Tapi bagiku perbedaan mencolok antara burung betet dan serindit terletak pada ukuran. Tubuh betet lebih berisi dibandingkan badan serindit. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="_h2x" style="font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 52px; text-align: center;">
<img alt="" class="_h2z _297z _usd img" height="426" id="u_0_l" src="https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t1.0-9/14695553_10207438596702362_6532038798688379431_n.jpg?oh=2d26ecc131eccae620ff2cd076b064db&oe=58B14526" style="border: 0px; max-height: 700px; max-width: 700px;" width="640" /></div>
<br />
<figure class="_2cuy _4nuy _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 979.176px; word-wrap: break-word;"></figure><div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Ada banyak lagi burung-burung lainnya yang dulu hidup bebas di kampungku; burung puyuh, belibis, ruak-ruak, punai, dan aneka macam burung berebah. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Masa kecilku tidak hanya ditemani oleh burung-burung kecil nan elok mempesona tetapi juga dibesarkan oleh sungai yang terpanjang di pulau Sumatera yaitu sungai Batanghari. Waktu itu Batanghari adalah teman terbaikku. Saban pagi dan petang aku menyelam di dalamnya atau bermain kejar-kejaran di pulau bungin yang membentang di tepinya. Jika sedang surut, air Batanghari di kampungku amatlah jernih. Ikan-ikan yang ada di bawah jamban (tempat mandi yang terbuat dari balok kayu dan papan) dapat dilihat dari sela-sela papan.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah aku mandi dulu di Batanghari. Begitu juga dengan siswa dan masyarakat lainnya di kampungku. Semuanya mengandalkan Batanghari untuk bersih-bersih. Yang paling aku sukai dikala mandi pagi adalah suasana ramai yang tersaji. Di seberang kampungku masa itu masih banyak pohon-pohon menjulang tinggi yang usianya ratusan tahun. Hutan hujan itu terhampar luas hingga ke Taman Nasional Bukit Tiga Puluh yang dimiliki oleh provinsi Jambi dan Riau. Dari dalam rimba itulah suara ribut itu berasal. Kumpulan siamang, ungka, dan kera hutan saling bersahut-sahutan seolah ada hal yang tidak beres yang mereka perdebatkan. Mereka selalu melakukannya setiap pagi. Rutin. Tak pernah berhenti. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Tapi semuanya kini cuma tinggal kenangan. Dalam kurun waktu lebih kurang 10 tahun saja segalanya berubah drastis tepatnya ketika Indonesia memasuki zaman reformasi tahun 1999. Era yang juga disebut era demokrasi itu telah berkontribusi terhadap membisunya kampungku oleh sebab tiada lagi burung yang bernyanyi, ungka yang berteriak di pagi hari, dan keruhnya sungai Batanghari. Burung-burung tak lagi leluasa hinggap diranting sebab manusia sudah tau nilai rupiah dari keindahan suara dan corak mereka. Ungka sudah kehilangan pohon untuk bertengger dan Batanghari sudah menyandang nama baru sebagai kolam lumpur terpanjang di Sumatera. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Apa sumbangsih demokrasi atas semua ini? Era demokrasi disebut juga dengan zaman kekuasaan rakyat. Dalam system ini rakyat berada di posisi teratas yang perlu diutamakan. Tak salah memang, semenjak bermulanya zaman ini awal 2000an rakyat di daerahku benar-benar berkuasa. Hutan di kecamatanku, kecamatan Sumay, yang luasnya minta ampun itu dalam rentang waktu sekitar 6 tahun saja (1999-2005) habis tak berbekas. Semuanya karena rakyat Sumay pada khususnya dan Tebo pada umumnya ‘berkuasa’ penuh atas pohon-pohon raksasa berusia ratusan tahun itu. Maka jangan heran dalam periode ini rakyat di Tebo, khususnya mereka yang tinggal di sepanjang sungai Batanghari, tidak mengenal yang namanya kekurangan rupiah. Duit sudah ibarat kertas saja pada masa itu. Hampir setiap rumah parkir mobil truk pengangkut balok. Paling sedikit satu unit. Bahkan banyak yang punya lebih dari tiga. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="_h2x" style="font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 52px; text-align: center;">
<img alt="" class="_h2z _297z _usd img" height="426" id="u_0_m" src="https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t1.0-9/14650198_10207439856653860_6555857666646278392_n.jpg?oh=047923fcfd9e8976dfee9c5c13d9017b&oe=58B824DB" style="border: 0px; max-height: 700px; max-width: 700px;" width="640" /></div>
<br />
<figure class="_2cuy _4nuy _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 979.176px; word-wrap: break-word;"></figure><div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Sebelum era demokrasi masyarakat di kampungku masih takut-takut untuk membabat hutan. Di zaman Suharto Mereka hanya menjadi penonton menyaksikan tronton-tronton membawa balok kayu di seberang kampong kemudian ditarik pakai ponton ke hilir sungai. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Kegiatan perusahaan besar itu bertujuan untuk ‘pembangunan’ Indonesia. Entah apanya yang dibangun dan dimana pembangunan itu hanya penguasa orde barulah yang paham. Yang jelas kampungku dulu begitu-begitu saja. Tidak ada kemajuan yang berarti. Orang-orangnya pun masih setia dengan kemiskinan. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Runtuhnya orde baru dan bermulanya zaman demokrasi tidak membuat hutan di Tebo aman dari keserakahan. Malahan zaman demokrasi lebih ganas lagi. Zaman Suharto hanya beberapa perusahaan yang beroperasi. Zaman demokrasi? Masyarakat sekabupaten Tebo plus mereka yang datang dari kabupaten lain yang turun tangan. Semuanya berkolaborasi antara rakyat jelata, aparat keamanan, dan aparat pemerintahan. Masa itu setiap kampong penuh dengan tauke balok. Kalung dan gelang mas anak istri mereka besar bukan main. Pernikahan pemuda pemudi anak tauke dirayakan besar-besaran. Sampai menyewa organ tunggal atau band dari Palembang atau Padang ke kampong. Peduli apa tentang biaya cataran yang mahal. Sebab sekali lagi, uang bukan masalah bagi para tauke itu. Bahkan ada tauke di kampongku merayakan pernikahan anaknya tujuh hari tujuh malam! </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Kejayaan masyarakat di daerahku berimbas juga terhadap kehidupanku di tanah rantau. Temanku di pesantren As’ad selalu tidak percaya kalau ayahku tidak punya mobil. Banyak mereka yang bilang mustahil orang Tebo tidak punya mobil. Meskipun aku sudah menjelaskannya sekuat tenaga tapi mereka tetap tidak percaya. Bagi mereka orang Tebo semuanya kaya termasuk ayahku. Mereka tidak salah jika definisi kaya adalah orang yang tidak kekurangan duit. Saat itu meskipun ayahku tidak punya mobil sendiri tapi ayahku juga seorang tauke balok. Walaupun tidak begitu massif sebab Ayah hanya menebang kayu yang terdapat di belakang kebun karetnya. Plus, ayah juga punya bisnis damar dan rotan yang dia beli dari suku anak dalam. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Tahun 2005 keatas perekonomian di daerahku mulai lesu. Hutan habis. Mata pencaharian tiba-tiba menghilang. Dan, secara perlahan pula para tauke balok bangkrut. Untuk mensiasati agar dapur tetap mengepul, masyarakat di daerahku kembali ke profesi mereka semula yaitu berkebun. Ada yang buat kebun sawit banyak juga yang menyadap karet lagi. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Sebagai tambahan, ada lagi satu mata pencaharian baru. Entah dari mana ide itu datang, masyarakat tepian sungai Batanghari menemukan sesuatu yang tak tersentuh dari sungai Batanghari. Mereka membuat rakit yang dilengkapi dengan mesin diesel yang kemudian digunakan untuk mengeksploitasi emas yang ada di dasar sungai Batanghari. Tapi amat sangat disayangkan aktifitas yang disebut ‘dongfeng’ itu justru merusak ekosistem sungai. Air menjadi keruh bak lumpur dan tercampur air raksa. Hasil sedotan mesin dongfeng membentuk pulau-pulau buatan yang mengganggu aliran sungai. Kondisi ini tentu saja merugikan warga yang sehari-harinya menggunakan Batanghari sebagai sumber air minum dan keperluan bersih-bersih. Bukan itu saja, air raksa yang menyebar di sungai berbahaya bagi kesehatan. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="_h2x" style="font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 52px; text-align: center;">
<img alt="" class="_h2z _297z _usd img" height="360" id="u_0_n" src="https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t31.0-8/p720x720/14633567_10207439863974043_1627163056616396573_o.jpg?oh=11a993f821d5304cf20f75e3d9be672f&oe=58EFEC2C" style="border: 0px; max-height: 700px; max-width: 700px;" width="640" /></div>
<br />
<figure class="_2cuy _4nuy _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 979.176px; word-wrap: break-word;"></figure><div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Aku sendiri sangat prihatin setiap kali pulang kampong melihat kondisi air sungai Batanghari yang mengenaskan itu. Tak bisa lagi kunikmati menyelam di dalamnya atau melihat udang yang bersembunyi di dalam pecahan balok kayu jamban. Air Batanghari tak ubahnya seperti air lumpur yang berbau serta lengket di badan. Walhasil, setiap kali berjalan ditepi Batanghari aku hanya bisa mengurut dada. Kutahan hasratku untuk berenang sebagaimana yang biasa aku lakukan ketika kecil dulu. Hatiku menangis, batinku merintih. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Hampir bisa kupastikan kalau kejernihan Batanghari seperti pada masa kecilku dulu takkan terulang kembali. Sepanjang aku hidup sampai aku mati, kalau keadaan yang merusaknya tidak berubah, air Batanghari tidak akan kembali ke kejayaannya di masa lalu dimana permukaannya mengkilap bila diterpa cahaya matahari. Kalaupun ada perubahan, keadaannya tidak akan sejernih dulu sebab hutan telah habis, sungai-sungai kecil sudah banyak yang mengering akibat aktifitas perkebunan, dan kegiatan dong feng yang sudah merambah ke anak sungai. Malang nasib anak cucuku kelak… </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Sebenarnya sudah ada peraturan pemerintah mengenai dong feng. Sudah ada juga aparat yang turun merazia. Tapi apa hendak dikata, demokrasi menjanjikan kekuasaan di tangan rakyat. Rakyat amat berkuasa melawan aparat. Salah-salah sedkit mereka akan demo dan bertindak anarkis. Di sarolangun beberapa waktu silam contohnya, razia dong feng sampai meregang nyawa. Bukankah ini mengerikan? Rakyat tidak mau lagi diatur karena mereka sudah merasa berkuasa. Aparat pun kadang enggan bertindak tegas. Sebab banyak dari mereka yang juga ikut mencicipi manisnya uang hasil dongfeng. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Kerusakan alam di daerahku tidak menyisakan apapun kecuali kemiskinan yang semakin nyata. Tak kutemui lagi wajah-wajah yang dulu sumringah karena dompet tak pernah tipis rupiah. Tak ada lagi perlombaan pembangunan rumah-rumah mewah yang biasanya terjadi. Para tauke sudah banyak yang melarat. Yang bukan tauke jangan ditanya lagi. Hidup mereka morat-marit. Tanah, kebun, aset keluarga telah terjual atau tergadai ke bank. Bahkan ada yang kembali berbalok (menebang hutan) dengan mencuri balok di hutan lindung di sekitaran Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Ironisnya lagi, kini batang durian pun sudah mulai jarang ditemukan sebab sudah habis ditebang untuk dijadikan balok. Banyak orang tidak tau lagi harus berbuat apa untuk menghasilkan rupiah. Harga karet sudah lama anjlok. Kebun sawit tidak semuanya punya. Selama ini pun mereka sudah terbiasa bergantung kepada alam. Mau duit tinggal menebang hutan. Ketika hutan itu habis mereka mulai merongrong kebun durian yang dulu ditanam oleh nenek moyang mereka. Praktis, generasi Tebo mendatang akan sulit mencicipi buah durian sebab batangnya sudah habis ditebang. Paling mereka akan beli. Itupun kalau ada duit. Jika tidak punya duit, positif hanya menelan air liur saja. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Sebelum mengakhiri tulisan ini, jika boleh saya berpesan, saya mengajak seluruh generasi muda Tebo khususnya yang sudah dan sedang mengenyam pendidikan tinggi untuk membuka mata. Kita adalah generasi yang beruntung bisa mencicipi bangku kuliah. Tidak sama dengan banyak pendahulu kita yang hanya tamatan SD saja. Atas semua anugerah ini wajib hukumnya bagi kita untuk bersyukur. Bagaimana cara mensyukuri nikmat belajar ini? Caranya adalah dengan sungguh-sungguh menuntut ilmu. Jangan asal kuliah saja. Harus menjadi sarjana yang berkualitas setelah lulus nanti. Dan, yang paling penting lagi adalah kita mesti menjadi sarjana yang menghargai kekayaan alam. Bumi ini bukan milik kita sendiri. Allah menciptakannya juga untuk makhluk lain. Alam ini juga bukan untuk kita rusaki. Tetapi untuk kita rawat kelestariannya. Itulah tugas kita sebagai khalifah yang ditunjuk langsung oleh Allah swt. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Dunia selepas tamat kuliah itu kejam, kawan. Kita ini ibarat anak ayam yang saling berebut makanan yang secuil. Bila tidak sigap maka siap-siaplah kelaparan. Apa yang bisa kita andalkan lagi. Ijazah saja? Sudah banyak ijazah para pendahulu kita yang tidak ada gunanya. Jangan ditambah lagi. Hutan? Tidak ada lagi yang bisa ditebang kecuali tiang rumah datuk buyut kita. Sungai? Ah, rasanya terlalu rendah bila seorang sarjana kerjanya hanya memasang pukat di Batanghari untuk mencari ikan seekor dua. Jadi apa yang perlu disiapkan? Ada dua. Yang pertama ilmu dan yang kedua jaringan. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Rajin-rajinlah dalam belajar. Tekankan dalam diri bahwa seusai tamat nanti kita harus menjadi seorang sarjana yang betul-betul menguasai bidang yang kita tekuni. Bukan sekedar menyandang gelar saja. Soal jaringan, harus rajin-rajin membangun komunikasi dengan orang lain. Bertemanlah dengan siapapun selagi itu tidak membawa hal buruk terhadap diri kita. Usahakan juga berteman dengan orang-orang yang punya pikiran maju dan networking yang luas. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Kukang, burung-burung, dan binatang-binatang liar lainnya sudah tak banyak lagi di kampungku. Mereka telah punah oleh sebab tangan-tangan jahil yang tidak memikirkan anak cucu. Batanghari dan hutan pun demikian. Kejayaan keduanya hanya tinggal cerita pengantar tidur, sebuah hadiah besar dari kekuasaan penuh rakyat yang berlindung dibawah payung bermerek demokrasi. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Kabupaten Tebo sebentar lagi mengadakan pemilihan raja daerah. Ada dua kubu yang siap bertarung yaitu kubu HaHa dan kubu SuSah. Meskipun tidak ada kaitannya sama sekali, tetapi izinkan saya meminjam slogan luar biasa kedua pasang calon itu sebagai penutup tulisan ini. HaHa bisa dikatakan mewakili tawa orang tua kita di zaman berbalok dulu yang riuhnya kini sudah hilang. Sedangkan SuSah adalah hadiah dari tawa HaHa itu untuk kita dan generasi setelah kita. Ke-SuSah-an ini tidak akan berkesudahan bila kita tidak bangun untuk memperbaiki diri. Jadi, Berubahlah, kawan! </div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-49712567048833066432016-12-15T10:09:00.003+07:002016-12-15T10:09:25.993+07:00So, Maju Terus, Raih Mimpimu!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">“Sudahlah Beni, jangan bercita-cita terlalu tinggi,
nanti gila. Kalau gila, siapa yang akan mengurusmu?” Cetus pamanku sewaktu
kumpul keluarga di hari raya. Tangannya mengelus-elus pundakku. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">“Hey guys, kalau kalian ingin melihat teman kita gila
setelah selesai kuliah nanti, Benilah orangnya!” Teriak seorang kawan di depan
beberapa teman kelas. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Keraguan bernada sinis ini adalah segelintir contoh
dari sekian banyak orang-orang yang menyangsikan impianku untuk menjejakkan kaki
ke negeri Paman Sam, Amerika Serikat. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Jika mereka ragu, itu wajar. Siapa pula yang percaya
dengan impian seorang berandal yang tidak lulus Ujian Akhir Nasional? Seorang
bocah tengik yang menghabiskan waktu 3 tahun di bangku Sekolah Menengah Atas
hanya untuk bermain-main seperi anak TK? “Ijazah Paket C kok mau ke Amerika!
ada-ada saja!” Tak terhitung yang berujar demikian. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Benar, Aku hanya memegang ijazah Paket C sebab ketika
UAN aku tidak bisa menjawab satupun soal Matematika. Bukan karena pertanyaannya
yang sulit melainkan akunya yang tidak pernah belajar. Alhasil, pada hari
pengumuman hasil UAN semua kelalaian dan kejahilanku dibayar lunas. Aku tidak
lulus! <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kegagalanku menyisakan malu yang amat dahsyat. Di
kampung aku menjadi bahan percontohan orang-orang tua kepada anak-anak mereka
bahwa ketika mereka besar nanti jangan berperangai sepertiku. Orang tuaku pun
kecewa bukan main sebab susah payah mereka menyadap pohon karet di tengah rimba
tak berbuah manis. Aspirasi ayah buat menginspirasi masyarakat kampung agar
menyekolahkan anak mereka tinggi-tinggi pun berujung cemoohan. Semuanya
gara-gara aku. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Tidak enak hidup dalam aib. Untuk itu, selepas
mengikuti ujian Paket C, aku memutuskan untuk pergi dari rumah. Aku malu dengan
diriku sendiri. Aku tidak sanggup menatap wajah Ayah dan Ibuku. Dengan masa
depan yang tidak jelas, aku habiskan hari-hariku di perjalanan, sebagai kernek
travel dan kernek truk sawit. Menyaksikan buruh-buruh sawit memikul tandan buah
sawit yang besarnya bukan main, melihat kerasnya kehidupan supir yang saban
hari mengukur jalan, bercengkrama dengan anak-anak karyawan perkebunan yang
miskin akses ke dunia luar, dan membayangkan hal-hal besar yang dilakukan orang
dengan ilmu yang mereka punya, membuatku insaf kalau pendidikan itu amat berharga.
Akhirnya, menjelang penutupan pendaftaran kuliah aku memilih pulang. Aku hendak
meyakinkan ayah lagi bahwa aku benar-benar ingin menuntut ilmu bukan
bermain-main seperti dulu. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Ayah mulanya tidak bergeming. Baginya tidak ada lagi
kesempatan untukku bersekolah tinggi. Namun aku terus meyakinnya hingga
akhirnya hatinya pun luluh. Tanpa berpikir dua kali, aku langsung anggukkan
kepala ketika Ayah menganjurkanku untuk kuliah yang berbau Bahasa Inggris. Demi
membuktikan ke Ayah dan semua orang akan kesungguhanku untuk berubah, jurang
yang paling dalam pun akan kuterjuni. Perduli apa. Lagipula 1000% aku yakin
kalau jalan Bahasa Inggris yang aku tempuh akan memberikan kegemilangan
kepadaku sebab Ridho orang tua adalah ridhonya Tuhan. Dengan mengantongi ridho
orang tua tentu saja apa yang aku perbuat dan apa yang aku impikan akan
dikabulkan oleh Tuhan karena Dia telah berjanji demikian.<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Keyakinan teguh yang aku tanam di dalam hati diuji di
hari pertama kuliah. Aku digegerkan oleh beberapa teman yang mendekatiku mengajak
bercakap-cakap dalam berbahasa Inggris. Aku cuma bisa terdiam menelan air liur
yang terasa pahit. Di hari itu juga aku terpaksa memperkenalkan diri di kelas
menggunakan Bahasa Indonesia. Sedang hampir semua teman-temanku mengenalkan
diri mereka dalam Bahasa Inggris. Terpukul, aku pun menobatkan diriku sebagai
calon lulusan terakhir di jurusanku.<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Bila dikaji dengan akal sehat, studyku seumpama
perjalanan Jambi – Jakarta. Teman-teman seangkatanku sudah sampai di Palembang
sedangkan Aku masih di Jambi. Kendaraan mereka sudah layak jalan sedang
kendaraanku rusak sana sini. Agar dapat finish di Jakarta bersama-sama mereka
atau kalau bisa lebih dulu, Aku harus memiliki kecepatan di atas rata-rata
kecepatan mereka. Kerusakan di kendaraanku pun mesti aku perbaiki dengan
segera. Untuk memperoleh kecepatan super tersebut wajib hukumnya aku memiliki
pelumas motivasi yang bisa menghasilkan tenaga dahsyat. Setelah berpikir
panjang memilah dan memilih akhirnya Aku menemukan ‘pelumasnya’. Aku set sebuah
impian gila, yaitu belajar di Amerika. Siang malam kuhabiskan waktuku untuk
berjuang demi meraih impian ini dan memperbaiki kerusakan kendaraanku. Tekadku
sudah jelas, Aku akan membayar lunas hutang air mata orang tuaku di masa silam
dengan senyuman manis melepas anaknya berangkat ke negeri Paman Sam. Disamping
itu, impian itu juga akan Aku jadikan sumber pelajaran bagi semua orang bahwa
tidak ada kata terlambat buat berubah. Semuanya mungkin selagi nyawa bersemayam
di dalam badan.<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Tak ada jalan yang yak berbatu. Terlebih jalan perjuangan
mendaki gunung impian. Tapi tidak ada juga jalan yang tak bisa dilalui. Tidak
ada gunung yang tak bisa didaki. Tantangan memang ada. Tapi setiap tantangan,
bila ada kesungguhan hati dalam menjalani, pasti bisa ditaklukkan. Sebesar
apapun tantangan itu. Saat sebagian besar teman sekelas kursus Bahasa Inggris
dengan salah satu dosenku, Aku terpaksa mengurungkan niat untuk bergabung
menimba ilmu karena ketiadaan biaya. Karena impopssible is nothing, Aku pergi
ke toko buku loak untuk membeli sebuah majalah Bahasa Inggris bekas. Setiap
hari kuterjemahkan majalah tersebut lembar demi lembar. Alhasil, walaupun tidak
ikut kursus dengan dosen tersebut, tapi Aku bisa juga mendapat nilai A di mata
kuliah Vocabulary Building yang di ajarkannya. Hal ini bermakna sangat spesial
mengingat beberapa teman yang ikut kursus mendapatkan nilai di bawah nilaiku. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Tak ada yang mengalahkan kekuatan mimpi. Setelah dua
setengah tahun berjuang, impianku ke Amerika akhirnya terwujud di tahun 2011
melalui beasiswa IELSP dari IIEF. Aku pun diberikan kesempatan untuk belajar
Bahasa Inggris di Arizona State University selama dua bulan. Tidak hanya itu,
di tahun-tahun berikutnya aku berlimpahan berkah dari Tuhan; mewakili Indonesia
dalam program Pertukaran Pemuda Indonesia Australia, menjadi finalis blogger
internasional di Malaysia, berlayar keliling Indonesia melalui program Kapal
Pemuda Nusantara, dan puncaknya adalah aku mendapatkan beasiswa lpdp sehingga
berkesempatan berkuliah di salah satu kampus terbaik di dunia, University of
Manchester. Sampai saat ini, aku telah menginjakkan kakiku ke lima benua.
Semuanya berkat ridho yang diberikan oleh orang tua dan usahaku yang tak pernah
putus.<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-GB; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Bila kurenungkan lagi perjalanan hidupku dapatlah aku
suatu kesimpulan bahwa tidak boleh menghakimi manusia dari lembaran kisah masa
lalunya. Sehitam apapun masa lalu seseorang, dia tetap berkesempatan untuk
merubah hidup. Dia tetap berpeluang untuk meraih hal-hal besar sebagaimana yang
diimpikan oleh manusia-manusia yang tidak punya catatan kelam. So, maju terus,
raih mimpimu!<o:p></o:p></span></div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-48676114990937750892016-12-15T09:55:00.004+07:002016-12-15T09:55:43.784+07:00‘Selalu Berjuang untuk Rakyat Kecil’<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYi5-2yB3VmM6wuDgiKQyHfFZA3W3HwgGS47tzBB0iwv8Wv2Gh5-X2b1SNWuzFweouCG6oEqzsLVQQ_pYwEliQZ5KLArkEgudEn78bOjAwH4Ur7cte6DndiBslKA39qXlWXAqRxGzFA1cp/s1600/orang+miskin+sakit.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="424" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYi5-2yB3VmM6wuDgiKQyHfFZA3W3HwgGS47tzBB0iwv8Wv2Gh5-X2b1SNWuzFweouCG6oEqzsLVQQ_pYwEliQZ5KLArkEgudEn78bOjAwH4Ur7cte6DndiBslKA39qXlWXAqRxGzFA1cp/s640/orang+miskin+sakit.jpg" width="640" /></a></div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Dan sepetak kasur kapas tipis menjadi saksi betapa Syamsi mesti menyerah. Bukan. Dia menyerah bukan karena tidak berusaha. Dia sudah mengerahkan segala kemampuan yang dapat dilakukan oleh orang miskin sepertinya. Dia sudah pergi ke bidan. Oleh si bidan dia disuntik dan diberikan obat seadanya yaitu obat penurun panas meskipun penyakitnya bukan demam panas. Tetapi tidak apalah yang penting minum obat. Dia juga sudah ke puskesmas dengan pulang membawa obat yang serupa. Beberapa bungkus plastic pil obat penurun panas. Pendek kata, sebagai seorang manusia Syamsi sudah berusaha. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Cuma satu saja yang dia belum lakukan. Ke rumah sakit! Jangan kau tanya mengapa. Rumah sakit jauh. Lagipula biaya berobat hanya terjangkau oleh mereka yang berduit. Bagi orang-orang kecil seperti Syamsi berobat ke rumah sakit hanya sebuah khayalan. Cuma bisa diangankan diatas kasur tipis tempat dia terbaring lemah. Begitupun dengan ongkos ke dokter yang juga tak kalah mahalnya. Tidak dapat diraih oleh Syamsi yang hanya sebagai buruh penyadap karet.
Kadang ada juga penyesalan dari diri Syamsi. Mengapa dulu dia tidak nekad menyekolahkan anaknya di sekolah kedokteran. Biarlah dia jual sepetak tanah di belakang rumahnya itu. Atau dia gadai rumahnya. Tapi dia sadar. Percuma juga. Tanahnya paling laku beberapa juta dan rumahnya beberapa belas juta. Tanah itu tidak begitu luas. Hanya cukup untuk menanam lima belas batang duku. Sedangkan rumahnya sebetulnya tidak layak disebut rumah. Nama yang lebih tepat untuk rumah itu sebetulnya gubuk. Gubuk reot yang merusak pemandangan.
Jadi, kalaupun semuanya dia jual, anak Syamsi yang pintar bukan main itu juga tidak bisa disekolahkan menjadi dokter. Dia paham kalau biaya sekolah dokter itu mahal. Ratusan juta. Darimana dia dapat uang sebanyak itu. Keinginan jadi dokter tidak boleh ada di dalam benak orang-orang sepertinya. Kalaupun ada mesti dibuang jauh-jauh. Orang miskin dilarang jadi dokter. Orang kaya saja yang boleh sebab mereka punya duit yang melimpah.
Maka jadilah Syamsi kini hanya berangan-angan. Kalau saja dulu anaknya dapat sekolah di kedokteran sudah barang tentu kini dia tidak akan sepasrah itu. Anaknya pasti akan mengobatinya sampai sembuh. Penyakit paru-paru yang dia derita tidak bisa hilang dengan obat penurun panas atau diatasi oleh bidan. Dia harus dirawat oleh seorang dokter yang punya kemampuan khusus. Dokter yang tau seluk beluk paru-paru kemudian memberikan pertolongan yang pas untuknya. Tapi lagi-lagi, apalah daya. Itu semua hanya khayalan belaka. Anaknya tidak menjadi apa-apa selain penyadap karet seperti dia. Syamsi pun hanya berpasrah moga-moga malaikat maut datangnya cepat sebab rasa sakit yang dideritanya sudah sangat dahsyat. Badannya tak ubahnya seperti bangkai hidup gara-gara penyakit itu.
Sejak terbaring sakit selama lebih kurang dua tahun ini sudah tak terhitung Syamsi mendengar kata ‘sabar’ dari sanak keluarga atau dari orang yang berkunjung.
‘Sabar ya pak. Ini cobaan’
‘Sabar pak. Semoga penyakitnya cepat hilang’
‘Sabar pak. Nanti kita beli obat lagi ke ibu bidan’
Begitulah terus yang didengarnya. Bukan sekali dua. Berpuluh-puluh kali. Syamsi bahkan kini sudah bisa menebak kata-kata yang akan keluar dari orang yang menjenguknya. Pasti ada kata ‘sabar’nya.
Perkara sabar Syamsi tidaklah kurang. Sepanjang di bulan-bulan dia terbaring sakit Syamsi tidak pernah mengeluh. Semua keluh kesahnya dia pendam dalam hati. Tidak boleh ada yang tahu. Istri dan anaknya pun tidak. Bagi Syamsi tidak penting membuat orang sekitarnya sedih melihat nasibnya yang malang. Cuma menambah beban hidup orang lain. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Di suatu malam kala hujan tengah lebat-lebatnya, Syamsi merasakan sesak nafas yang begitu hebatnya. Waktu itu jam menunjukkan pukul 2 tengah malam. Istri Syamsi yang berbaring di sampingnya segera terbangun mendengar tarikan nafas Syamsi yang hilang timbul seperti suara kerbau yang dipotong lehernya. Minah, istrinya yang kurus kerempeng itu, segera mengambil minyak kayu putih kemudian mengusapi dada suaminya. Terus digosoknya minyak kayu putih itu dengan lembut berharap sesak nafas suaminya segera hilang.
‘Minah…aku rasa sebentar lagi aku akan pergi…’ kata Syamsi terputus-putus pada istrinya.
‘Jangan berkata begitu bang…’ Jawab Minah terisak.
‘Tidak Minah. Aku tidak sanggup lagi menanggung sakit ini. Sudah dua tahun aku begini. Lihatlah badanku. Tidak ada lagi berdaging. Tulang saja yang menyembul keluar…’
‘Tidak, Bang. Abang tidak boleh berkata demikian. Abang akan sembuh. Besok akan Aku panggil lagi ibu bidan…’ Tangis Minah semakin menjadi-jadi.
‘Jangan kau menangis, Minah. Tidak boleh menangis begitu..’ Dengan bersusah payah Syamsi mengangkat tangan kanannya dan menghapus air mata istrinya.
‘Minah…’ Lanjutnya terbata-bata. ‘Kita ini orang miskin. Tidak punya apa-apa buat berobat. Kalau kau panggil bidan lagi, percuma saja. Dia akan memberikan obat yang sama lagi. Obat yang dulu saja belum lagi habis olehku…’
‘Sudahlah..kita berpasrah saja. Orang miskin seperti kita memang dilarang berumur panjang. Menyusahkan saja. Membuat malu negara juga karena aku pasti memperpanjang daftar orang miskin di negeri ini. Biarlah aku mati saja. Biar tenang jiwaku. Kau juga tidak perlu lagi bersusah payah mengurusku…’
Syamsi terdiam sejenak. Minah masih tersedu-sedu. Beberapa detik kemudian Syamsi membuka mulut lagi. ‘Laaa ilaaaaha Illallah…Muhammmadurrr raaasuuluuullah’ Nyawa Syamsi menghilang di depan Minah.
Seketika itu juga masyarakat desa Suka Miskin berdatangan. Masing-masing membawa beras beberapa canting untuk meringankan beban Minah. Sedang Minah sendiri masih terduduk membisu. Matanya merah, bengkak karena menangis. Pikirannya berkecamuk. Dia merasa belum siap untuk menghidupkan keluarganya. Putra sulungnya tidak lagi menyadap karet karena kebun di belakang rumahnya sudah terjual buat ongkos berobat Syamsi selama ini.
Minah sendiri sebetulnya bisa menyadap karet orang lain. Tapi tubuhnya tidak kuat lagi. Barangkali karena usianya yang sudah mendekati enam puluh tahun. Lagipula kaki Minah tidak sanggup lagi berjalan jauh apalagi naik turun bukit di kebun karet. Sudah setahun ini lutut Minah bengkak oleh sebab penyakit yang tidak dia ketahui. Bidan yang memeriksanya pernah bilang kalau itu akibat kelelahan. Tapi kian hari bengkak di lututnya kian besar. Rasa nyeri dari bengkak itu pun semakin menjadi-jadi.
‘Apa yang mesti aku perbuat, Tuhan…? Haruskah aku menyusul suamiku agar hilang semua penderitaan ini? Tuhan, jika memang kau berkenan, kirimkanlah malaikat mautmu kepadaku. Cabut nyawaku ini. Biar aku istirahat saja di dalam tanah. Tak sanggup lagi aku menanggung hidup begini’ Minah membatin. Matanya semakin basah.
Ayam berkokok, burung bercuit-cuit, dan matahari telah muncul. Mayat Syamsi pun sudah siap untuk dikebumikan. Sementara itu di televisi orang-orang politik berdebat tentang kesejahteraan rakyat. Begitu juga dengan baliho-baliho yang tercancang di muka rumah Syamsi. Semuanya dipenuhi dengan wajah berhiaskan senyum lebar. Pada salah satu baliho itu tertulis ‘Selalu berjuang untuk rakyat kecil’. <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
</div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-54590178785067089612016-12-15T09:42:00.001+07:002016-12-15T09:57:43.615+07:00Tentang Marya dan Siti<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://blog.carionline.com/wp-content/uploads/sites/8/2015/09/lipstick-2-850x566.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://blog.carionline.com/wp-content/uploads/sites/8/2015/09/lipstick-2-850x566.jpg" height="426" width="640" /></a></div>
Di hari yang panasnya bukan main ini, sepetak ruang tamu yang merangkap kamar tidur berukuran 3x3 meter tampak berbeda dari biasanya. Tidak pernah kamar itu terisi oleh lebih dari satu orang. Bertahun-tahun ruang sempit nan pengap itu akrab dengan sepi. Hanya sebatang badan saja isinya. Tapi hari ini keadaannya sungguh tidak biasa. Ada suara lain yang menggema, bukan hanya suara penghuni tunggalnya.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Suara itu adalah suara Siti. Seorang wanita Melayu Sumatera yang tengah melepas rindu dengan sahabat lamanya, si penghuni kamar. Sudah berpuluh-puluh tahun mereka berdua terpisah. Terakhir kali bertemu sewaktu kelulusan kuliah di University of Sydney dulu. Setelah itu mereka berdua menghilang tanpa ada kabar berita. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Siti kini telah menjelma menjadi seorang wanita yang luar biasa sukses. Rumahnya berdiri megah di salah satu kawasan elit di kota Jakarta lengkap dengan segala perabot yang diimpor dari berbagai penjuru dunia. Di ruang tamunya saja ada patung Budha raksasa setinggi pria dewasa. Patung itu sengaja didatangkan dari Thailand dengan ongkos sebesar 3 Milyar Rupiah. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Tidak jauh dari patung Budha tersebut, terbujur sebuah lemari kaca. Panjangnya kira-kira 10 meter. Sedang tingginya lebih kurang 5 meter. Lemari itu tiga tingkat. Tingkat pertama diisi dengan aneka ragam alat musik tradisional dari berbagai pelosok bumi. Sedang tingkat kedua berbaris keramik-keramik kuno yang kebanyakan berasal dari Asia Timur. Tingkat paling atas berjejer perhiasan berharga mahal yang terbuat dari emas dan berlian. Semuanya disusun dengan rapi dan dibersihkan oleh segenap pembantu rumah tiap pagi. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Rumah Siti punya tiga lantai, tujuh buah kamar tidur, 3 dapur, dan segala macam ruangan-ruangan khusus semisal tempat fitnes dan multimedia room. Segalanya tertata dengan penuh seni hasil karya arsitektur terkini. Siti juga punya segala macam kendaraan. Berbagai merek terkenal dia punya. Bentley, Ferrari, BMW, dan terakhir dia membeli Lamborghini model terbaru. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Sampai disini tentu pembaca heran, dari mana Siti mendapatkan segala kemewahan itu. Baiklah akan aku jelaskan. Setamat dari Sydney, siti kembali ke Jakarta dan meneruskan bisnis impor barang-barang antik dan pecah belah yang dimiliki oleh keluarganya. Dengan sentuhan tangan dingin Siti ditambah dengan ilmu bisnis yang dia peroleh dari Australia, bisnis yang diberi nama 'Batang Sumay' itu maju pesat.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Kini Batang Sumay merupakan salah satu perusahaan ternama di Indonesia bahkan di dunia dalam hal impor barang-barang antik dan aneka keramik. Klien Siti tersebar dimana-mana. Tidak hanya terbatas di Indonesia saja.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Lain siti, lain pula teman yang sedang dikunjunginya, Marya. Nasib Marya tidaklah secemerlang dirinya selepas tamat dari sydney. Hidupnya pas-pasan. Tinggal di sebuah kontrakan di gang sempit di daerah Pluit, Jakarta. Marya sebetulnya tidaklah tergolong miskin sebab dia bukan penerima beras Raskin dari pemerintah. Tapi tetap saja hidupnya jauh dari standar seseorang yang sejahtera. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Marya bekerja di sebuah perusahaan penerjemahan dokumen di jakarta. Gaji yang dia dapatkan lumayan besar. Jauh lebih besar dari gaji guru PNS di daerah. Hidup Marya melarat seperti sekarang tak lain dikarenakan kebiasaannya yang gemar foya-foya. Berjudi, clubbing, shopping barang-barang mewah dengan merk-merk ternama, dan selalu makan di restoran-restoran besar. Kebiasaan atas dasar menjaga gengsi dan status sosial ini alhasil membuat hidupnya tidak maju-maju. Dari dulu sampai sekarang tinggal di rumah kontrakan dan tidak punya aset apapun. Ditambah lagi dengan hutangnya yang menggunung karena selalu kalah judi. Semakin membuat hidup Marya morat-marit. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Pertemuan antara Siti dan Marya hari ini berawal dari sebuah ketidaksengajaan. Beberapa hari silam siti mendapatkan kiriman foto dari temannya sesama alumni University of Sydney. Foto itu adalah foto seorang wanita gemuk, berambut lurus sebahu, hitam pekat dengan beberapa helai yang sudah memutih, dan berwajah bulat. Wanita itu sedang terbaring di ranjang besi diatas kasur putih. Di lengan kirinya dipasang opname dengan sebotol air infus menggantung di sebuah tiang besi tepat di samping ranjang. Wanita di foto itu tak lain adalah Marya. Seketika itu pun Siti kaget bercampur haru. Rupanya teman baiknya itu masih hidup! Meskipun dalam keadaan yang boleh dikatakan tidak begitu baik.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Siti menanyakan kepada teman-temannya perihal detail Marya; alamat, nomor rumah, nomor telepon, dan detail-detail lainnya. Bukan main terkejut dia. Rupanya Marya tinggal tidak jauh darinya. Hanya berjarak 8 kali stasiun busway. Tanpa pikir panjang, keesokan harinya Siti langsung bergegas menemui sahabat lamanya itu. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Tak kusangka kita bisa berjumpa lagi, Marya' Ucap Siti sambil memegang tangan Marya yang terbaring lemah diatas kasurnya. Tampak jelas kalau mata dua orang sahabat karib itu memancarkan kebahagiaan. Bahagia karena bisa bersua kembali setelah sekian lama terpisah. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Sudah tiga puluh tahun kita tak berjumpa, Siti' jawab Marya sambil tersenyum. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Aku senang bisa melihat wajahmu lagi' lanjutnya lemah.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Mendengar jawaban tidak begitu bersemangat dari kawannya itu sedikit membuat Siti kecewa. Awalnya dia mengharapkan sambutan yang begitu antusias dari Marya. Tapi Siti mencoba untuk mengerti. Barangkali mood Marya belum pulih betul karena baru dua hari keluar dari rumah sakit gara-gara darah tinggi.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Jadi, bagaimana keadaanmu sekarang, Marya. Sudah enakan?' Siti mencoba bersimpati. Tangannya menghidupkan korek api lalu membakar sebatang rokok yang menggantung di bibirnya.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Ah, kau tidak berubah, Siti. Masih saja merokok' Sahut Marya lembut.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Kondisiku sudah lumayan membaik. Cuma masih pusing saja'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Baguslah' jawab Siti pelan sambil mengurut-urut kening Marya.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Jadi, bagaimana kabar si Burhan, pacarmu dulu itu? Kau menikah dengannya, kan? Mengapa tak kau ajak dia kemari?' </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Air muka siti tiba-tiba berubah mendengar pertanyaan itu. Sama sekali tak disangkanya kalau Marya bakal bertanya soal masa lalu yang amat dibencinya. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Oh dia. Pria tak tepat janji itu.'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Tak tepat janji? Maksudmu?'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Dulu dia janji akan memberiku hidup yang bahagia. Setelah setahun menikah, eh dia dipecat sama bosnya. Hutang disana sini. Hidup tak lagi tentu arah. Tak mau aku hidup susah. Ya aku minta cerai!' Muka Siti merah seperti buah jambu air yang sedang masak. Kepulan asap rokoknya makin menjadi-jadi. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Siti...siti...mengapa kau begitu. Seharusnya kau sabar. Hidup memang pasang surut. Mustahil bermandikan angin terus. Ada kalanya berkubang lumpur' Marya menggeleng-gelengkan kepalanya.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Ah...tidak mau aku makan nasi lauk ikan teri. Mana ada gizinya! Lagipula, berpisah darinya adalah solusi yang terbaik. Aku dapat kembali ke rumah papa dan meneruskan bisnisnya. Kini, aku sukses besar. Uangku banyak. Untuk apa hidup melarat dengan Burhan!'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Kalau begitu katamu, baiklah. Aku paham, Siti. Memang tidak enak hidup susah.' Suara Marya mendadak mengecil. Kata-kata susah sepertinya menyentuh hatinya.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Waktu berjalan amat cepat, ya Marya. Rasa-rasanya baru kemarin kita bermain-main pasir di panta Bondi di Sydney.' Siti mengalihkan pembicaraan. Dia menangkap perubahan air muka temannya itu. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Iya Siti. Benar katamu itu. Aku saja tidak menyangka kalau umurku kini sudah lima puluh lima tahun. Coba lihat wajahku ini, Siti. Sudah mulai keriput. Entah kemana perginya kecantikanku dulu itu.' Marya memegang tangan Siti dan menggosoknya lembut.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Itulah juga yang menyusahkan pikiranku pagi ini, Siti.' Sambung Marya. 'Ketika kulihat wajahku di cermin, sudah jauh perubahannya. Sudah tua betul aku. Pipiku tidak kencang lagi. Mataku sudah berkantung hitam. Segala macam bedak dan gincu yang aku pakai selama ini sama sekali tidak ada pengaruhnya. Tak bisa membuatku terlihat cantik seperti muda dulu'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Siti tak menggubris. Dia asyik saja dengan tarikan rokokny. Lagipula memang sudah menjadi tabiatnya kalau Siti bukan seorang pendengar yang baik. Marya pun paham akan sifat kawannya itu. Jadi dia tidak ambil hati kalau curahan hatinya tidak begitu didengar.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Apa kabar si John ini, Marya?' Siti mengambil sebingkai foto yang berdiri di meja kecil di samping kasur Marya. Foto itu foto lama. Masih hitam putih. Dalam foto itu Marya sedang tertawa dengan kedua tangan yang dilipat di dada. Disampingya berdiri seorang pria kulit putih yang bernama John itu. Bibirnya juga tersenyum. Tapi tidak selebar tawa Marya. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Entahlah, Siti. Aku tidak pernah lagi dapat kabar darinya'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Berapa tahun kau berpacaran dengannya dulu? 3 tahun kan?'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Ya, lebih kurang selama itulah' Jawab Marya seadanya.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Sayang betul ya. Padahal kalian berdua adalah pasangan serasi. Terfavorit di kampus. Kau cantik dan si John ganteng'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Apa sih yang membuat kalian berdua bubar waktu itu?' Marya mengembalikan bingkai foto itu ke tempatnya semula. Rokoknya kini sudah dibuangnya ke asbak karena sudah habis. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Dia mengajakku pindah ke Amerika. Tinggal disana bersamanya. Tapi aku tidak bisa. Aku mesti merawat ibuku yang sakit'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Mendengar itu Siti terdiam. Sepertinya pertanyaan yang dilontarkannya soal John membuka luka lama. Dia mengira luka itu telah sembuh. Tetapi dia keliru. Ternyata hati temannya masih berdarah gara-gara itu.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Siti...' tangisan Marya mendadak pecah. Tangannya mengais ngais ke depan meminta di peluk oleh sahabatnya itu. Siti pun maju ke depan, membungkuk, lalu memeluk temannya yang tengah terbaring lemah.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Aku sedih betul, Siti. Sewaktu aku diinapkan di rumah sakit tidak ada yang menjenguk dan menjagaku. Kawan-kawanku pun tidak.'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Keluargamu?' Tanya Siti.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Kau kan tau aku tidak punya keluarga, Siti. Kakakku sudah meninggal semuanya. Aku anak paling bungsu. Keponakanku tidak ada yang tinggal di Jakarta. Mereka tinggal jauh dariku. Di Sulawesi, Kalimantan, ada juga yang di Papua.'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Di waktu-waktu beginilah baru aku merasa sedih, Siti. Aku menyesal mengapa dulu aku tidak menikah saja dengan si Juki yang yang cinta mati denganku itu. Kalau aku menikah dengannya sudah pasti dia ada disampingku. Merawat aku yang tengah sakit. Kalaupun dia sibuk bekerja aku masih punya anak-anakku yang sudah barang tentu perduli denganku. Tapi dulu aku memilih untuk menutup hati karena sudah terlanjur tidak percaya dengan yang namanya cinta. Apalagi Juki tidak berpendidikan tinggi sepertiku. Kerjanya cuma tukang bangunan. Oh siti..malang nasibku...malang...' </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Tangisan Marya semakin tidak terkendali. Sedang mata Siti juga sudah mulai basah. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Kini semuanya sudah terlambat. Aku tidak bisa lagi punya anak sebab umurku sudah uzur. Lagipula tidak ada pria yang mau denganku lagi. Siapa pula yang mau dengan nenek-nenek jelek sepertiku?'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Jangan bicara begitu, Marya. Tidak boleh. Kau belumlah nenek-nenek. Belum sampai 60 tahun umur kita' Siti mencoba menghibur. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Tidak, Siti. Kita ini sudah nenek-nenek. Coba lihat dengan teliti kulit kita. Tidak kencang seperti dulu lagi. Tidak ada yang mau sama kita. Tidak ada....!'</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Marya menarik nafas panjang lalu melanjutkan kalimatnya. 'Kini maut sudah semakin dekat mengintaiku, Siti. Dapat kurasakan itu dari kondisi badanku yang sudah terasa semakin lemah. Tidak sekuat dan selincah dulu lagi. Kalaulah maut itu datang esok Siti dan dibuatnya aku mati perlahan, tersiksalah batinku. Tidak akan ada yang mengurusku. Suami tidak punya. Anak apa lagi. Oh siti....' Pelukan Marya semakin erat. Air matanya kian banyak tertumpah. Siti meggosok pungung belakang Marya agar dia sedikit lebih tenang.</div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
'Dan..jika maut itu benar-benar telah datang, maka terputuslah riwayat hidupku di muka bumi ini, Siti. Tidak akan ada lagi yang meneruskan keturunanku sebab aku memang tidak meninggalkan keturunan. Oh..andai waktu sudi kembail, akan aku terima lamaran si Juki itu. Akan aku terima...' Sedu sedan Marya kian tak terkendali. Dapat dirasakan oleh Siti badannya bergetar oleh ratapan tangis Marya. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Kasur tempat tubuh Marya terbaring basah oleh genangan air mata. Air mata penyesalan akan masa lalu yang takkan pernah terulang. Marya yang tersedu-sedu tidak mengetahui kalau Siti kawannya itu juga menangis. Penyesalan Marya adalah penyesalan Siti juga. Siti menyayangkan keputusannya meninggalkan Burhan dahulu. Kini nasibnya sama dengan Marya. Tidak punya siapa-siapa di dunia ini kecuali dirinya sendiri. Rumah besarnya adalah rumah kosong yan hampa kebahagiaan. Dia sendiri jarang pulang ke rumahnya dan lebih sering menginap di ruangan kecil di kantornya. Apa yang dipikirnya dulu terbukti salah. Pernak-pernik duniawi yang dikejarnya tidak berhasil memberikan kebahagiaan sebagaimana yang dia harapkan. Di usianya yang kini sudah mulai senja, dengan materi yang melimpah ruah, tetap saja tidak bisa mengisi ruang kosong di hatinya yang rindu akan kebahagiaan. Sebentuk kebahagiaan sejati yang tidak bisa dibeli dengan duit berpeti-peti. Kebahagiaan yang bersumber dari kasih sayang seorang suami dan limapahan cinta putra-putri.</div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-33634749947436135472016-12-15T09:27:00.000+07:002016-12-15T09:27:46.128+07:00Yuk Dengar Lagu Daerah!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://i.ytimg.com/vi/FNxWoqi6uv0/hqdefault.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://i.ytimg.com/vi/FNxWoqi6uv0/hqdefault.jpg" width="640" /></a></div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Kepala saya terasa sejuk dan rambut bergoyang-goyang mesra. Selidik punya selidik, ternyata saya lupa pakai helm! Padahal saya sedang gagah-gagahnya bertengger diatas motor sambil melirik kiri kanan kalau-kalau ada yang mau bertukar senyum. Oleh sebab tidak siap berurusan dengan pak polisi, saya putuskan untuk berbalik arah dan menjemput helm di rumah.
Memang pikiran saya sedang fokus hingga helm pun saya terlupa. Saya berulang kali mengingatkan diri agar apa yang sedang saya pikirkan tidak melarikan diri lalu hilang dari dalam kepala. Sebab sesuatu yang sudah hilang biasanya sulit untuk didapatkan kembali. Bukan begitu?
Yang saya rawat baik-baik di kepala saya tadi adalah soal lagu. Tepatnya lagu daerah.
Sebelum mengajak jemari saya menari-nari diatas keyboard laptop ini, saya terlebih dahulu tenggelam dalam keasyikan membaca buku karya Buya Hamka yang berjudul Falsafah Hidup. Buku yang sangat bagus, ditulis dengan Bahasa nan indah, dan mengandung bermacam-macam rahasia kehidupan. Di halaman ke 267 pandangan saya terhenti. Di halaman tersebut Buya Hamka mengkritisi sifat rendah diri yang dimiliki oleh orang Indonesia di masa lalu tepatnya sebelum kemerdekaan. Rasa rendah diri itu tercermin diantaranya dalam lirik lagu-lagu daerah. Buya Hamka menjelaskan bahwa salah satu penyebab perasaan demikian adalah politik belanda yang selalu menempatkan rakyat Indonesia di posisi yang hina. Meneer-meneer belanda menganggap masyarakat pribumi berada dibawah telapak kaki mereka sedang mereka sendiri adalah manusia-manusia yang hebat lagi maju. Hal ini kemudian membentuk mental budak pada diri orang Indonesia. Mereka merasa rendah diri dan penakut. Perasaan seperti itu terabadikan dalam lagu-lagu yang mereka ciptakan.
Saya setuju dengan pernyataan Buya Hamka ini. Bahwa keresahan beliau akan lirik-lirik lagu yang mengandung perasaan rendah diri di kalangan rakyat Indonesia yang hidup pada masa beliau juga menjadi beban pikiran saya beberapa tahun yang lalu. Dulu saya sangat anti dengan yang namanya lagu daerah. Sebab banyak sekali lirik-lirik lagu daerah yang mengandung ajakan untuk mengutuk hidup atau berpuas diri dengan segala macam keterbatasan yang ada. Jarang sekali saya jumpai (bahkan rasa-rasanya tidak pernah) lagu daerah jambi yang bermuatan mengajak pendengarnya untuk bekerja keras agar keluar dari kesusahan hidup. Sebagai orang kampung saya ingin maju. Bila terus-terusan mendengarkan lagu pelemah semangat tentu saja saya akan menjadi pribadi yang lembek. Oleh karena itu saya jauhkan diri saya dari lagu daerah agar tidak terkekang kaki saya untuk melangkah ke muka. Karena alasan inilah, saya hindari membeli CD lagu daerah jambi dan lebih memilih membeli CD Guns N Roses, Linkin Park, atau Simple Plan.
Suatu malam sunyi di tahun 2011 menggoyahkan pendirian saya. Saat itu saya sedang di Amerika Serikat menjalani program beasiswa singkat di Arizona State University. Lengangnya malam menyisakan rindu yang menggebu-gebu di hati saya. Ingin sekali rasanya saya pulang ke kampong halaman untuk bersatu kembali dengan sanak family dan menghirup segarnya udara pagi di Teluk Langkap. Untuk mengobati kerinduan, saya ketikkan di YouTube ‘lagu daerah jambi’. Saya pun tenggelam dalam haru. Menyadari betapa lagu daerah adalah identitas saya yang tak bisa saya hilangkan. Saya menjadi insaf kalau tidak ada yang bisa saya banggakan dari lagu-lagu ‘modern’ yang saya dengar sebab itu bukan dari tanah tempat nenek moyang saya lahir. Guns N Roses yang melegenda atau Simple Plan dan Linkin Park yang super keren bukan punya saya. Bukan identitas saya. Dan bukan sumber kebanggaan saya. Mereka kepunyaan Amerika. Yang memuji sanjung mereka sepatutnya juga rakyat amerika bukan orang Indonesia seperti saya.
Tahun berganti bulan berlalu. Keinsafan saya di Amerika tersebut merubah pandangan saya terhadap lagu daerah. Saya yang awalnya sangat anti dengan lagu daerah Jambi menjadi pemburu lagu-lagu jambi. Saya download videonya dan saya koleksi lagu-lagunya di handphone. Tidak sampai disitu saja. Saya juga mengoleksi lagu-lagu dari daerah lain. Yang paling banyak lagu minang. Yen Rustam, Anroys, Ucok Sumbara, Buset, Mak Itam, Mak Pono, dan Zalmon adalah beberapa penyanyi favorit saya dari tanah Minangkabau. Beberapa tahun belakangan ini saya mencoba berkenalan dengan lagu daerah Palembang. Bujang buntu, Ribu-ribu, Kalah Judi, dan Linjang Surang termasuk ke dalam lagu favorit saya. Lagu dari daerah lain pun serupa. Saya juga berusaha untuk mengenalinya meskipun kadang saya tidak paham maknanya semisal lagu Jawa ‘Stasiun Balapan’ dan lagu Batak yang berjudul Butet.
Memang tak dapat dipungkiri kalau banyak lagu daerah, khususnya lagu daerah Jambi, yang masih bermuatan perasaan rendah diri. Meski demikian, tidaklah serta merta lagu daerah mesti kalah pamor di hadapan lagu-lagu modern. Khususnya lagu-lagu populer yang diimpor dari barat atau dari Korea. Biarpun lagu daerah masih begitu, tetapi derajatnya lebih mulia dari jenis-jenis lagu yang saya sebutkan tadi. Coba perhatikan lagu-lagu yang katanya modern itu. Hanya dua saja yang menjadi ciri khas mereka: aurat dan lirik vulgar. Video-video lagu impor itu berlomba-lomba menyajikan pemandangan yang dapat mengencangkan urat-urat yang kendor. Ditampilkannya wanita-wanita ‘miskin’ yang tidak mampu membeli celana panjang hingga harus bercelana super pendek atau cuma memakai sehelai kolor saja. Dibuatnya cewek-cewek itu meliuk-liuk memperagakan lekuk tubuh mereka yang aduhai. Demikian juga dengan pria. Mereka sengaja ditampilkan tidak memakai baju, atau hanya pakai sempak, agar ototnya yang kekar dapat dilihat oleh penonton. Cowok-cowok macho sengaja dipilih untuk dimasukkan ke dalam video itu untuk menyampaikan pesan kepada penonton bahwa yang berotot biasanya kuat. Kuat dalam segala hal termasuk urusan yang ‘melemahkan’. Berbeda sekali dengan yang kurus kerempeng. Mereka tidak punya tenaga. Jadi tidak perlu dimasukkan ke dalam video.
Lirik-lirik lagu impor itupun sangat memancing ‘keributan’. ‘Peluk Aku’ katanya atau ‘cium aku’ rayunya. Aih..tak sanggup awak yang bujangan ini mendengarnya. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Memang tak semuanya demikian. Banyak juga lagu-lagu impor yang bermuatan positif. Hanya saja kecenderungan saat ini adalah lagu-lagu impor, khususnya yang keluaran terbaru, banyak yang mengandalkan dua hal diatas (pamer aurat dan lirik vulgar). Para produser musik di barat sana atau di Korea sana tampaknya sudah kehabisan ide bagaimana membuat lagu-lagu yang enak di dengar tanpa mengekaploitasi syahwat manusia. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Lagu-lagu impor dari barat atau korea digandrungi oleh banyak orang atas dasar ‘modernitas’. Dengan menyukai lagu impor dan mengkoleksi lagu-lagu artis ternama luar negeri, terlebih lagi menghafal semua nama penyanyi berikut lirik-liriknya, maka secara otomatis yang bersangkutan diterima secara resmi ke dalam kelompok manusia ‘modern’. Jangan putarkan lagu daerah di hadapan mereka. Bisa-bisa dicemooh. Lagu daerah adalah lagu kampong. Punyanya orang kampong. Sedangkan kampong adalah sarangnya segala bentuk keterbelakangan. Tidak pantas orang ‘modern’ punya selera kampong sebab ‘modern’ memang lawannya ‘kampungan’.
Hemat saya orang-orang Indonesia harus lebih menghargai lagi lagu daerah masing-masing karena lagu daerah adalah identitas diri. Pada liriknya tergambar jiwa orang Indonesia sejati. Pada isi kandungannya terlukis permasalahan-permasalahan hidup yang kerap dihadapi oleh masyarakat tanah air. Dengan lebih menggandrungi lagu daerah dan mengurangi konsumsi lagu impor, saya rasa, kita akan lebih bisa memahami permasalahan bangsa. Tidak hanya itu. Kita juga bisa lebih menyanyagi republic ini. Sebab sejatinya ada ikatan batin yang menghubungkan hati kita dengan lagu daerah tempat kita berasal. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Persoalan nuansa ‘rendah diri’ yang masih mendominasi lagu-lagu daerah bisa diminimalisir dengan cara memberikan masukan kepada para pegiat musik daerah. Bila perlu pemerintah daerah atau tokoh kesenian daerah turun tangan langsung memberikan pendidikan agar lagu-lagu daerah ke depannya lebih progressif mengajak pendengarnya untuk terus optimis dalam menjalani hidup. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Untuk kita sebagai penikmat musik tentu ruang gerak kita terbatas dalam upaya perbaikan muatan lagu daerah. Tetapi itu bukan alasan untuk berdiam diri. Kita bisa memberikan masukan kepada mereka melalui jejaring sosial atau media komunikasi lainnya. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Yang lebih pentingnya lagi adalah kita mesti merubah selera dari sebelumnya penggemar lagu impor menjadi pendengar setia lagu daerah. Memang ini tidak mudah. Tetapi juga tidak mustahil. Biarlah orang membanggakan baju mereka. Kita pakai baju kita sendiri. Biarpun kelihatannya ‘jelek’ dan ‘tidak gaul’ tapi itu punya kita. Bukan punya orang lain. Lagipula untuk apa memakai baju bagus tapi bukan punya kita. Itu sama artinya membanggakan harta orang lain.
Pikiran saya sudah plong sekarang. Semua yang saya pelihara di dalam otak tadi sudah saya tumpahkan. Sekarang saatnya mendengarkan lagu daerah Jambi ‘Karamo Idak’. Hehe… </div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-60623498922974050452016-12-15T09:24:00.000+07:002016-12-15T09:24:20.315+07:00Senandung Hati Saleh<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAhqcVBnOyMXi9wyd5v8d0wyuSehjofVICwMZCIfXob6WY52_OtACUlcW5zyRJblsnAdZA9qOBHD7rNxxrlbXDh-VKFWdoQiYZSVKZ7FtP22RpAnwCpooFagbfMa7sCvdDn0va9ppBfbNc/s1600/Hujan03.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="436" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAhqcVBnOyMXi9wyd5v8d0wyuSehjofVICwMZCIfXob6WY52_OtACUlcW5zyRJblsnAdZA9qOBHD7rNxxrlbXDh-VKFWdoQiYZSVKZ7FtP22RpAnwCpooFagbfMa7sCvdDn0va9ppBfbNc/s640/Hujan03.jpg" width="640" /></a></div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Saleh, begitu dia biasa dipanggil oleh ibunya. Panggilan itu adalah panggilan kesayangan sebab memang dia anak yang paling disayang diantara 7 orang anak Wak Ramlah. Alasan Saleh menjadi anak emas ada beberapa butir. Butir pertama adalah tentu saja dikarenakan dia anak paling bungsu. Bujangan seorang pula. Semua kakaknya sudah berumah tangga. Bahkan sudah beranak pinak. Saleh sendiri sudah mempunyai 8 orang keponakan dari kakak-kakaknya itu. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Sedangkan butir kedua adalah karena Saleh selalu mau turut apa saja yang diperintahkan oleh maknya. Disuruh mencuci piring, ok. Diminta membelikan ikan teri di toko juga siap. Pokoknya apapun yang diperintahkan kepadanya Saleh akan melakukannya dengan senang hati. Tanpa bantahan sepatah katapun. Oleh sebab inilah dia sering dipanggil oleh orang kampungnya sebagai ‘anak perempuan’ Wak Ramlah. Sudah menjadi takdir memang Wak Ramlah tidak punya anak perempuan. Semua anaknya laki-laki. Lagipula urusan basuh-membasuh pinggan atau berbelanja kebutuhan dapur di kampong Tanjung Rengas merupakan urusan kaum wanita. Bukan urusan kaum pria. Sudah lama seperti itu. Sejak zaman buta huruf dulu.
Diantara dua pekerjaan tetap Saleh itu, yaitu mencuci piring dan berbelanja di toko, yang kedualah yang paling sering digelutinya. Hampir saban sore Saleh mendapat suruhan dari maknya untuk berbelanja di toko Wak Samad, tetangga sebelah rumahnya itu. Meski demikian, namanya juga anak kecil, Saleh tidak betah berlama-lama di rumah. Sepulang sekolah biasanya dia sibuk bermain dengan kawan-kawannya. Jadi bilamana Wak Ramlah ingin menyuruh Saleh, dia mesti menjerit dulu. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
‘Saleh, belikan mak bayam seikat, nak!’
Mendengar teriakan seperti itu biasanya Saleh langsung menghentikan permainan apapun yang tengah dia mainkan. Kalau sedang main kelereng, dia minta izin dulu kepada kawan-kawannya. Barulah setelah itu dia menghampiri Wak Ramlah, mengambil duit dari tangannya lalu berlari ke arah toko Wak Samad. Beberapa menit kemudian Saleh akan keluar dengan menenteng seikat bayam yang diminta maknya.
Bila air Batanghari naik, Saleh dan teman-temannya biasanya bermain mandi terjun dari batang kapuk yang tumbuh di tepi sungai itu. Dia akan manjat keatas, berjalan ke ujung ranting, lalu melompat ke bawah. Byur…bunyi air Batanghari ketika menyambut badan Saleh. Saleh dan kawan-kawannya pun tertawa girang.
‘Saleh, ke toko sebentar, nak. Belikan mak terasi.’
Tanpa berfikir panjang, Saleh langsung berhenti dan mengenakan pakaian. Didakinya tebing yang landai itu, lalu disambarnya duit dari Wak Ramlah. Secepat kilat dia berlari ke toko Wak Samad.
Begitulah rutinitas Saleh bertahun-tahun. Selalu menjadi orang suruhan maknya untuk urusan beli membeli. Saleh sama sekali tidak keberatan soal pekerjaannya itu. Bahkan dia sangat suka melakukannya. Pernah suatu kali Wak Ramlah sibuk ke sawah. Pagi-pagi buta dia telah berangkat lalu pulang ke rumah selepas zuhur. Karena jalan ke sawah lewat di depan rumah Wak Samad, Wak Ramlah langsung saja membeli kebutuhan dapur di perjalan pulang ke rumah. Gara-gara itu Saleh menganggur selama lebih kurang tiga bulan. Tidak tenang batinnya karena kehilangan pekerjaannya itu. Dia pun protes. </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
‘Mak tidak adil. Masak mak sendiri yang berbelanja di toko Wak Samad. Itu kan tugas Saleh.’ Katanya.
Mendengar protes dari anaknya itu Wak Ramlah hanya tersenyum. Musim bersawah di tahun-tahun berikutnya tidak pernah lagi Wak Ramlah mampir di toko Wak Samad ketika pulang. Sebab Saleh sudah menunggu di rumah untuk diberi perintah.
Hari berganti, tahun bertukar. Tanpa terasa Saleh sudah tumbuh dewasa. Sudah tamat SMA pula. Itu artinya Wak Ramlah mesti berbesar hati sebab Saleh punya cita-cita tinggi. Dia ingin kuliah di Padang. Mengambil jurusan apa saja yang disukai maknya. Kebetulan soal yang satu ini wak ramlah tidak paham. Sebab dia tidak pernah bersekolah. SD saja tidak tercicip olehnya. Tapi Wak Ramlah tetaplah Wak Ramlah. Walaupun tidak tahu tentang sesuatu dia tetap kehendaknya yang ingin dikemukakan. wak ramlah mau anak yang paling disayangnya itu belajar tentang cara mengurus kebun. Maka jadilah saleh mengambil jurusan manajemen perkebunan. Kebetulan saleh juga punya mimpi yang agak mirip yaitu mengelola kebun karet dan sawit kepunyaan keluarganya dengan system pengelolaan yang modern. Dia juga berkeinginan untuk mengajar orang-orang kampungnya tentang tata kelola kebun agar masyarakat desa bisa sejahtera dalam berkebun.
Saleh maju pesat dalam belajarnya. Setiap tahun dia mendapatkan beasiswa dari pemerintah berkat nilainya yang selalu tinggi. Saleh juga sempat menjadi pembicara di berbagai seminar sampai keluar negeri. Bahkan dia sempat mendapatkan beasiswa belajar ke Jerman selama satu semester. Disana dia berguru langsung dengan ahli manajemen perkebunan kelas dunia.
Tidak ada harum yang tidak tercium orang. Nama Saleh yang masyhur tersebar dimana-mana. Di kampungnya dia menjadi buah bibir. Setiap mulut memuji betapa Wak Ramlah beruntung punya anak seperti Saleh. Orang-orang tua di kampong selalu menasehati anak-anaknya dengan kalimat, ‘kau harus jadi seperti bang Saleh besok ya nak.’ Anak-anak itu pun mengangguk.
Empat tahun Saleh di kota dia pun kembali ke kampong halamannya, Tanjung Rengas. Betapa bangganya wak romlah. Anaknya kini telah menjadi seorang sarjana. Begitu juga dengan keluarga besar Saleh di kampong. Rumah Saleh penuh sesak oleh warga kampong. Mereka semuanya tersenyum lebar menyambut kedatangan putra kebanggaan Tanjung Rengas itu.
Diantara yang hadir, ada satu orang yang menarik perhatian Saleh. Seorang gadis berbaju kaos putih, celana jeans biru muda, yang lagi tersenyum simpul ke arahnya. Gadis itu bernama Melisa. Anak sepupu Wak Ramlah yang tinggal di Pekanbaru. Saleh sedikit bingung bercampur gugup. Hatinya bertanya-tanya mengapa Melisa ada di rumahnya. Seingatnya tidak pernah Melisa bertamu. Terakhir kali tahun 1995 dulu ketika Saleh belum masuk sekolah. Setelah itu tidak pernah lagi.
Melisa kini tumbuh menjadi gadis yang amat rupawan. Padahal sewaktu kecil dulu dia sering diledeki oleh temannya dengan sematan ‘si ingus’. Sematan itu lantaran Melisa selalu mengelap ingusnya menggunakan lengan yang membuat hidungnya belepotan.
Itu dulu. Waktu Melisa masih kanak-kanak. Melisa yang sekarang sudah berbeda. Dia telah menjelma menjadi seorang gadis idaman bagi setiap laki-laki. Parasnya bukan main rupawan. Wajahnya bulat. Alisnya berbaris lebat bak pohon beringin. Hidungnya mancung serupa hidung plastik artis korea. Bibirnya tipis kemerahan meskipun tanpa digincu. Pipinya mulus tidak berbatu. Ukuran kening pas, tidak terlalu lebar tidak juga teramat sempit. Kedua matanya berkelopak kecil seperti mata gadis Jepang. Dan rambutnya hitam pekat, panjang terurai bak rambut artis iklan sampo yang di tivi tivi.
Soal bentuk tubuh, Melisa menang telak. Payahlah dicari tandingannya. Tinggi. Tidak kurus macam model di televisi yang ‘kurang gizi’. Tidak juga gembrot seperti ibu RT di acara TV Suami-Suami Takut Istri. Pendeknya bentuk badan Melisa sedang-sedang. Atau lebih tepatnya ideal. Sangat pas untuk menjadi artis. Dan sangat cocok untuk menjadi istri kebanggaan semua pria di muka bumi.
Yang teristimewa dari Melisa adalah tingkah lakunya yang penuh sopan santun. Tidak pernah berbicara kasar kepada orang lain. Baik kepada yang muda lebih-lebih kepada yang tua. Bila berjumpa dengan orang di jalan Melisa tidak pernah lupa senyum. Selalu disapanya mereka yang lewat dengan sapaan lembut, ‘hendak kemana, pak?’ atau ‘pulang dari mana, bu’. Keramahan seperti ini membuat orang tua se RW berangan-angan kalau anak bujangnya bisa dipasangkan dengan Melisa. Mengambilnya sebagai menantu sebab budinya yang luhur itu.
Dibalik itu semua, Melisa adalah tipe cewek kota metropolitan yang sejati. Tempat nongkrongnya di mall-mall. Tiap bulan ke salon untuk perawatan. Jika perut lapar dan kebetulan sedang di luar, Pizza Hut atau Dine n Chat biasanya menjadi pilihan utamanya.
Gaya hidup high class seperti itu tidaklah aneh. Melisa memang anak orang berduit. Ayahnya, Haji Saman, adalah pemilik show room mobil terkemuka di Pekanbaru. Dia juga punya asset perkebunan yang beratus-ratus hektar luasnya. Melisa sendiri dikuliahkan oleh ayahnya di Jakarta. Di salah satu perguruan tinggi swasta ternama yang hanya dimasuki oleh orang-orang kaya.
***
Malam berikutnya Saleh berserta keluarga besarnya bersantai-santai di ruang tamu. Melisa juga ada disitu. Ditemani oleh papa dan mamanya. Mereka bertiga beranak memang menginap di rumah Saleh. Esok baru akan kembali ke Pekanbaru.
Keluarga besar Saleh dan keluarga Melisa bercerita tentang banyak hal. Tentang sejarah nenek moyang masing-masing, bagaimana mereka saling terkait di pohon keluarga, dan tentang datuk Saleh yang dulu tidak akur dengan kakek Melisa. Perbincangan antara kedua keluarga itu terus berlanjut hingga berjam-jam lamanya. Ketika jam sudah menunjukkan pukul Sembilan lewat, berkatalah ayah Melisa.
‘Jadi, sudah pas ya, Ramlah?’
‘Bukan pas lagi. Cocok! Tinggal kita tentukan saja harinya’ Seisi ruangan tertawa. Saleh pun ikut tertawa meskipun tawanya tidak selantang tawa pamannya. Sebab tawa Saleh memang tawa orang yang bingung. Di tengak hiruk-pikuk itu Melisa tertunduk malu. Dibibirnya terukir senyum. Tanda bahagia sedang menyapa hatinya.
Pembicaraan berjam-jam antara dua keluarga itu memang tidak seluruhnya dicurahkan untuk membahas tentang Saleh dan melisa. Mereka hanya berbasa-basi saja. Tidak dibicarakan pun ketetapan itu sudah ada. Sudah terjalin dari dulu walaupun baru sebatas kesepakatan di hati. Tidak pernah dikeluarkan dari mulut. Status social yang tinggi antara Saleh dan Melisa seolah jalan takdir yang memang sudah terbuat demikian. Sudah menjadi kebiasaan di dalam masyarakat kalau yang berharta harus pula dipasang dengan yang berharta. Dan yang bernama mestilah juga disandingkan dengan yang bergelar. Keluar dari kebiasaan ini adalah hal yang tidak biasa. Aneh. Dan tidak pantas. Karena alasan inilah kedua keluarga menginginkan Saleh dan melisa hidup serumah. Membina rumah tangga yang mulia atas dasar derajat dan nama yang membumbung tinggi ke angkasa. Melisa adalah emas sedang Saleh juga emas. Emas yang dipadukan dengan emas akan semakin kuning. Beda bila ia dicampur dengan tembaga yang tentu saja akan mengurangi kadar emasnya dan akhirnya warna kuningnya pun memudar.
Melisa juga sudah lama jatuh hati kepada abang dua pupunya itu. Baginya Saleh adalah suami yang pantas untuk menemani hidupnya. Saleh pintar, lulusan perguruan tinggi ternama, sering ke luar negeri, tidak banyak tingkah pula. Pokoknya Saleh adalah pria yang sangat pas dengan definisi suami idamannya selama ini.
***
Malam berganti siang. Isi rumah Saleh pun kini lengang. Di pagi buta Melisa beserta papa mamanya sudah pulang ke pekanbaru. Paman bibi Saleh pun juga sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Saleh dan Wak Ramlah di rumah. Ayah Saleh, Pak Manan, sudah ke kebun. Melihat anak buahnya berkerja.
‘Mak, mak mau masak apa hari ini?’ tanya Saleh kepada maknya yang sedang menjahit kancing kemejanya yang lepas kemarin.
‘Belum tau lagi. Mak inginnya masak pepes tempoyak. Kau kan suka pepes tempoyak. Kebetulan di dapur ada sedikit ikan seluang hasil pancingan dua hari lepas.’
‘Tapi’ lanjut Wak Ramlah. ‘Serai sudah habis.’
‘Biar aku yang belikan serai, mak’ potong Saleh.
‘Janganlah. Kau bukan anak kecil lagi Saleh. Sudah sarjana kau itu. Biarlah mak suruh yang lain nanti yang beli. Sore ini abangmu akan kesini. Jadi mak bisa suruh keponakanmu, Raziq, yang beli’
‘Ttidak apa, mak. Biar aku saja. Ya…???’ Saleh memelas dihadapan maknya. Digoyang-goyangnya tangan maknya itu hingga tidak bisa lagi maknya menjahit.
‘Anak mak ini memang tidak berubah. Padahal sudah 24 tahun umurnya’ Wak Ramlah mencubit pipi Saleh. Seperti seorang nenek yang mencubit pipi cucunya yang berusia lima tahun.
Pertama kali dalam hidupnya, setelah bertahun-tahun, Saleh tidak berlari ke toko Wak Samad. Dia berjalan saja. Jalannya pun lambat. Seperti jalan seorang karyawan yang baru saja di PHK oleh perusahaan.
‘Kau baik-baik saja, Saleh’ sahut si empunya toko yang tengah duduk menimbang gula.
‘aku ingin membeli serai’ jawabnya.
‘bukan. Bukan itu yang aku tanya.’ Timpalnya lagi.
‘pertanyaanku tadi, apakah kau baik-baik saja?’ dicacaknya penyedok gula yang dipegangnya itu ke dalam karung yang berisi tumpukan gula. Matanya melotot ke arah Saleh yang tengah lesu tertunduk.
‘Jawab, Saleh! Jawab!’ sergahnya.
‘Kau pasti bahagia. Ya, kan? Pura-pura saja kau murung. Padahal hatimu itu berbunga-bunga’
‘Kau tau, ya?’ Saleh mengangkat dagu.
‘Apalah yang tidak aku ketahui di kampong ini Saleh. Biarpun sekolahku tak setinggi sekolahmu, jangan kau anggap aku buta keadaan’ diambilnya penyedok gula yang tertancap tadi lalu mengisi mengisi kantong plastic yang dipegangnya dengan gula.
‘Aku tidak punya pilihan, Timah’ kata Saleh sambil menjongkok. Matanya mencari muka Fatimah yang kini giliran tertunduk. Beberapa butir air jatuh ke lantai.
‘Iya, Saleh. Kau memang tidak punya pilihan. Tidak salah katamu itu. Semua jalan hidupmu dipilih oleh mak mu. Dari tempat sekolahmu, jurusan kuliahmu, sampai baju yang hendak kau beli, semuanya makmu yang memilih. Kini masa depanmu lagi yang dipilih oleh makmu’.
‘Kau harus mengerti, Fatimah. Aku mesti tunduk pada kehendak orang tua. Kewajiban anak memang patuh kepada orang tua.’
‘Iya, benar. seratus persen benar’. kata Fatimah yang kini mulai tersedu. ‘Aku tidak menyalahkanmu, Saleh. Semua ini memang salahku yang tidak pernah berdiri di muka kaca. Sudah tau derajatku rendah, sekolahku hanya sampai Madrasah Aliyah, dan kerjaku cuma mengajar di Madrasah Ibtidaiyyah, berani-beraninya aku memendam harap kepadamu yang berbangsa tinggi. Semestinya aku sadar akan diriku’. Cucuran air mata Fatimah semakin deras mengalir.
‘Jangan berkata begitu, Fatimah’. Kata Saleh menaruh kasihan. ‘Aku sayang padamu. Aku cinta’.
‘Sayang. Cinta’. Balas Fatimah sambil menyeka pipinya yang basah. ‘Bisa apa cinta dan sayang di dunia ini. Bisa apa? Cinta hanya bisa terpendam, Saleh. Itu saja. Sedang sayang cuma bisa berada di dalam angan. Tidak boleh dikeluarkan dari dalam hati. Apalagi oleh seorang yang tak berderajat tinggi sepertiku. Sudahlah, Saleh. Menikahlah kau dengan Melisa itu. Kau sepadan dengannya. Bila denganku kau akan malu. Memiliku bisa membawa aib kepada keluargamu.’
‘Tidak Fatimah. Itu tidak akan terjadi. Aku akan menikahimu. Telah kujanjikan itu jauh sebelum aku berangkat ke Padang dulu. Kau sendiri tau itu.’
‘Simpanlah janji itu, Saleh. Tiada gunanya. Janji setia hanya berlaku pada orang yang mampu. Orang yang kuat. Bukan orang yang lemah seperti aku ini. Diukur dari segi apapun aku tetaplah tidak sepadan dibandingkan dirimu, Saleh. Kau berharta sedang aku tidak. Sekolahmu tinggi. Sampai keluar negeri sana. Aku? Hanya tamatan madrasah Aliyah di kampong.’
‘Jangan kau berkata begitu, Timah. Aku tidak pernah memandangmu rendah. Semua yang aku capai di dalam hidup berkatmu juga. Bukankah kau yang selalu menyemangatiku agar aku senantiasa mengejar mimpiku hingga ke ujung dunia? Mustahil aku menjadi seperti aku sekarang jikalau bukan karena kau yang menelponku pagi-pagi buta. Menyuruhku bangun untuk mendirikan sholat shubuh dan memaksaku membuka buku pelajaranku.’
Mendengar itu Fatimah terdiam. Kata-kata Saleh membuatnya kehabisan bahan untuk membantah. Ditatapnya Saleh sebentar lalu kembali menyedok gula untuk diisi ke dalam bungkus plastic yang lain.
‘Timah’ kata Saleh lembut. ‘Ingat tidak kau masa-masa kita kecil dulu? Sewaktu kita disawah di pagi minggu? Kau hebat betul dalam menangkap belut yang licinnya bukan main itu. Cengkeramanmu tiada tanding. Kalau pancinganku kena, lalu kutarik belut itu kelur dari lubangnya, kau sudah siap siaga untuk menggenggamnya dengan jari tengah tangan kananmu. Sebab katamu bila menggengam belut dengan kelima jari tangan maka belut itu tidak akan pernah bisa digenggam. Tubuh belut itu licin berlendir. Dia akan melurut bila digenggam dengan lima jari.’
‘Dari dulu memang sudah kuingatkan diriku ini, Saleh.’ Kata Fatimah. Sepertinya dia tidak bergeming dengan cerita memori belut yang disampaikan oleh Saleh. ‘Biarpun kita kawan akrab dari kecil, pondok mak kita berdekatan di sawah, dan rumah kita berdampingan pula, tapi takdir tetaplah takdir. Sudah menjadi ketetapan yang diatas kalau kau dan aku tidak digariskan untuk bersama. Dunia kita sudah jauh berbeda, Saleh. Tinggi duduk kita pun sangat timpang. Posisimu sudah jauh keatas sedang aku terpaku dibawah.’
‘Terus terang aku katakan, bahwa aku tidak bisa menjadi pendamping hidupmu. Terlalu banyak cerita tidak elok diakhirnya nanti bila kita memaksa diri. Ibarat belut, satu-satunya cara kau menggenggamku adalah dengan jari tengahmu. Keluarga besarmu tidak akan mau menerimaku menjadi menantu. Apalah artinya bila jari tengahmu menggenggamku sedang ke empat jari yang lain tidak mau mengepit juga.’
Sekarang giliran Saleh yang membisu. Tidak tau lagi apa yang harus dikatakannya kepada Fatimah yang sudah sangat pasrah itu. Tak mau terdiam lama, dipaksanya juga untuk merangkai kata.
‘Timah’ kata Saleh. ‘Aku tidak mau kehilangan kau yang telah aku sayangi sedari kecil dulu. Aku tidak mau cita-cita yang kita bangun untuk membuat kebun katu dan bayam hilang begitu saja. Aku ingin semuanya terlaksana. Aku ingin semuanya tidak hanya sebatas angan belaka lalu hilang ditelan masa. Ya, akan aku pegang kau erat-erat dengan jari tengahku. Takkan kulepas. Biarlah jari-jari yang lain tidak mau memegangmu sebab bagi mereka kau terlalu berlendir untuk digenggam. Persis seperti badan belut yang berbau amis. Tapi aku tidak akan tinggal diam. Aku akan berjuang agar hati mereka lunak. Aku yakin sekeras-kerasnya batu akan melengkung juga bila terus-terusan ditetesi dengan air.’
‘Tidak, Saleh. Maaf aku tidak bisa’. Fatimah menutup mulut dengan tangannya lalu berlari meninggalkan toko menuju kamarnya. Disana dia menangis sejadi-jadinya. Mengenang nasib yang begitu malang.
Sejak hari itu Fatimah tidak pernah keluar rumah lagi. Nomor handphonennya pun tidak bisa lagi dihubungi. Dia benar-benar menghilang ditelan oleh cintanya yang tak kesampaian. Sementara itu Saleh kini sering menyendiri. Wajahnya tak lagi berseri. Mulutnya pun kini terkunci sangat rapat. Tak mau diajak bicara dan tak menjawab bila ditanya.
Pernikahan Saleh dan Melisa kian dekat. Tepatnya lima hari lagi. Setelah berunding dengan dirinya sendiri, sampailah Saleh pada satu kesimpulan: dia mesti pergi jauh. Merantau ke ujung bumi meninggalkan semua cerita duka di belakang. Baginya inilah satu-satunya jalan yang paling adil. Jalan yang dilalui dengan cara tidak memilih siapapun. Tidak Melisa, tidak keluarganya, dan tidak pula Fatimah.
Dikumpulkannya semua pakaian dan ijazahnya lalu ditengah malam buta Saleh keluar dari rumahnya secara diam-diam. Diluar hujan tengah lebat-lebatnya dan petir bersahut-sahutan. Saleh berjalan menerobos hujan membawa angan yang terputus. Dengan wajah putus asa, dia menengadah ke atas, lalu bersenandung:
Oh Tuhan ampunkan denai
Suratan diri nan den sasali
Dek padiahnyo luko hati
Mimpi-mimpi acok mamanciang tangih
Putuih aso den rasoi
Kadang-kadang den batanyo ka diri
Untuak apo jantuang jo hati
Kadang-kadang den bisiakkan ka diri
Tutuikkan pintu rindu di hati
Di lahia sajo tampaknyo sanang
Di batin luko denai suruakkan
Mangko den acok ba langang-langang
Tuhan dangalah nyanyian malam
Di lahia sajo tampaknyo sanang
Di batin luko denai suruakkan
Mangko den acok ba langang-langang
Tuhan dangalah nyanyian malam </div>
<div class="_2cuy _3dgx _2vxa" style="box-sizing: border-box; color: #1d2129; direction: ltr; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; margin: 0px auto 28px; white-space: pre-wrap; width: 700px; word-wrap: break-word;">
Oh Tuhan ubekkan denai
Buliah den tampuah kalamnyo hari
Nak dek hapuih mimpi-mimpi
Buruang murai lai bakicau pagi
Ombak maampeh manari
Tolong rinaikan hujan kok tibo
Den tampuang untuak pambasuah luko
Tolong rinaikan hujan kok tibo
Den tampuang untuak pambasuah luko
Di lahia sajo tampaknyo sanang
Di batin luko denai suruakkan </div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-83789783091535104612016-12-15T09:22:00.002+07:002016-12-15T09:22:24.799+07:00Semuanya Terserah Anda!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglt15QlVoOf7kQjUXZwH_G2NHE_4l40PWtFIR1Of25DhE7qzeObFxZm-VobhDVMZi4s_4dyr9ggpDfcYKV0PLZGLYeSPFSVWGGsSLI5HxVjPwBwMlORrHGCvNxjwqhAl0e8sJSTARArtVP/s1600/climber.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglt15QlVoOf7kQjUXZwH_G2NHE_4l40PWtFIR1Of25DhE7qzeObFxZm-VobhDVMZi4s_4dyr9ggpDfcYKV0PLZGLYeSPFSVWGGsSLI5HxVjPwBwMlORrHGCvNxjwqhAl0e8sJSTARArtVP/s640/climber.jpg" width="640" /></a></div>
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Georgia, serif; font-size: 17px; white-space: pre-wrap;">
Dalam perjalanan hidupku yang belumlah jauh betul ini, kusaksikan ada dua jenis manusia. Jenis pertama adalah mereka yang terbungkuk-bungkuk mendaki bukit. Beban di pundaknya menggunung sedang keringat di keningnya berbaris sebesar biji jagung.
Adapun jenis kedua adalah manusia yang berjalan melenggang menurun. Di pundaknya tidak ada beban apapun hingga langkahnya lancar saja. Bahkan dia berjalan sambil bersiul pertanda hidupnya amatlah damai sentosa. Bila kita perhatikan bajunya, tidak tampak basah karena keringat. Bajunya kering badannya segar. Sebab menuruni jalan memang tidak perlu memeras keringat.
Kedua golongan manusia ini akan terus berjalan mengikuti alur masing-masing. Yang mnendaki akan tetap berjuang ke atas dan yang menurun akan khusyuk melenggang ke bawah. Meski begitu, di ujung perjalanan mereka berdua akan berada di level yang berbeda. Yang tadinya merangkak keatas penuh perjuangan akan sampai dipuncak. Dia disambut oleh para pendaki-pendaki handal yang telah lama sampai kesana. Mereka bersuka ria menikmati hasil perjuangan. Susah payah ketika naik keatas dulu kini terbayarkan dengan suguhan pemandangan yang luar biasa indahnya ketika mereka menoleh ke bawah. Sawah terhampas luas, suara air terjun samar-samar terdengar, dan yang lebih menenteramkan lagi adalah, posisi mereka yang tinggi. Lebih tinggi daripada awan.
Berbeda dengan manusia yang tadi bersiul-siul santai. Dia kini terbenam di jurang yang paling dalam. Ketika menurun dia tidak sadar kalau perjalanannya akan membawanya jauh ke bawah. Dia terlena dengan bunga-bunga indah yang bertebaran di tepi jalan. Dia terperdaya oleh warung-warung kesenangan yang menyajikan segala macam kenikmatan hidup. Dia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya yaitu mencari kemuliaan; mulia di hadapan Tuhan dan mulia di mata manusia.
Di dalam jurang itu dikenangnya lagi perjalanan yang telah ditempuhnya, rasa sesal pun datang bertubi-tubi. Dia menyesal telah terlena oleh enaknya menurun. Dia menyesal karena tertipu oleh warna-warni bunga yang tumbuh subur di tepi jalan. Dia menyesal karena terlalu lama dan sering singgah di warung-warung kesenangan itu. Dia menyesal mengapa dulu tidak memilih untuk mendaki saja. Dan kini dia mesti terima hidupnya yang terbenam dibawah. Ditemani oleh orang-orang yang juga hidup dalam penyesalan. Disekelilingnya hanya tumpukan sampah. Di sekitarnya cuma genangan limbah.
Jenis dua manusia seperti ini dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Mereka ada dimanapun; di kantor, di sawah, di sekolah, termasuk juga di kampus. Yang terakhir ini ingin saya singgung.
Ketika menjadi mahasiswa S1 dulu saya berteman dengan dua jenis manusia yang sedang kita bahas disini; yang suka mendaki dan yang terlena menurun. Pola hidup mereka memang berbeda 180 derajat. Tipe pendaki biasanya agak sulit untuk diajak nongkrong. Apalagi dalam urusan hura-hura. Berbeda dengan yang tipe menurun. Bukan saya yang mengajak mereka bersenang-senang, mereka yang mengajak saya! Bahkan bila dituruti betul, bisa-bisa saya nongkrong terus saban malam.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan berkumpul-kumpul ria. Asal ingat waktu dan tanggung jawab saja. Kalau dalam satu minggu seluruhnya digunakan untuk hang-out, ngopi-ngopi sedap, tentu bukan suatu pola hidup yang bagus. Terlebih mahasiswa yang mesti belajar dengan giat buat masa depan yang gilang gemilang.
Sebaliknya, bila dalam seminggu hanya diisi dengan belajar saja tanpa diiringi dengan ngumpul-ngumpul ria, saya khawatir mahasiswa yang bersangkutan terserang penyakit anti social. Kikuk di keramaian, nihil jaringan, gugup saat bertemu orang. Penyakit ini berbahaya sebab dunia ini tidak hanya diisi dengan buku tetapi juga manusia yang banyak macam ragamnya. Orang yang selalu berteman dengan buku, ketika ada masalah yang membutuhkan pertolongan manusia, atau kegiatan yang menuntut kerjasama dengan orang banyak, dia akan frustasi sebab buku-bukunya ternyata tidak dapat membantu memecahkan permasalah hidupnya.
Kembali kepada soal mendaki menurun tadi. Setelah beberapa tahun berlalu, khususnya pasca kelulusan dari S1, saya melihat perubahan dalam hidup kawan-kawan saya itu. Mereka yang dulunya bersusah payah mendaki kini sedang menikmati hasil dakiannya; punya pekerjaan yang layak, pendidikan yang tinggi, dan tentu saja kemuliaan di mata masyarakat. Berbeda dengan yang dulunya ogah naik ke atas dan lebih memilih menikmati nikmatnya turunan. Hidup mereka kini terbenam dibawah. Usia yang tidak lagi muda menampar muka mereka bahwa tidak ada pilihan lain lagi kecuali kembali mendaki keatas. Bukan untuk berdiri di puncak gunung melainkan kembali berpijak di dataran seperti manusia yang lain.
Maka dari itu selalulah saya tegaskan kepada mereka yang lebih muda dari saya, khususnya yang kini tengah menempuh pendidikan di perguruan tinggi di Jambi, bahwa kehidupan sebagai mahasiswa yang sedang mereka jalani sekarang adalah ibarat fase bulan madu. Bulan madu yang indah lagi panjang. Bukan seminggu dua tetapi empat lima tahun.
Pendaftaran kuliah adalah penandatanganan buku nikah. Dengan tergoresnya tinta di buku itu maka secara resmi pula mereka menjadi seorang suami atau istri. Sebagaimana layaknya pasangan pengantin yang tengah berbulan madu, para mahasiswa belum lagi punya tanggung jawab penuh. Tanggung jawab mereka masih terbatas pada yang ‘satu itu’. Eits…jangan berpikir macam-macam dulu. Maksud saya tentang yang ‘satu itu’ adalah belajar. Hehe...
Iya, kewajiban mahasiswa satu-satunya masih berkutat pada belajar. Untuk masalah selain dari itu seperti membiayai kehidupan sehari-hari berada dibawah tanggung jawab orang tua. Seorang mahasiswa (kebanyakan) tidak perlu berlelah-lelah mencari nafkah. Pasokan dana mengalir deras dari orang tua seperti air yang keluar dari bendungan. Tidak pernah mengenal kata macet. Apapun kendala keuangan adukan saja kepada orang tua maka dalam hitungan hari semuanya akan beres. Tanpa perlu pusing-pusing apakah besok dapat beli beras atau tidak. Tiada perlu risau uang SPP akan dibayarkan pakai daun, kertas, atau plastik. Semuanya sudah ada yang menanggungnya, yaitu ayah dan mak.
Asyiknya bulan madu ini membuat banyak mahasiswa terlena. Banyak dari mereka yang tidak giat belajar. Kuliah hanya sekedar absen saja. Datang ke kampus hanya sebatas rutinitas harian. Setelah itu pulang ke rumah, tarok tas di kamar, lempar buku ke atas lemari, lalu pergi bermain dengan kawan-kawan. Buku pelajaran tidak pernah lagi dibuka kecuali minggu depan saat pelajaran itu dimulai lagi. Golongan mahasiswa yang seperti ini tidak sadar kalau pohon yang mereka tanam itu akan berbuah pahit di akhirnya kelak. Jalan yang mereka lalui memang menurun, bisa dilalui sambil bersiul. Namun empat atau lima tahun mendatang, ketika masa bulan madu itu habis, mereka akan ditempeleng oleh kenyataan kalau hidup pasca bulan madu itu penuh dengan tantangan. Tidak lagi seindah dan semudah tatkala menjadi mahasiswa dulu dimana segala macam tetek bengek kehidupan masih ditangani oleh ibu bapak. Kehidupan nyata selepas tamat kuliah menuntut pertanggungjawaban. Persis serupa dengan pasangan pengantin baru yang pulang dari liburan bulan madu yang harus berkerja keras agar rumah tangga menjadi rumah tangga yang sejahtera. Beban hidup selepas studi akan datang silih berganti tanpa mengenal ampun. Naasnya adalah segalanya harus dipikul sendiri. Ayah bunda sudah lepas tangan. Sebab mereka menganggap tugas mereka sudah selesai. Kini anaknya telah menjadi seorang sarjana. Sarjana yang penuh dengan tuntutan, mulai dari orang tua meminta hasil nyata berupa pekerjaan yang layak, sampai kepada masyarakat yang menagih pengetahuan untuk memajukan kehidupan sosial.
Pada tahap itulah mereka akan meyesal. Air mata keluar bercucuran mengenang jalan yang dulu dilalui. Tapi apalah daya jalan itu kini telah mengantarkan kepada sebuah tujuan. Disukai atau tidak tujuan itu bukan lagi sebuah pilihan sebab memang tidak bisa lagi memilih. Yang bisa hanya menerima saja sambil berfikir bagaimana caranya merubah nasib. Itupun jika memang ingin berubah serta siap berlelah-lelah..
Jadi kawanku sekalian, pesanku dari yang tidak begitu tua ini, pikirkan lagi jalan yang sedang engkau tempuh, menurunkah atau mendaki. Jika menurun lekas-lekaslah berbalik arah. Kembali lagi ke belakang sebelum semuanya terlambat. Jika mendaki, teruslah naik ke atas. Tahan semua letih. Lawan rasa lelah. Kelak ketika kau sudah diatas kau akan merasakan sejuknya angin pegunungan. Keringatmu akan kering. Tubuhmu akan segar. Kesegaran yang tak dapat dinikmati oleh mereka yang ada dibawah apalagi mereka yang berada di dalam jurang. Percayalah padaku bahwa tujuan akhir hidup ini bisa di design. Tinggal memilih jalan saja, jalan yang mendaki atau menurun. Semuanya terserah anda! </span></div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2911052084810569275.post-84441926083993424312016-12-15T08:58:00.000+07:002016-12-15T08:58:26.720+07:00Surat Untuk Pemimpin Muslim<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://cdn.theatlantic.com/assets/media/img/photo/2016/09/what-is-aleppo-this-is-aleppo/a01_AP463850844435/main_900.jpg?1473347325" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://cdn.theatlantic.com/assets/media/img/photo/2016/09/what-is-aleppo-this-is-aleppo/a01_AP463850844435/main_900.jpg?1473347325" width="640" /></a></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br />Kepada para pemimpin muslim di seluruh
penjuru dunia,<br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Bapak-bapak sekalian, barangkali kabar duka
dari Aleppo telah sampai ke telinga bapak-bapak semua; tentang hujan rudal di
langit Aleppo, tentang mereka yang terusir dari rumah-rumah mereka, tentang
nyawa yang terenggut dengan mudahnya, tentang ayah yang kehilangan anak dan
istri, tentang ibu yang kehilangan buah hati, tentang anak-anak yatim, dan
tentang mimpi yang pupus. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Kabar duka dari Aleppo ini, sebagaimana
yang telah bapak-bapak ketahui, bukanlah kabar burung. Bukan juga sebuah
penggalan cerita dari sebuah buku dongeng. Ini adalah kabar nyata. Telah
berlangsung selama lebih kurang enam tahun.<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Surat%20Untuk%20Pemimpin%20Muslim.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Mereka yang ada disana betul-betul bertarung setiap menit mempertahankan nyawa
mereka. Tidur mereka tidak nyenyak sebab bom bisa jatuh ke atas kepala mereka
kapan saja. Bahkan di tengah malam sekalipun. Makan mereka pun tidak nikmat
sebab suasana perang telah melumpuhkan perekonomian. Pedagang tidak lagi dapat
menjual barang-barangnya karena tokonya sudah menjadi puing-puing. Para petani
kehilangan ladang. Guru-guru kehilangan gedung sekolah. Dan para dokter telah
banyak yang tidak punya rumah sakit lagi. Kondisi ini membuat warga Aleppo
makan seadanya dengan lauk pauk ala kadarnya. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Bapak-bapak pemimpin muslim sekalian, bila
kita melihat peta, letak negara Syria tidaklah jauh dari negara-negara yang
memiliki penduduk mayoritas muslim. Hanya ‘sepelemparan batu’ saja. Bahkan
boleh dibilang Syria berada di tengah-tengah negara itu. Di utara ada Turki, di
timur ada Iraq, di selatan ada Jordania, dan di barat ada Lebanon. Perlu di
ingat Syria juga masih mempunyai tetangga yang tidak begitu jauh seperti Mesir,
Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Iran. Negara-negara yang kami sebutkan
disini adalah negara-negara yang berada di bawah kepemimpinan bapak-bapak
sekalian. Bapak-bapak semuanya adalah orang nomor satu di masing-masing negara
itu. Di tangan bapak ada kekuasaan yang tidak dimiliki oleh banyak manusia di
planet bumi. Instruksi bapak untuk menamatkan cerita pilu di Aleppo tentu saja
akan memberikan dampak signifikan dibandingkan dengan perintah siapapun di bumi
ini. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Bapak-bapak pemimpin muslim sekalian,
rakyat Syria menanti uluran tangan bapak-bapak siang malam. Mereka tidak sanggup
lagi hidup dalam kecemasan. Air mata mereka sudah kering untuk menangis. Harta
mereka sudah habis menjadi abu. Sanak family sudah banyak menghadap yang kuasa
oleh sebab tertembus peluru atau dihantam bom. Kepada bapak-bapaklah harapan
mereka tertumpu. Mereka tidak tau lagi kemana harus mengadu selain kepada bapak
sekalian, saudara seiman mereka. Percayalah pak, saudara-saudara kita di Syria
mendambakan suasana rumah yang damai tenteram sebagaimana kondisi rumah-rumah
kediaman bapak. Mereka juga ingin memiliki keluarga yang utuh seperti keluarga
bapak. Dan mereka juga mendambakan hidup yang layak sama seperti keinginan
bapak. <br /><br /><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Bapak-bapak pemimpin muslim sekalian,
sebelum kami mengakhiri surat ini, izinkan kami mengingatkan bapak tentang
sebuah sabda Nabi Muhammad SAW bahwa muslim itu beliau ibaratkan satu tubuh.
Satu saja anggota tubuh yang sakit maka anggota tubuh yang lain juga akan
merasakan rasa sakit itu. Rasa sakit rakyat Syria sudah selayaknya bapak
rasakan juga. Untuk itu bapak-bapak sekalian mesti berhenti menjadi penonton.
Bantuan dalam bentuk apa saja harus segera bapak-bapak kirimkan kepada saudara
kita di Syria agar tidak ada lagi kabar duka tentang mereka yang sampai ke
telinga kita. Kalaulah atas dasar persaudaraan sesama muslim belum cukup untuk
menggerakkan hati bapak-bapak sekalian, maka tidak ada salahnya bila
bapak-bapak memberikan bantuan atas alasan kemanusiaan. Sebab mereka yang di
Syria adalah manusia juga sama seperti kita. Mereka juga punya mimpi sama
seperti bapak. <o:p></o:p></span></div>
<br />
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/user/Documents/My%20Writings/Surat%20Untuk%20Pemimpin%20Muslim.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="EN-US"> <a href="http://www.news.com.au/world/middle-east/un-woman-kids-killed-in-aleppo-syria-execution-style/news-story/fca0ef02a05547f5eef7feb4e38fd021">http://www.news.com.au/world/middle-east/un-woman-kids-killed-in-aleppo-syria-execution-style/news-story/fca0ef02a05547f5eef7feb4e38fd021</a>
<o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
</div>
Benihttp://www.blogger.com/profile/07960964982678155743noreply@blogger.com0